Mojokerto, Moralita.com — Dugaan pelanggaran serius terhadap prinsip tata kelola perbankan kembali mencuat di tubuh BPR Majatama Bank milik Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Hal ini terungkap dari flyer resmi pengumuman operasional BPR Majatama yang beredar dalam rangka pengumuman libur tanggal 12–13 Mei 2025.
Dalam flyer tersebut, BPR Majatama mencantumkan beberapa rekening bank yang digunakan sebagai tujuan pembayaran angsuran nasabah.
Salah satu yang mengejutkan adalah tercantumnya nomor rekening Bank BCA atas nama pribadi Tri Hardianto, yang diketahui merupakan Direktur Utama BPR Majatama, dengan nomor rekening 0508019155.

Penggunaan rekening pribadi sebagai sarana penerimaan dana operasional lembaga keuangan publik bukan hanya melanggar prinsip kehati-hatian dan transparansi, tetapi juga berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum berat bagi pelaku dan institusi.
Pelanggaran Serius terhadap Regulasi Perbankan dan Tipikor
Menurut Ketua Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Mojokerto, Wiwit Haryono, praktik ini adalah bentuk penyalahgunaan jabatan dan jelas melanggar berbagai aturan dengan konsekuansi pidana, di antaranya yakni:
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 49 ayat (2), yang mengatur bahwa setiap direksi bank yang menerima komisi, imbalan, atau keuntungan pribadi dari fasilitas keuangan bank dapat dikenai sanksi pidana penjara hingga 8 tahun dan/atau denda hingga Rp 100 miliar.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 dan 3 mengatur larangan penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan tindakan melawan hukum.
Pasal 12B menyatakan bahwa penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara yang berkaitan dengan jabatannya dan tidak dilaporkan dapat dikategorikan sebagai suap.
POJK No. 9/POJK.03/2024 tentang Penerapan Tata Kelola BPR dan BPRS yang secara tegas mensyaratkan seluruh transaksi dilakukan melalui rekening resmi institusi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini mencederai prinsip akuntabilitas, transparansi, dan integritas.
Potensi Tindakan Gratifikasi karena Direktur Mendapatkan Fasilitas Keuangan BCA dari dampak Rekening Pribadinya
Lebih lanjut, Wiwit mengungkap bahwa penggunaan rekening pribadi ini bisa menjadi dasar pemberian fasilitas kartu kredit berlimit ratusan juta rupiah dari Bank BCA kepada Tri Hardianto secara pribadi.
“Jika dana angsuran nasabah yang sejatinya milik BPR Majatama dimanfaatkan untuk meningkatkan traffic transaksi pribadi, maka terdapat indikasi kuat rekayasa transaksi sehingga mendapatkan plafon kredit pribadi, yang dikategorikan sebagai gratifikasi terstruktur,” jelas Wiwit kepada Moralita.com, Senin (12/5).
Implikasi Hukum dan Risiko Pidana
Tri Hardianto, sebagai Direktur Utama, berpotensi dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 12B UU Tipikor dan juga Pasal 49 UU Perbankan. Dan jika terbukti menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi bisa juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Wiwit mengungkap dampak terhadap BPR Majatama juga tidak dapat disepelekan. Institusi ini terancam sanksi administratif dari OJK, mulai dari denda, hingga pembekuan kegiatan usaha, Penurunan tingkat kesehatan bank (CAMEL) juga masuk daftar pengawasan khusus oleh OJK.
Kegagalan Fungsi Pengawasan Komisaris
Selain Direktur, Komisaris BPR Majatama juga dinilai melakukan pembiaran atas pelanggaran hukum tersebut. FKI-1 menilai bahwa Teguh Gunarko (Sekda Mojokerto) dan Poedji Widodo (Kepala Inspektorat Kabupaten Mojokerto) selaku komisaris telah gagal menjalankan tugas pengawasan, sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban hukum berdasarkan:
“Pasal 55 KUHP, yang mengatur sanksi bagi pihak yang turut serta atau melakukan pembiaran dalam tindak pidana, dikenai ancaman hukuman yang sama dengan pelaku utama,” ungkapnya.
