Rabu, 20 Agu 2025
light_mode
Beranda » News » Kenaikan PBB-P2 Picu Gelombang Protes di Berbagai Daerah, Pemerintah Pusat Bantah Pemangkasan Dana Transfer sebagai Pemicu

Kenaikan PBB-P2 Picu Gelombang Protes di Berbagai Daerah, Pemerintah Pusat Bantah Pemangkasan Dana Transfer sebagai Pemicu

Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 15 Agustus 2025 16:18 WIB

Jakarta, Moralita.com – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah wilayah memicu gelombang protes yang meluas setelah awalnya terjadi kericuhan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Aksi penolakan kini merembet ke berbagai daerah, termasuk Bone, Cirebon, Jombang, dan Semarang.

Sejumlah ekonom menilai kenaikan signifikan PBB-P2 dipicu oleh pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat sebagai bagian dari kebijakan efisiensi anggaran. Namun, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membantah tuduhan tersebut, menegaskan bahwa kebijakan PBB-P2 sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Di Bone, Sulawesi Selatan, mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bone menggelar unjuk rasa di depan kantor bupati dan DPRD pada Kamis (14/8/2025). Ketua PMII Bone, Zulkifli, mengungkap temuan adanya kenaikan pajak hingga 300% bagi sebagian warga. Ia bertekad memperbesar skala aksi hingga tuntutan pencabutan kebijakan ini dipenuhi.

Warga pun merasakan beban yang meningkat drastis. Fajar, warga setempat, mengaku tahun lalu membayar Rp27.000 untuk lahan dan bangunan seluas 75 m², namun khawatir tahun ini melonjak hingga sekitar Rp100.000. Sementara itu, Suriani, ibu rumah tangga pemilik lahan satu hektare, terkejut ketika tagihan PBB-P2 naik dari Rp100.000 menjadi Rp300.000 tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Baca Juga :  Validasi Data Penerima Program Makan Bergizi Gratis di Jombang Rampung, Implementasi Tunggu Instruksi Pusat

Pemerintah Kabupaten Bone melalui Kepala Dinas Kominfo, Anwar, mengakui adanya kenaikan, namun membantah mencapai 300%, menyebut rata-rata kenaikan berada pada kisaran 65%. Ia berdalih penyesuaian dilakukan setelah nilai PBB tahun 2024 hanya sebesar Rp30 miliar, sedangkan target 2025 naik menjadi Rp50 miliar.

Cirebon: Kenaikan Hingga 1.000%

Di Kota Cirebon, kelompok Paguyuban Pelangi mengklaim kenaikan PBB-P2 berada di rentang 150% hingga 1.000%. Salah satu anggota, Darma Suryapratana, menyebut tagihan PBB-P2 miliknya melonjak dari Rp6,2 juta pada 2023 menjadi Rp65 juta pada 2024, sebelum mendapat potongan menjadi Rp18 juta.

Paguyuban ini menuntut pengembalian tarif PBB-P2 seperti tahun 2023. Kelompok Paguyuban Masyarakat Cirebon (Pamaci) bahkan merencanakan aksi besar pada 11 September mendatang. Menanggapi hal ini, Wali Kota Cirebon Effendi Edo membantah adanya kenaikan hingga 1.000% dan berjanji mengkaji ulang kebijakan tersebut. DPRD Kota Cirebon mengonfirmasi lonjakan dipicu penyesuaian NJOP yang tidak diperbarui selama 12 tahun terakhir.

Baca Juga :  Kericuhan Demo Bupati Sudewo, DPRD Pati Sebut Ada Dua Warga Meninggal

Jombang dan Semarang: Respons Berbeda

Bupati Jombang, Warsubi, menyatakan pihaknya hanya meneruskan kebijakan yang sudah berlaku sejak 2024, sebelum ia menjabat. Meski demikian, Pemkab akan membentuk tim khusus untuk menangani keberatan wajib pajak. Warga mengaku kaget dengan lonjakan tagihan antara 700% hingga 1.200%.

Berbeda dengan Jombang, Bupati Semarang Ngesti Nugraha justru membatalkan kenaikan NJOP setelah menerima surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri yang mengimbau penyesuaian tarif pajak dengan memperhatikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Bagi warga yang telah membayar lebih, Pemkab menjanjikan pengembalian dana sesuai prosedur.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menduga kenaikan PBB-P2 yang terjadi hampir serentak dipicu pemangkasan TKD sebesar Rp50,29 triliun oleh pemerintah pusat. Pemotongan ini dilakukan untuk mengalihkan dana ke program prioritas seperti Makanan Bergizi Gratis, swasembada pangan dan energi, serta perbaikan sektor kesehatan.

Baca Juga :  Warga Jombang Geger, Mayat Membusuk Ditemukan di Rumah Kontrakan, Istri Diduga Jadi Pelaku

Menurut Herman, pemangkasan TKD—terutama Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik—mengganggu belanja modal daerah yang biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Ia menilai, alih-alih menaikkan pajak, pemerintah daerah seharusnya mengoptimalkan pemungutan pajak melalui digitalisasi, perbaikan basis data wajib pajak, pemanfaatan aset daerah, dan peningkatan investasi.

Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menilai fenomena ini sebagai sinyal bahwa perekonomian nasional sedang berada di bawah tekanan. Ia mengaitkan kebijakan efisiensi anggaran dengan kewajiban pembayaran utang jatuh tempo pemerintah periode 2025–2027 yang mencapai Rp2.827 triliun. Menurutnya, kebijakan yang diambil pemerintah pusat cenderung “penting tapi tidak genting,” sehingga perlu evaluasi ulang demi mencegah meluasnya gejolak sosial.

Pemerintah Pusat Bantah

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa kenaikan PBB-P2 di daerah bukan akibat pengurangan alokasi anggaran dari pemerintah pusat. Ia menyatakan, kebijakan tersebut sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah dan setiap wilayah memiliki pertimbangan yang berbeda.

  • Penulis: Redaksi Moralita

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less