Jakarta, Moralita.com – Sidang Mahmakah Konstitusi (MK) sengketa hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur antara pasangan Khofifah-Emil dan Risma-Gus Hans terus memanas.
Tuduhan politisasi bantuan sosial (bansos) dan manipulasi Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilihan (Sirekap) menjadi sorotan utama dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (17/1).
Kuasa hukum paslon Khofifah-Emil, Edward Dewaruci, menolak tuduhan yang diajukan oleh pihak Risma-Gus Hans terkait politisasi bansos Program Keluarga Harapan (PKH). Ia menegaskan bahwa penyaluran bansos merupakan wewenang pemerintah pusat, khususnya Kementerian Sosial (Kemensos).
“Jika kita merujuk pada asumsi tuduhan pemohon, penyaluran bansos PKH sepenuhnya diatur oleh Kemensos yang kala itu dipimpin oleh Tri Rismaharini. Dengan demikian, tuduhan bahwa bansos digunakan untuk memengaruhi hasil pemilu oleh klien kami tidak relevan,” ujar Edward di Gedung MK, Jakarta.
Edward juga menambahkan bahwa mekanisme penyaluran bansos telah diatur secara sistematis dan tidak dapat dimanipulasi untuk kepentingan politik. Menurutnya, peraturan dari Kementerian Dalam Negeri RI menghentikan penyaluran bansos bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selama proses pemilihan berlangsung.
Tuduhan Manipulasi Sirekap Tidak Berdasar
Dalam sidang panel kedua, Edward juga membantah tuduhan manipulasi Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilihan (Sirekap) yang dilayangkan oleh pihak Risma-Gus Hans. Ia menegaskan bahwa Sirekap hanyalah alat bantu untuk transparansi data kepada publik, bukan dasar penetapan hasil pemilu.
“Dalil yang diajukan pemohon tidak berdasar. Sirekap tidak berfungsi sebagai dasar penetapan hasil pemilu, sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 5 Tahun 2024. Sistem ini hanya sarana pendukung, sehingga tuduhan manipulasi untuk menciptakan pola tidak wajar tidak memiliki bukti yang sahih,” jelas Edward.
Edward juga menepis klaim bahwa data dari TPS tertentu disaring untuk mempertahankan stabilitas suara pasangan Khofifah-Emil. Ia menegaskan bahwa tidak ada grafik persentase suara yang ditampilkan oleh KPU selama proses Sirekap, sehingga klaim tersebut tidak dapat dibuktikan secara valid.
Kubu Risma-Gus Hans Berencana Hadirkan Ahli
Sementara itu, pihak Risma-Gus Hans tetap pada argumen mereka bahwa penyaluran bansos memiliki korelasi signifikan dengan perolehan suara paslon nomor urut 2. Kuasa hukum mereka, Tri Wiyono Susilo, bahkan menghadirkan peta sebaran bansos yang diklaim menunjukkan hubungan antara distribusi bansos dan peningkatan suara.
“Peta ini menunjukkan area dengan distribusi bansos tertinggi yang berwarna merah pekat, yang juga berkorelasi dengan perolehan suara paslon nomor urut 2. Kami akan menghadirkan ahli untuk menganalisis hubungan statistik antara distribusi bansos dan hasil pemilu,” ungkap Wiyono.
Pasangan Khofifah-Emil melalui tim hukumnya meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak seluruh tuduhan yang diajukan oleh pihak Risma-Gus Hans. Mereka menilai tuduhan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan hanya berupa spekulasi tanpa bukti konkret.
“Kami berharap MK dapat menerima eksepsi kami dan menolak permohonan pemohon dalam sengketa ini. Tuduhan terkait politisasi bansos maupun manipulasi Sirekap tidak memiliki relevansi dengan fakta di lapangan,” pungkas Edward.
Proses Sidang Sengketa Masih Berlanjut
Sidang sengketa Pilkada Jawa Timur ini menjadi ujian penting bagi integritas sistem pemilu di Indonesia. Dengan kedua belah pihak menyampaikan argumen mereka, masyarakat berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan yang adil dan berdasarkan bukti hukum yang valid.
Proses persidangan diperkirakan akan berlangsung hingga beberapa pekan mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari kedua belah pihak.
Discussion about this post