Mojokerto, Moralita.com – Rencana Pemerintah Kabupaten Mojokerto untuk melibatkan pihak ketiga dalam pelaksanaan program sinergi APBDesa Tahun Anggaran 2025 mendapat sorotan tajam dari Aktivis dan Analis Kebijakan Daerah, Mustiko Romadhoni PW. Ia menilai terdapat sejumlah hal yang perlu dikritisi terkait transparansi, legalitas, dan urgensi dari program tersebut.
Dalam pernyataannya, Mustiko mengungkapkan bahwa meskipun diketahui pada Juni 2024, Pemerintah Kabupaten Mojokerto telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan dua lembaga, yaitu Yayasan Sekolah Hukum Jimmy dan Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak (LPPA) Bina Annisa, hal tersebut tidak dapat menjadi dasar utama untuk menjadikan mereka mitra dalam program ini.
“Kerja sama tersebut memang telah ada, tetapi ini tidak otomatis menjadi alasan utama Pemkab Mojokerto harus mengalokasikan program sinergi dengan kedua lembaga tersebut. Ada sejumlah aspek yang perlu dipertanyakan,” ujar Mustiko, Sabtu, (4/1).
Poin-Poin Kritik Mustiko
1. Alternatif Kerja Sama Lembaga Nasional
Mustiko mempertanyakan mengapa dalam program perlindungan perempuan dan anak, Pemkab Mojokerto tidak menggandeng lembaga negara seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Dalam kerja sama di bidang perlindungan perempuan dan anak, negara kan punya KPAI. Mengapa tidak memilih bekerja sama dengan lembaga tersebut? Ini perlu dijelaskan lebih jauh,” tegasnya.
2. Urgensi Sertifikasi Mediator untuk Kepala Desa
Ia juga menilai program pelatihan mediasi tersertifikasi bagi kepala desa sebagai kebijakan yang tidak relevan. Menurutnya, Pasal 26 ayat (4) huruf k Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sudah mengatur bahwa penyelesaian perselisihan masyarakat di desa adalah kewajiban kepala desa.
“Apa pentingnya pelatihan mediasi tersertifikasi bagi kepala desa? Penyelesaian perselisihan sudah menjadi kewajiban kepala desa sesuai UU Desa, tanpa perlu program sertifikasi. Pemkab seharusnya mempertimbangkan urgensi program ini,” jelas Mustiko.
3. Efisiensi dan Prioritas Anggaran
Kritik lain yang dilayangkan adalah terkait penggunaan anggaran desa untuk program yang dinilai kurang prioritas, terutama di tengah situasi negara yang fokus pada kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan.
“Jika anggaran desa digunakan untuk ketiga hal ini, sangat disayangkan. Di saat negara sedang memprioritaskan program kesejahteraan pendidikan dan kesehatan, Pemkab justru membuat program yang menurut masyarakat kurang relevan. Anggaran harus dialokasikan sesuai dengan tingkat prioritas, seperti meningkatkan akses kesehatan bagi rakyat miskin,” tambahnya.
4. Dasar Keunggulan Pihak Ketiga
Mustiko mempertanyakan dasar pemilihan Radar Mojokerto sebagai media promosi desa (poin 2) dan Yayasan Sekolah Hukum Jimmy serta Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak (LPPA) Bina Annisa untuk pelatihan mediator kepala desa (poin 3). Ia meminta pemerintah daerah menjelaskan secara terbuka kriteria dan keunggulan pihak-pihak tersebut dibandingkan lembaga lain.
“Pemkab Mojokertl perlu mempublikasikan kepada masyarakat alasan mengapa pihak ketiga ini dianggap unggul. Apakah ada proses seleksi, rekam jejak, atau kriteria tertentu yang dijadikan acuan? Transparansi ini penting untuk memastikan tidak ada kepentingan tersembunyi dalam penunjukan langsung,” tegas Mustiko.
5. Landasan Hukum Penunjukan Pihak Ketiga
Mustiko juga menyoroti perlunya pemerintah menyampaikan dasar hukum atau regulasi yang mendasari penunjukan langsung pihak ketiga tanpa melalui mekanisme kompetisi terbuka.
“Apakah ada peraturan daerah (Perda) atau undang-undang (UU) yang menjadi landasan kebijakan ini? Jika ada, masyarakat perlu diberi penjelasan agar mengetahui legalitas dan keabsahan dari program ini,” tambahnya.
Menurut Mustiko, langkah ini tidak hanya penting dari sisi transparansi, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. Ia menekankan bahwa pengelolaan anggaran, khususnya yang bersumber dari APBDesa, harus dilakukan secara bertanggung jawab, dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan prosesnya.
Rekomendasi Transparansi Publik
Sebagai langkah perbaikan, Mustiko menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Mojokerto membuka dokumen-dokumen terkait, seperti perjanjian kerja sama, kriteria pemilihan pihak ketiga, serta hasil analisis manfaat yang menjadi dasar program.
“Ini adalah uang rakyat. Oleh karena itu, masyarakat berhak mengetahui setiap langkah yang diambil, termasuk alasan kebijakan yang dibuat,” ujarnya.
Mustiko menyarankan agar Pemkab Mojokerto mengkaji ulang prioritas programnya dan mengutamakan penggunaan anggaran untuk hal-hal yang berdampak langsung pada masyarakat. Selain itu, ia menekankan pentingnya transparansi terkait kriteria pemilihan pihak ketiga serta publikasi dasar hukum pelaksanaan program.
“Pemerintah perlu lebih transparan dalam menjelaskan dasar kerja sama dengan pihak ketiga ini. Anggaran publik harus digunakan secara bijak, terutama untuk kebutuhan prioritas masyarakat,” pungkasnya.
Discussion about this post