Mojokerto, Moralita.com – Para Kepala Desa di bawah naungan Paguyuban Kepala Desa (PKD) Kabupaten Mojokerto mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap rencana realisasi Bantuan Keuangan Desa (BK Desa) Tahun Anggaran 2025 yang dinilai tidak merata dan sarat kepentingan politik.
Pasalnya, dari anggaran yang dikucurkan melalui APBD Induk dan P-APBD 2025, hanya sebagian desa yang mendapatkan bantuan secara berulang, sementara banyak desa lainnya sama sekali tidak tersentuh bantuan tersebut.
Sekretaris Jenderal Paguyuban Kepala Desa (PKD) Kabupaten Mojokerto, Moh. Afif, menyoroti janji yang pernah disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mojokerto, Teguh Gunarko, pada (28/12/2024) lalu.
Saat itu menurutnya, Sekda berjanji bahwa desa-desa yang belum menerima BK Desa pada tahun 2024 akan menyusul mendapat alokasi bantuan. Namun, hingga Maret 2025, janji tersebut tak kunjung terealisasi.
“Sekdakab pernah berjanji bahwa desa-desa yang tidak kebagian BK Desa pada tahun 2024 akan mendapatkan alokasi tambahan. Tapi kenyataannya, hingga akhir tahun lalu dan sampai sekarang, janji itu tetap kosong. Ini jelas janji palsu Sekda, bentuk diskriminasi, dan politisasi anggaran yang merugikan desa-desa yang benar-benar membutuhkan,” tegas Afif, Rabu, (19/3).
Kesenjangan dan Ketidakadilan dalam Pencairan BK Desa di Kabupaten Mojokerto.
PKD menilai bahwa distribusi BK Desa tahun 2024 jauh dari kata adil dan merata. Banyak desa yang sudah menerima bantuan berkali-kali masih mendapatkan alokasi, sementara desa yang belum pernah mendapat bantuan sama sekali tetap dibiarkan tanpa alokasi.
“Jika memang bicara pemerataan, seharusnya desa yang sudah menerima BK Desa di tahun sebelumnya tidak lagi mendapatkan alokasi tambahan. Sebaliknya, desa yang benar-benar membutuhkan harus diprioritaskan,” ucapnya.
Menurut PKD, yang terjadi justru sebaliknya ada desa yang menerima BK Desa lebih dari satu kali, sementara desa lain tidak mendapatkan sepeser pun. Hal ini menciptakan kesenjangan besar dalam pembangunan desa.
PKD juga mengkritisi bahwa dalam pertemuan mereka sebelumnya dengan Sekda pada Selasa, (18/3/2025), pihak Pemkab Mojokerto berdalih bahwa desa penerima BK Desa sudah masuk dalam anggaran Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) sehingga tidak dapat diubah.
Namun, pihaknya menemukan hal yang kontradiktif, karena disisi lain Kabag Pembangunan, Yurdiansyah menyebut ada sekitar 19 titik yang dihapus dari Pagu karena beberapa alasan.
“Jika 19 titik itu bisa dirubah dan dihapus kenapa Sekda beralasan sudah masuk SIPD sehingga tidak dapat diubah. Tapi kami menilai ini hanya alasan untuk menutup-nutupi sesuatu. Seharusnya bisa direvisi. Jangan sampai ada permainan dalam distribusi dana ini,” jelas Afif.
Dugaan Politisasi BK Desa 2025, Produk Politik Bupati Sebelumnya?
PKD menegaskan bahwa alokasi BK Desa 2025 merupakan produk politik pemerintahan sebelumnya dan cenderung digunakan sebagai alat untuk kepentingan tertentu. Jika memang BK Desa adalah hak prerogatif Bupati, maka kebijakan tersebut seharusnya bisa diubah agar lebih adil dan merata.
“Saat pertemuan dengan Sekda pada Desember 2024, beliau menyatakan bahwa BK Desa adalah prerogatif Bupati. Jika benar demikian, mengapa sekarang dikatakan tidak bisa diubah? Ini menandakan bahwa ploting BK Desa adalah produk politik yang sarat kepentingan,” kata Afif.
PKD kini tengah mempertimbangkan langkah investigasi lebih lanjut untuk menelusuri potensi adanya kongkalikong dalam distribusi BK Desa. Jika ditemukan indikasi penyimpangan, PKD akan melaporkan persoalan ini ke aparat penegak hukum agar alokasi dana desa benar-benar berpihak kepada pembangunan yang berkeadilan untuk Desa.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika perlu, kami akan mendesak audit terhadap distribusi BK Desa untuk memastikan tidak ada praktik korupsi, nepotisme, atau kepentingan politik di balik kebijakan ini. Desa yang benar-benar membutuhkan harus mendapat haknya, bukan justru diabaikan,” pungkas Afif.
Discussion about this post