Beranda News Mantan Hakim MK Jimly Asshiddiqie Kritisi Kenaikan PBB di Pati hingga 250 Persen
News

Mantan Hakim MK Jimly Asshiddiqie Kritisi Kenaikan PBB di Pati hingga 250 Persen

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.,

Pati, Moralita.com – Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., menyoroti kebijakan Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo, yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga mencapai 250 persen. Menurut Jimly, kebijakan tersebut melampaui kewenangan seorang kepala daerah.

“Bupati tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan tarif pajak, apalagi menaikkan PBB hingga 250 persen. Objek pajak dan tarifnya harus diatur dalam undang-undang, sesuai ketentuan Pasal 23A UUD 1945,” tegas Jimly, seperti dikutip dari akun X pribadinya, Jumat (8/8).

Baca Juga :  Kemendagri Sebut Akan Ada Sanksi pada Kepala Daerah PDIP yang Tak Ikut Retret di Akmil Magelang

Jimly menilai, kenaikan tarif PBB sebesar itu tidak hanya bermasalah secara hukum, tetapi juga berpotensi membebani masyarakat secara tidak proporsional. Ia meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera mengambil langkah tegas.

“Kemendagri perlu segera menertibkan kebijakan tersebut dan melakukan pembinaan intensif kepada para kepala daerah agar tidak membuat aturan semaunya sendiri,” ujarnya.

Baca Juga :  Wamendagri Kepemimpinan Ibarat Konduktor,  Berlandaskan Kompetensi, Seni, dan Intuisi

Lebih lanjut, Jimly menjelaskan bahwa Pasal 23A UUD 1945 secara eksplisit mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus ditetapkan melalui undang-undang. Hal ini karena kebijakan perpajakan memiliki dampak langsung terhadap hak dan beban yang ditanggung rakyat.

“Mengapa dalam Pasal 23A UUD disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara diatur dengan undang-undang? Karena rakyatlah yang berdaulat,” kata Jimly.

Baca Juga :  Registrasi dan Pemeriksaan Kesehatan Pra Pelantikan Kepala Daerah Terpilih di Kemendagri

“Menambah beban rakyat atau mengurangi hak dan kebebasannya hanya boleh dilakukan atas persetujuan rakyat sendiri melalui mekanisme legislasi,” tambahnya.

Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo telah menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya yang dinilai menantang masyarakat untuk menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan PBB di wilayahnya. Meski demikian, kebijakan kenaikan PBB hingga saat ini masih menuai kritik dari berbagai pihak, baik dari kalangan akademisi, aktivis, maupun legislator.

Sebelumnya

Abdullah Desak Polda DIY Usut Tuntas Kasus Judi Online, Termasuk Tangkap Bandar

Selanjutnya

Mantan Menag Yaqut Sampaikan Terima Kasih kepada KPK Usai Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Moralita
Bagikan Halaman