Sebagai respon atas temuan ini, FKI-1 merekomendasikan beberapa langkah konkret:
1. Melakukan audit digital forensik terhadap seluruh transaksi yang masuk ke rekening pribadi Direktur selama 3 tahun terakhir.
2. Akan melapor secara resmi kepada OJK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penyelidikan lanjutan atas dugaan gratifikasi.
3. Melakukan tindakan tegas sesuai hukum yg berlaku terhadap Direktur Utama, serta Komisaris atas dugaan melakukan pembiaran tindak kejahatan perbankan.
Aliran dana nasabah ke rekening pribadi Direktur Utama BPR Majatama tidak hanya melanggar prinsip tata kelola perbankan, tetapi juga berpotensi membentuk skema kejahatan keuangan yang terorganisir.
Jika tidak segera ditindak secara tegas, praktik ini dapat mencederai kepercayaan masyarakat terhadap BPR Majatama sebagai lembaga keuangan daerah dan membuka celah tindak pidana korupsi yang lebih luas.
Direktur BPR Majatama Respon Tudingan
Direktur Utama PT BPR Majatama, Tri Hardianto, memberikan klarifikasi atas dugaan praktik yang mengaitkan dirinya dengan fasilitas gratifikasi dari Bank Central Asia (BCA), menyusul terungkapnya penggunaan rekening pribadi atas namanya sebagai tujuan pembayaran angsuran nasabah BPR Majatama.
Dalam keterangannya, Tri menjelaskan bahwa penggunaan rekening BCA atas nama pribadi tersebut dilakukan karena adanya keterbatasan administratif terkait pembukaan rekening giro atas nama perusahaan.
“Sesuai ketentuan, rekening BCA untuk perusahaan wajib menggunakan format giro, bukan tabungan. Sementara, dalam praktik operasional, rekening tabungan lebih fleksibel karena tidak memerlukan penggunaan cek atau bilyet giro (BG),” jelas Tri kepada Moralita.com.
Ia menyebut bahwa pembukaan rekening BCA atas nama pribadinya tersebut telah disertai dengan surat pernyataan resmi, yang menyatakan bahwa nomor rekening tersebut adalah milik operasional PT BPR Majatama, bukan untuk kepentingan pribadi.
“Setiap transaksi yang masuk dan keluar dari rekening tersebut sepenuhnya untuk kepentingan BPR Majatama dan diawasi agar tidak tercampur dengan keuangan pribadi,” imbuh Tri.
Tri juga menyatakan bahwa praktik ini bukanlah hal baru. “Rekening ini sudah saya buka sejak tahun 2015, dan sampai sekarang tidak pernah dipermasalahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kantor Akuntan Publik (KAP) saat melakukan audit dan pemeriksaan,” katanya.
Menanggapi tudingan bahwa penggunaan rekening pribadi tersebut berkorelasi dengan fasilitas kartu kredit berlimit tinggi dari BCA, Tri membantah keras.
“Tidak benar saya mendapat fasilitas kartu kredit ratusan juta dari BCA. Saya hanya memiliki satu kartu kredit BCA dengan plafon Rp30 juta, dan itu pun tidak pernah saya gunakan karena terlalu kecil bagi saya,” tegasnya.
Ia juga menolak dikaitkan dengan upaya memperkaya diri sendiri atau mencari keuntungan pribadi dari lalu lintas dana nasabah.
“Tidak ada maksud atau upaya untuk menerima gratifikasi. Rekening tersebut dibuat semata-mata untuk mendukung transaksi nasabah yang mayoritas ingin melakukan pembayaran melalui BCA. Pada saat itu, BPR Majatama mengalami kesulitan membuka rekening atas nama institusi di BCA,” lanjutnya.
Tri Hardianto menegaskan bahwa ia tidak menerima fasilitas pinjaman, KPR, ataupun kredit lainnya di BCA imbas dari rekening BCA penerima anguran nasabah BPR Majatama tersebut, dan seluruh transaksi keuangan pribadinya dipisahkan secara ketat dari rekening BCA untuk perusahaan.
“Berbeda dan terpisah dengan rekening BCA pribadi saya, rekening tersebut ditujukan khusus untuk kepentingan transaksi BPR Majatama meskipun rekening tersebut atas nama saya,” pungkasnya.
Discussion about this post