Mojokerto, Moralita.com – Rizky Fauzi Setyawan Putra (34), salah satu dari empat terduga pelaku kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mojokerto, sempat bercerita mengungkapkan perannya dalam kasus tersebut.
Dalam pengakuannya, Rizky mengaku hanya berperan sebagai sopir rental mobil yang disewa oleh pemeran utama dari kasus ini, yakni Abdullah Harahap alias Asrul (43), yang mengaku sebagai anggota Badan Intelijen Negara (BIN).
Rizky menjelaskan, keterlibatannya dalam pusaran kasus ini bermula saat dirinya dihubungi oleh rekannya bernama Dimas, pemilik usaha rental mobil. Dimas menawarkannya pekerjaan sebagai sopir untuk mengantarkan seorang pelanggan bernama Asrul. Tanpa mengetahui identitas dan tujuan sebenarnya dari Asrul, ia menerima tawaran tersebut karena sedang menganggur.
“Saya dikabari Mas Dimas yang menawarkan pekerjaan sebagai sopir. Katanya ada pelanggan bernama Pak Asrul. Saya hanya tahu beliau ini penyewa dari rental, tidak tahu jabatan atau instansi tempatnya bekerja,” beber Rizky setelah diamankan anggota Intel Korem Mojokerto, Rabu malam (27/2).
Pertemuan pertama antara dirinya dan Asrul terjadi di Hotel Raden Wijaya, Kota Mojokerto, sekitar bulan Oktober atau November 2024. Dari hotel tersebut, Rizky awal mula disuruh mengantar Asrul ke berbagai lokasi, salah satunya Rumah Makan QRun di kawasan Pacet. Di tempat inilah, menurut pengakuan Rizky, Asrul bertemu dengan seseorang bernama Muslik, yang disebut bekerja sebagai staf kecamatan.
“Di rumah makan itu, Pak Asrul bertemu Pak Muslik. Saya dengar tujuan pertemuan tersebut adalah untuk merekomendasikan seseorang bernama Ibu Susana agar dipromosikan menjadi Camat,” jelasnya.
Menurut Rizky, pertemuan antara Asrul dan Muslik berlangsung beberapa kali. Ia juga sempat diminta oleh Asrul saat itu untuk membeli materai dan kwitansi sebagai tanda bukti transaksi. Asrul bahkan sempat bercerita kepadanya bahwa ia telah menerima uang jaminan atau uang muka (DP) sebesar Rp 70 juta dari Muslik sebagai imbalan untuk memperlancar proses rekomendasi jabatan tersebut.
“Pak Asrul bilang ke saya, uang Rp 70 juta dari Pak Muslik itu untuk membayar rekomendasi jabatan Ibu Susana. Katanya uang itu akan diserahkan ke Pak Kades Kembangbelor,” tambah Rizky.
Selanjutnya, Rizky mengungkapkan bahwa ia pernah mengantar Asrul ke Rumah Makan Flamboyan. Di tempat tersebut, Asrul bertemu dengan seseorang yang disebut sebagai Pak Kades Kembangbelor dan Pak Joko. Menurutnya, pertemuan ini bertujuan untuk memperlihatkan bukti kepada pihak tertentu bahwa proses rekomendasi jabatan sedang berjalan. Pengakuannya disaat itu adalah momen kali pertama dan terakhir kalinya bertemu sosok yang sering disebut-sebut Asrul sebagai Kades Kembangbelor.
“Pak Asrul sempat bertanya saat itu kepada saya, Mas sudah tadi ambil gambar saya sama Pak Kades? Loh kok bertiga? Seharusnya kan tadi saya arahanin ambil fotonya cuma berdua sama Pak Kades saja. Saya bilang Waduh Pak, mohon maaf saya juga enggak tahu,” ucap Rizky.
Dirinya baru paham setelah beberapa hari kejadian modus disuruh ambil foto momen Asrul bertemu dengan Kades Kembangbelor tersebut, untuk ditunjukkan sebagai bukti kepada pihak-pihak yang dimintai uang mahar bahwa Asrul sudah menindak lanjuti atensi para pihak yang sudah menyerahkan uang mahar.
Tidak berhenti di situ, Asrul bahkan menawarkan Rizky untuk mencari orang lain yang ingin mendapatkan posisi dan jabatan di lingkungan Pemkab Mojokerto melalui jalur rekomendasinya.
“Pak Asrul sering bilang, jika saya memiliki saudara atau kenalan yang ingin menjadi ASN atau mendapatkan jabatan di Pemkab Mojokerto, Pak Asrul bisa membantu mengurusnya,” pungkasnya.
Dari pengakuan Rizky, terlihat jelas bahwa modus operandi yang dilakukan Asrul berkomunikasi masif dengan berbagai pihak untuk melancarkan aksinya. Kasus ini kini telah ditangani oleh pihak Polres Mojokerto Kota untuk mengusut lebih dalam keterlibatan para pelaku suap menyuap dan kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas dalam praktik jual beli jabatan di Kabupaten Mojokerto.
Discussion about this post