Mojokerto, Moralita.com – Dukungan terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) terus bergulir di berbagai daerah. Di Mojokerto, aksi damai kembali digulirkan oleh sekitar 400 massa aksi dari organisasi masyarakat Prabu Satu Nasional, Senin (21/4), di depan Markas Komando Resor Militer (Makorem) 082/CPYJ.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Prabu Satu Nasional Mojokerto, Suhartono, dalam orasinya menegaskan bahwa aksi ini tidak bertujuan menciptakan kegaduhan atau instabilitas, tetapi sebagai bentuk penegasan sikap terhadap pentingnya penguatan peran TNI dalam menjaga kedaulatan dan stabilitas negara.
“Kami hadir di sini bukan untuk membuat onar, tetapi untuk menyuarakan kebenaran. Kami, rakyat Indonesia, mendukung penuh Revisi Undang-Undang TNI. Karena TNI tidak hanya bertugas menjaga kedaulatan di medan tempur, tetapi juga merupakan garda terdepan dalam menjaga stabilitas nasional di berbagai sektor kehidupan rakyat,” ujar sosok yang akrab disapa Lurah Nono dalam orasinya.
Ia juga menambahkan bahwa RUU TNI tidak sepatutnya dianggap sebagai ancaman terhadap demokrasi, melainkan sebagai benteng pelindung dari berbagai ancaman, seperti narkotika, terorisme, separatisme, hingga ancaman digital yang kian kompleks.
“Kami berdiri bersama rakyat, bersama bangsa, dan bersama TNI. Kami bukan oposisi pemerintah, kami adalah mitra rakyat untuk menyuarakan aspirasi sejati,” lanjutnya.
Dengan penuh semangat, massa menyuarakan aspirasinya bahwa dari Mojokerto mereka bergerak, demi Indonesia mereka bersuara. “Jika masih bisa berbisik, tak perlu berteriak. Tapi hari ini, kami berteriak karena ini untuk kebaikan bangsa Indonesia,” tegas sosok nyentrik ini.

Danrem 082/CPYJ Mojokerto, Kol. Inf Batara Alex Bulo, M.Hub.Int sebut RUU TNI Sudah Melalui Kajian Serius DPR RI
Sementara itu, Komandan Korem 082/CPYJ Kolonel Inf. Batara Alex Bulo, M.Hub.Int., dalam sambutannya di hadapan peserta aksi, menyampaikan bahwa pembahasan RUU TNI bukan merupakan agenda sepihak, melainkan telah melalui kajian komprehensif oleh para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang secara konstitusional mewakili seluruh suara rakyat Indonesia.
“Pengesahan RUU TNI bukan hanya kehendak kepala negara, melainkan hasil dari pembahasan wakil rakyat kita yang duduk di Senayan. Jadi tidak ada yang perlu diperdebatkan secara emosional. Semuanya telah melalui proses konstitusional,” ujar Danrem.
Ia menjelaskan, terdapat tiga pasal utama yang menjadi sorotan dalam revisi ini, yakni Pasal 7, Pasal 47, dan Pasal 53. Ketiganya saling berkaitan, khususnya dalam aspek ketahanan dan pertahanan nasional.
Contohnya, lanjut Danrem, pada saat terjadi bencana alam seperti erupsi Gunung Merapi, prajurit TNI turun langsung ke lokasi bencana, meskipun saat itu tidak ada dasar hukum yang secara eksplisit memperbolehkan atau mengatur keikutsertaan TNI dalam penanganan bencana.
“Tidak ada undang-undang yang melandasi secara eksplisit, tidak ada anggarannya, tapi prajurit kami tetap turun. Mereka terpapar penyakit ISPA, TBC, dan lainnya, tanpa ada tanggung jawab perlindungan aturan dari negara. Maka dari itu, revisi ini penting agar ada kepastian hukum dan perlindungan bagi prajurit,” paparnya.
Dalam konteks Pasal 53, yang mengatur tentang usia pensiun prajurit, Danrem menjelaskan bahwa Indonesia perlu belajar dari negara-negara maju. Di banyak negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, dan bahkan negara tetangga Malaysia, usia pensiun prajurit bisa mencapai 65 hingga 68 tahun.
“Kita lihat negara tetangga kita Malaysia yang rakyatnya sepertiga dari kita, menetapkan usia pensiun militer 65 tahun. Sedangkan kita baru 60 atau maksimal 62 tahun, tapi sudah diributkan. Padahal jumlah prajurit kita juga belum ideal, hanya sekitar 500 ribu untuk melindungi hampir 300 juta penduduk,” ungkap Batara.
Danrem menambahkan, secara rasional, idealnya Indonesia memiliki lebih dari 5 juta personel TNI untuk menjamin keamanan dan ketahanan nasional secara menyeluruh. Namun, keterbatasan anggaran masih menjadi kendala utama.
“RUU TNI bukan dibuat secara serampangan. Ini adalah hasil penelaahan mendalam sejak era reformasi, untuk memperkuat peran TNI dalam berbagai sektor penting negara, termasuk pencegahan penyelundupan, peredaran narkotika, hingga penanggulangan bencana,” tegas Danrem 082/CPYJ.
Diakhir penyampaiannya, Danrem menegaskan bahwa pihaknya hanya bertugas menjalankan amanat konstitusi dan kebijakan negara.
Discussion about this post