Tolak Teken Damai, Kekecewaan Tuntutan Orang Tua Korban Meninggal SMPN 7 Mojokerto di Pantai Drini
Oleh Redaksi Moralita — Kamis, 30 Januari 2025 18:20 WIB; ?>

Istiqomah, Ibu Malvein siswa SMPN 7 Kota Mojokerto tak bisa menahan derai air mata setelah mendengar kabar putranya meninggal dunia di Pantai Drini.
Mojokerto, Moralita.com – Kehilangan seorang anak dalam tragedi tenggelam di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta pada (28/1) meninggalkan luka mendalam bagi Yosef 44 tahun dan Istiqomah 38 tahun, orang tua dari Malvein Yusuf Ad Dhuqa, salah satu korban dari empat siswa SMPN 7 Kota Mojokerto yang meninggal dunia.
Selain berduka, pasangan ini merasa kecewa dan tidak puas dengan respons pihak sekolah yang dinilai kurang transparan dan empati.
Kekecewaan Yosef terhadap Pihak Sekolah
Yosef, ayah almarhum Malvein, mengungkapkan kekecewaannya terhadap SMPN 7 Kota Mojokerto karena tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai kronologi kejadian yang merenggut nyawa anaknya. Ia mencurigai adanya upaya untuk menutup-nutupi informasi dari pihak sekolah.
“Saya merasa ada yang disembunyikan. Tidak ada penjelasan yang jelas tentang bagaimana anak saya bisa terseret ombak,” ujar Yosef.
Kekecewaannya semakin memuncak ketika pihak sekolah mendatangi rumah duka pada Rabu, 29 Januari 2025, dengan membawa tiga lembar surat pernyataan bermaterai. Surat tersebut berisi permintaan agar keluarga korban mengikhlaskan kejadian tersebut, tidak menuntut secara hukum, dan menyatakan insiden tersebut sebagai kecelakaan laut.
Yosef menolak menandatangani surat tersebut karena merasa dipaksa dan tidak dihargai dalam suasana duka yang masih sangat terasa.
“Saya tiba-tiba disodori surat, disuruh membaca dan menandatanganinya dengan cepat. Ini tidak sopan. Mereka bahkan menyebutkan ada uang santunan setelah tanda tangan, itu yang membuat saya marah. Langsung saya robek surat itu,” tegas Yosef saat ditemui di rumah duka pada Kamis, (30/1).
Yosef juga merasa tersinggung karena tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai kronologi kematian putranya. Ia bahkan menerima kabar duka melalui media sosial, bukan dari pihak sekolah. “Guru-guru yang kami tanya hanya diam, tidak memberikan jawaban. Ini sangat tidak profesional,” tambahnya.
Keprihatinan Ibu Korban
Ibu Malvein, Istiqomah, mengungkapkan bahwa ia sebenarnya melarang anaknya mengikuti kegiatan _outing class_ ke Pantai Drini. Namun, keputusan tersebut tidak dapat mencegah terjadinya tragedi. “Saya sudah melarang, tapi Malvein tetap ingin ikut. Sekarang saya hanya bisa menyesal,” ujarnya dengan suara bergetar.
Istiqomah juga menyoroti ketidakjelasan administrasi terkait kegiatan tersebut. Ia mengaku telah membayar Rp 500.000 untuk biaya _outing class_, tetapi tidak menerima kwitansi pembayaran atau surat izin tertulis dari pihak sekolah. “Anak saya yang membayar langsung, tapi tidak ada bukti pembayaran atau surat apa pun dari sekolah. Ini sangat tidak transparan,” ungkapnya.
Tuntutan Transparansi dan Pertanggungjawaban
Yosef dan Istiqomah menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari pihak sekolah terkait tragedi yang menimpa anak mereka. Mereka meminta penjelasan yang jelas mengenai kronologi kejadian, langkah-langkah keselamatan yang diambil, serta alasan mengapa kegiatan tersebut tetap dilaksanakan meskipun memiliki risiko tinggi.
“Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ada pengawasan yang memadai? Apakah anak-anak diberi pengarahan yang cukup tentang keselamatan di pantai? Ini yang harus dijelaskan oleh sekolah,” tegas Yosef.
Pasangan ini juga menolak segala bentuk upaya penyelesaian yang terkesan dipaksakan, seperti surat pernyataan yang diberikan pihak sekolah. Mereka menginginkan proses yang lebih manusiawi dan menghargai kondisi keluarga yang sedang berduka.
Meskipun pihak sekolah dan pemerintah kota telah memberikan penjelasan bahwa surat pernyataan tersebut dimaksudkan untuk keperluan administrasi dan asuransi, Yosef dan Istiqomah merasa bahwa langkah tersebut tidak tepat dan kurangnya kepekaan terhadap keadaan.
Mereka berharap pemerintah dan dinas pendidikan setempat dapat mengambil langkah tegas untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Kami tidak ingin ada keluarga lain yang mengalami hal serupa. Pihak sekolah dan pemerintah harus lebih bertanggung jawab dalam mengawasi kegiatan siswa, terutama yang melibatkan risiko tinggi,” kata Istiqomah.
Dalam kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya komunikasi yang baik dan efektif antara sekolah dan orang tua, serta perlunya protokol keselamatan yang ketat dalam setiap kegiatan siswa. Keluarga Malvein berharap agar kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan keselamatan siswa.
Respons Pemkot Mojokerto dan Pihak Sekolah
Penjabat Wali Kota Mojokerto, Moch Ali Kuncoro, mengakui adanya kesalahpahaman antara orang tua korban dan pihak sekolah. Ia menjelaskan bahwa surat pernyataan yang diberikan dimaksudkan sebagai kelengkapan administrasi.
“Ada miskomunikasi. Surat itu sebenarnya untuk kelengkapan administrasi, terutama dalam proses pemeriksaan dan laporan kejadian,” ujar Kuncoro dalam konferensi pers di Kantor Pemerintah Kota Mojokerto.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto, Ruby Hartoyo, menyatakan bahwa surat tersebut terkait dengan keperluan asuransi. Namun, karena adanya penolakan dari orang tua korban, proses penandatanganan surat tersebut ditunda sementara.
“Surat itu awalnya untuk keperluan asuransi, tapi kami tunda dulu. Yang penting saat ini adalah memberikan dukungan kepada keluarga korban,” jelas Ruby.
Ruby juga menginformasikan bahwa Kepala SMPN 7 Kota Mojokerto, Evi Poespito Hany, bersama beberapa guru lainnya, masih berada di Gunungkidul untuk mendampingi dua siswa yang selamat, yaitu Ainoah dan Ahmad Muzaki. Keduanya saat ini sedang menjalani perawatan di RSUP dr Sardjito, Yogyakarta.
“Beberapa guru masih mendampingi siswa yang selamat, sementara yang lain sudah kembali ke sekolah untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajar. Pagi ini, kami juga mengadakan doa bersama,” jelas Ruby.
Tuntutan Transparansi dan Pertanggungjawaban
Tragedi ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan kegiatan sekolah, terutama yang melibatkan risiko tinggi seperti kegiatan di pantai. Keluarga korban menuntut penjelasan yang lebih jelas dan komprehensif dari pihak sekolah terkait kronologi kejadian serta langkah-langkah pencegahan yang seharusnya dilakukan.
Pemerintah Kota Mojokerto dan Dinas Pendidikan setempat diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Selain itu, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur dan protokol keselamatan dalam setiap kegiatan sekolah, termasuk mekanisme komunikasi efektif dengan orang tua siswa.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment