Senin, 21 Jul 2025
light_mode
Home » News » Sejarah Petirtaan Jolotundo, Warisan Peradaban Kuno di Lereng Gunung Penanggungan Mojokerto

Sejarah Petirtaan Jolotundo, Warisan Peradaban Kuno di Lereng Gunung Penanggungan Mojokerto

Oleh Redaksi Moralita — Selasa, 7 Januari 2025 23:20 WIB

Mojokerto, Moralita.com – Petirtaan Jolotundo, yang terletak di lereng Gunung Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, merupakan salah satu situs purbakala penting yang menyimpan jejak peradaban kuno Nusantara.

 

Dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke-10 Masehi, petirtaan ini mencerminkan keunggulan arsitektur dan fungsi spiritual masyarakat pada zamannya.

 

Menurut catatan sejarah, Petirtaan Jolotundo dibangun pada masa pemerintahan Raja Udayana dari Dinasti Warmadewa. Petirtaan ini dipersembahkan sebagai tempat pemujaan dan sumber air suci untuk Dewi Parwati, pasangan Dewa Siwa, sekaligus untuk memperingati kelahiran putra Raja Udayana, Airlangga. Airlangga kelak menjadi raja besar yang mendirikan Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur.

 

Situs ini dibangun dengan batu andesit yang disusun secara presisi, menunjukkan tingkat keahlian tinggi dalam teknologi konstruksi. Struktur petirtaan terdiri dari kolam persegi panjang dengan dinding bertingkat yang dialiri oleh mata air alami dari Gunung Penanggungan. Airnya mengalir secara konstan, menjadikan Petirtaan Jolotundo sebagai salah satu sumber air murni yang terus digunakan hingga saat ini.

Baca Juga :  Sejarah dan Perkembangan Jembatan Gajah Mada Mojokerto, Ikon Penghubung Sejarah dan Modernisasi

 

Petirtaan Jolotundo tidak hanya berfungsi sebagai tempat penampungan air, tetapi juga sebagai tempat pemujaan dan pemandian yang dianggap sakral oleh masyarakat Hindu-Buddha pada masa itu. Air dari petirtaan ini dipercaya memiliki nilai spiritual tinggi, digunakan untuk ritual penyucian dan upacara keagamaan.

 

Hingga kini, banyak pengunjung yang datang ke Jolotundo untuk melakukan meditasi atau ritual tertentu. Tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi, memperkuat keyakinan masyarakat setempat akan keistimewaan situs ini.

Pengunjung petirtaan Jolotundo menuju tempat pemandian

Salah satu pengunjung menuju tempat pemandian Petirtaan Jolotundo

Penelitian arkeologi yang dilakukan di Petirtaan Jolotundo menunjukkan bahwa situs ini merupakan salah satu petirtaan terbesar dan tertua di Indonesia. Keberadaan relief, arca, serta tata letak bangunan yang menghadap Gunung Penanggungan mengindikasikan hubungan erat dengan konsep kosmologi Hindu-Buddha, di mana gunung dianggap sebagai simbol poros dunia (axis mundi).

Baca Juga :  Korupsi Dana Desa Rp 120 Juta, Mantan Kades Mojowono Mojokerto Digelandang Polisi

 

Para ahli juga mencatat bahwa air dari petirtaan ini memiliki tingkat kejernihan yang sangat baik, serta mengandung mineral yang diyakini bermanfaat untuk kesehatan. Mata air Jolotundo hingga kini tetap menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya.

 

Sebagai warisan budaya dan sejarah, Petirtaan Jolotundo telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh pemerintah Indonesia. Meski demikian, tantangan pelestarian tetap ada, seperti risiko kerusakan akibat aktivitas manusia, perubahan lingkungan, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga situs ini.

Baca Juga :  Wisata Kuliner Tahun Baru 2025 di Jawa Timur

 

Untuk itu, pemerintah daerah bekerja sama dengan komunitas lokal dan arkeolog terus melakukan upaya konservasi, termasuk restorasi struktur yang rusak serta pengelolaan kawasan wisata secara berkelanjutan.

 

Petirtaan Jolotundo adalah saksi bisu perjalanan panjang peradaban Nusantara yang kaya akan nilai budaya, spiritual, dan ilmiah. Situs ini tidak hanya menjadi warisan sejarah yang berharga, tetapi juga bukti kemajuan teknologi dan kepercayaan masyarakat pada masa lampau. Dengan upaya pelestarian yang terus dilakukan, diharapkan Petirtaan Jolotundo dapat terus memberikan manfaat bagi generasi mendatang sebagai sumber inspirasi dan pembelajaran.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less