KH. Asep Saifuddin Chalim Tegaskan Pendidikan Harus Gratis di Kabupaten Mojokerto, Pungli Berawal Praktik Jual Beli Jabatan Kepala Sekolah
Oleh Redaksi Moralita — Minggu, 23 Maret 2025 21:03 WIB; ?>

KH. Asep Saifuddin Chalim saat berikan keterangan kepada wartawan.
Mojokerto, Moralita.com – Pendidikan gratis menjadi isu sentral yang kembali disuarakan oleh KH. Asep Saifuddin Chalim dalam acara buka bersama dan santunan anak yatim di Guest House Amanatul Ummah, Minggu (23/3/2025).
Dalam kesempatan tersebut, ulama kharismatik dzuriyah putra pendiri NU ini menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi sekolah negeri di Kabupaten Mojokerto untuk tidak menggratiskan biaya pendidikan. Bahkan, ia juga menyoroti adanya indikasi jual beli jabatan di lingkungan sekolah yang berdampak pada pungutan liar terhadap wali murid di era pemerintahan daerah sebelumnya.
Sekolah Negeri Harus 100% Gratis, Tidak Ada Alasan untuk Menarik Biaya
Menurut KH. Asep Saifuddin Chalim, sekolah negeri sudah mendapat berbagai sumber pendanaan yang cukup untuk menggratiskan biaya pendidikan. Ia merinci bahwa guru-guru di sekolah negeri telah menerima gaji dari pemerintah, tunjangan sertifikasi, impassing, serta didukung oleh Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah).
“Guru ASN itu sudah lebih dulu mendapatkan sertifikasi sebelum guru swasta. Mereka menerima gaji, sertifikasi, impassing—yang nilainya bisa meningkat dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta—serta didukung oleh Dana BOS dan BOSDA. Jadi, kalau masih ada sekolah negeri yang menarik uang pangkal atau biaya lain dari siswa, itu jelas kesalahan mutlak dari kepala sekolah dan pengelola sekolah,” tegas Kyai Asep.
Lebih lanjut, KH. Asep menyebutkan bahwa pungutan liar yang dilakukan sekolah patut dicurigai sebagai dampak dari praktik jual beli jabatan kepala sekolah. Ia menduga ada kepala sekolah yang membeli jabatan dengan harga tinggi, sehingga merasa perlu menarik pungutan dari wali murid untuk mengembalikan modalnya.
“Kalau masih ada sekolah yang menarik uang pangkal, bisa jadi kepala sekolahnya dulu membeli jabatan. Maka sekarang, dia berusaha mengembalikan modal dari pungutan kepada siswa,” ujar Kyai Asep.
SMK dan SMA Swasta Juga Harus Gratis, Kecuali yang Punya Layanan Tambahan 6 hari Fullday
Selain sekolah negeri, KH. Asep juga menyoroti kebijakan pembiayaan pendidikan di sekolah swasta, khususnya SMA dan SMK swasta. Ia menegaskan bahwa dengan adanya Dana BOS dan BOSDA, sekolah swasta seharusnya juga bisa menggratiskan biaya pendidikan, kecuali bagi sekolah yang menyediakan layanan tambahan seperti 6 hari full day school atau program unggulan lainnya.
“SMK dan SMA swasta harusnya gratis karena ada Dana BOS dan BOSDA. Kecuali yang punya layanan tambahan seperti full 6 day school, yang masuk enam hari penuh, itu masih diperbolehkan menarik biaya tambahan. Tapi kalau hanya lima hari sekolah, harus gratis, sama seperti sekolah negeri,” beber Kyai Asep
Nasib Madrasah Aliyah (MA), Tidak Dapat BOSDA, Dana BOS Dikurangi
Dalam paparannya, KH. Asep juga menyoroti ketimpangan pendanaan yang dialami Madrasah Aliyah (MA). Berbeda dengan sekolah negeri dan swasta yang mendapat BOSDA, madrasah justru tidak mendapat bantuan dari pemerintah daerah.
“Kasihan sekali MA ini, mereka tidak dapat BOSDA, padahal mereka juga mendidik anak-anak kita. Lebih parahnya lagi, Dana BOS yang semula Rp 1.450.000 per siswa per tahun, sekarang malah dikurangi menjadi Rp 1.050.000,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, KH. Asep mengusulkan agar Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, memberikan dana hibah kepada madrasah setiap dua tahun sekali.
“Kalau tidak, masyarakat akan menganggap ini sebagai bentuk diskriminasi. Sama-sama rakyat Jawa Timur, kenapa sekolah lain dapat BOSDA, sementara MA tidak? Maka Pemprov Jatim harus memberikan hibah untuk MA setiap dua tahun sekali agar mereka tidak tertinggal,” tegasnya.
SD dan SMP di Mojokerto Harus Gratis, Tak Ada Lagi Pungutan
Lebih lanjut, KH. Asep juga menegaskan bahwa SD dan SMP di Kabupaten Mojokerto harus gratis sepenuhnya. Pasalnya, selain guru sudah mendapat gaji, sertifikasi, dan impassing, sekolah juga menerima Dana BOS dari pemerintah pusat.
“Kalau SD dan SMP tidak gratis, itu sudah tidak masuk akal! Gaji guru dibayar pemerintah, sertifikasi ada, impassing ada, BOS juga ada. Kenapa harus bayar lagi?” tandasnya.
KH. Asep menekankan bahwa di era kepemimpinan Bupati Mojokerto Muhamad Albarra, praktik jual beli jabatan tidak boleh ada sedikitpun agar tidak ada lagi kepala sekolah yang menarik pungutan liar.
“Dulu di era Bupati sebelumnya, katanya sekolah gratis, tapi kenyataannya masih ada pungli. Itu jelas dugaan karena jual beli jabatan masih marak. Sekarang, jual beli jabatan sudah dihapus, maka masyarakat harus menuntut pendidikan gratis sepenuhnya!,” serunya.
Kendala BOSDA di Mojokerto: Warisan Kebijakan Sebelumnya
KH. Asep juga menjelaskan bahwa Pemkab Mojokerto belum bisa memberikan BOSDA untuk SD dan SMP karena tidak dianggarkan dalam APBD. Hal ini, menurutnya, adalah warisan dari kebijakan bupati sebelumnya yang tidak memasukkan BOSDA dalam rencana anggaran daerah.
“Sekarang memang belum ada BOSDA untuk SD dan SMP di Mojokerto, karena ini masih warisan dari era Bupati sebelumnya yang tidak mau memasukkan BOSDA dalam APBD. Tapi ke depan, ini harus diperjuangkan agar pendidikan benar-benar gratis tanpa pungutan apa pun,” tegasnya.
Pendidikan Gratis Adalah Hak Rakyat, Bukan Sekadar Janji
KH. Asep Saifuddin Chalim mengakhiri pernyataannya dengan menegaskan bahwa pendidikan gratis adalah hak rakyat yang harus diperjuangkan bersama.
“Tidak ada lagi alasan untuk menarik biaya pendidikan, baik di SD, SMP, SMA, maupun SMK negeri. Sekarang tidak ada lagi jual beli jabatan, maka rakyat harus menuntut haknya! Jika masih ada pungutan, maka rakyat harus bersuara dan meminta keadilan,” pungkasnya.
Dengan pernyataan tegas ini, KH. Asep Saifuddin Chalim mengingatkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pendidikan yang adil dan merata, tanpa membebani masyarakat dengan biaya yang seharusnya tidak perlu mereka tanggung.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment