Jumat, 12 Sep 2025
light_mode
Beranda » News » RSUD Sosodoro Bojonegoro Buka Suara soal Luka Bakar Pasien, Malpraktik atau KTD?

RSUD Sosodoro Bojonegoro Buka Suara soal Luka Bakar Pasien, Malpraktik atau KTD?

Oleh Tim Redaksi Moralita — Kamis, 11 September 2025 21:04 WIB

Bojonegoro, Moralita.com – Setelah ramai  dugaan malpraktik terhadap pasien, Direktur RSUD Sosodoro Djatikoesoemo, dr. Ani Pujiningrum, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan mengklarifikasi.

“Penanganan medis dilakukan sejak hari pertama hingga saat ini. Bahkan kami siapkan fasilitas antar jemput agar pasien tetap mendapat pemulihan optimal,” ujarnya, Kamis (11/9).

Namun, Ani mengakui bahwa komunikasi resmi dengan keluarga memang baru terjalin akhir Agustus. “Ada jeda dalam komunikasi, tapi kami berkomitmen penuh sampai pasien benar-benar sembuh,” tambahnya.

Sementara itu, dokter ortopedi yang menangani operasi, dr. Donny Noerhadiono, menolak anggapan bahwa insiden tersebut masuk kategori malpraktik.

Menurutnya, luka bakar yang muncul adalah kejadian tidak diinginkan (KTD) akibat korsleting pada alat medis Electro Surgical Unit (ESU), alat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan.

Sekedar Informasi bahwa alat medis Electro Surgical Unit (ESU) adalah alat bedah medis yang menggunakan arus listrik frekuensi tinggi untuk memotong, mengentalkan, atau mengeringkan jaringan tubuh saat operasi, sehingga meminimalkan kehilangan darah.

Baca Juga :  Kasus Dugaan Malpraktik RSUD Bojonegoro: Operasi Tulang Punggung ke Muncul Luka Baru Di Lutut

Arus listrik frekuensi tinggi ini menyebabkan efek pemanasan (termal) pada jaringan, bukan efek listrik langsung seperti pada arus frekuensi rendah, bertujuan mengurangi efek faradik dan elektrolitik pada pasien bedah.

“Saat itu operasi bedah berjalan sekitar satu jam. Luka di kaki pasien memang serius, masuk derajat 3, tapi ini bukan malpraktik. Ini murni kecelakaan medis yang peluangnya sangat langka, 1 banding 1000,” jelasnya.

Di sisi lain, keluarga pasien masih kecewa dengan sikap rumah sakit. Yudi, perwakilan keluarga, menilai RSUD tidak transparan. “Kami sudah berkali-kali minta penjelasan, tapi baru ada jawaban resmi setelah 19 hari, tepatnya pada 31 Agustus. Itu pun setelah kami desak,” tegasnya.

Baca Juga :  Tiga BUMD Belum Setor Dividen ke Kas Daerah, Bojonegoro Kehilangan Potensi PAD Rp17,47 Miliar

Ia juga menambahkan bahwa sebelum RSUD bergerak, keluarga harus menyewa perawat mandiri untuk merawat Duwi di rumah dengan biaya pribadi. “Ini membebani keluarga. Padahal rumah sakit punya tanggung jawab penuh,” ujar Yudi.

Pihak keluarga kini menuntut pertanggungjawaban penuh, mulai dari biaya pengobatan, pemulihan, hingga ganti rugi atas kerugian yang diderita pasien. Jika tidak ada iktikad baik, mereka siap melaporkan kasus ini ke ranah hukum dengan dugaan malpraktik medis.

Dr. Donny mengakui luka yang dialami pasien memang cukup besar, setara setengah telapak tangan. Karena tergolong luka bakar derajat 3, Duwi harus menjalani operasi lanjutan untuk membersihkan jaringan rusak dan menutup luka agar terhindar dari infeksi berbahaya.

“Sepanjang 12 tahun saya berpraktik, baru kali ini menemui kasus seperti ini. Ini benar-benar di luar kendali kami,” ujarnya.

Baca Juga :  Bus Jemaah Umroh Terbalik dan Terbakar, Anggota DPRD dan Wadir RS Muhammadiyah Bojonegoro Meninggal Dunia

Kasus ini akhirnya memunculkan perdebatan publik: apakah insiden tersebut murni kecelakaan medis atau justru indikasi malpraktik?

Bagi keluarga, keterlambatan penjelasan serta beban biaya pribadi adalah bentuk ketidaktransparanan manajemen rumah sakit.

Sementara dari sisi RSUD, insiden ini disebut sebagai risiko medis langka (freak accidents) yang tetap akan diupayakan penanganan pemulihannya pasien sesuai SOP.

  • Penulis: Tim Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less