Nasdem Kritik Penghapusan Presidential Threshold oleh MK
Oleh Redaksi Moralita — Kamis, 2 Januari 2025 18:48 WIB; ?>

Nasional, Moralita.com – Partai Nasdem menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) berpotensi menyulitkan pelaksanaan pemilihan presiden di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, menilai MK kurang mempertimbangkan dampak dan kerumitan yang akan muncul dari keputusan tersebut.
“Putusan MK ini kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang dapat membawa kerumitan dalam praktiknya nanti,” ujar Hermawi, pada Kamis (2/1).
Dirinya menjelaskan bahwa presidential threshold merupakan mekanisme seleksi awal untuk menentukan kandidat pemimpin yang kredibel. Menurutnya, aturan ini adalah praktik yang lazim digunakan, tidak hanya dalam pemilihan presiden, tetapi juga dalam berbagai proses pemilihan lainnya di berbagai tingkatan.
“Presidential threshold adalah aturan yang sangat biasa dan berlaku universal, baik dalam pemilihan ketua organisasi maupun di lingkungan pemerintahan, bahkan hingga level kelurahan,” katanya.
Oleh karena itu, Hermawi berpendapat bahwa seharusnya MK meninjau ulang persentase ambang batas tersebut alih-alih menghapusnya sepenuhnya.
“Jika alasannya adalah meningkatnya kesadaran politik dan pendidikan rakyat, yang relevan adalah meninjau persentase threshold, bukan menghapusnya,” tegasnya.
Hermawi mengaku sulit membayangkan pelaksanaan pemilu presiden tanpa adanya presidential threshold, terutama dalam konteks negara dengan populasi besar seperti Indonesia.
“Sungguh sulit dibayangkan bagaimana pilpres tanpa threshold akan berlangsung, khususnya di negara dengan ratusan juta penduduk seperti NKRI,” ungkapnya.
Sebelumnya, MK memutuskan untuk menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menyatakan bahwa presidential threshold membatasi hak rakyat dalam memilih pemimpin dan membatasi hak konstitusional warga negara untuk mencalonkan diri.
“Hal ini berdampak pada terbatasnya alternatif pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat dipilih oleh rakyat,” ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra.
MK juga menyoroti bahwa ambang batas ini kerap memunculkan hanya dua pasangan calon atau bahkan satu pasangan calon presiden, yang pada akhirnya dapat memicu polarisasi di masyarakat dan mengancam kebinekaan Indonesia.
Dengan putusan tersebut, MK menegaskan bahwa seluruh partai politik memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. MK meminta DPR dan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Pemilu agar pengusulan pasangan calon tidak lagi didasarkan pada persentase jumlah kursi DPR atau perolehan suara sah nasional.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar