PLN dan Kementerian ESDM Beda Proyeksi Subsidi Listrik 2026, Perlu Sinkronisasi Data
Oleh Redaksi Moralita — Selasa, 1 Juli 2025 12:30 WIB; ?>

Foto gedung PLN kantor pusat di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Jakarta, Moralita.com – PT PLN (Persero) mengakui adanya perbedaan proyeksi besaran subsidi listrik untuk tahun anggaran 2026 antara perusahaan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Perbedaan tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI yang berlangsung pada Senin (30/6), di Jakarta.
Direktur Retail dan Niaga PLN, Adi Priyanto, memaparkan bahwa pihaknya memproyeksikan kebutuhan subsidi listrik pada tahun 2026 sebesar Rp100,7 triliun, dengan volume penyaluran energi listrik mencapai 81,561 terawatt hour (TWh).
“Ini yang tadi sedikit berbeda dengan yang disampaikan Pak Jisman. Proyeksi kami sebesar Rp100,7 triliun, dengan volume 81,561 TWh. Angka ini kami susun berdasarkan forecast internal PLN,” ujarnya dalam forum RDP.
Adi menegaskan, PLN terbuka untuk melakukan sinkronisasi proyeksi bersama Kementerian ESDM guna memastikan akurasi dan keselarasan perhitungan subsidi dalam penyusunan RAPBN 2026.
“Ini tentu perlu kita sinkronkan bersama. Pak Jisman tadi menyampaikan proyeksinya dalam bentuk rentang. Harapannya nanti kami bisa menemukan titik temu yang tepat dalam penyusunan anggaran,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menjelaskan bahwa pihaknya memperkirakan subsidi listrik tahun 2026 berada dalam kisaran Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun, tergantung pada kondisi makroekonomi yang berlaku saat itu.
Ia merinci dua skenario makro yang menjadi dasar proyeksi:
- Skenario bawah: inflasi 1,5%, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$60 per barel, dan nilai tukar rupiah sebesar Rp16.500 per dolar AS → Subsidi diperkirakan Rp97,37 triliun.
- Skenario atas: inflasi 3,5%, ICP US$80 per barel, dan kurs rupiah Rp16.900 per dolar AS → Subsidi bisa mencapai Rp104,97 triliun.
“Subsidi ini diperuntukkan bagi 44,88 juta pelanggan, khususnya rumah tangga berdaya 450 VA dan 900 VA, serta sektor usaha kecil, industri kecil, dan fasilitas sosial,” terang Jisman.
Ia juga menegaskan bahwa subsidi listrik bersifat tepat sasaran dan hanya diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan sesuai basis data terpadu kesejahteraan sosial.
Dalam kesempatan yang sama, Jisman mengungkapkan bahwa outlook subsidi listrik tahun 2025 diperkirakan akan mencapai Rp90,32 triliun, atau melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp87,72 triliun.
Peningkatan ini didorong oleh fluktuasi tajam nilai tukar rupiah dan harga minyak dunia (ICP) yang memengaruhi biaya produksi listrik.
“Kurs dan ICP sangat volatil. Kita lihat sendiri, pergerakannya dari Rp14.000 menjadi Rp15.000 bahkan Rp16.000 per dolar AS dalam waktu singkat,” jelasnya.
Hingga Mei 2025, realisasi penyerapan subsidi listrik telah mencapai Rp35 triliun, dengan volume penjualan listrik meningkat dari 71 TWh pada 2024 menjadi proyeksi 76,63 TWh pada 2025.
Perbedaan proyeksi antara PLN dan Kementerian ESDM mencerminkan kompleksitas dalam pengelolaan subsidi energi, terutama di tengah dinamika ekonomi global dan domestik. Oleh karena itu, langkah sinkronisasi data dan proyeksi menjadi kunci agar alokasi anggaran subsidi dapat lebih akurat dan efisien.
RDP ini diharapkan menjadi titik awal bagi terciptanya koordinasi yang lebih solid antara pemangku kepentingan dalam menjaga keberlanjutan program subsidi listrik serta menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan di tengah tekanan ekonomi.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar