Mojokerto, Moralita.com – Kondisi BPR Majatama Mojokerto memprihatinkan, tingginya rasio kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) serta disinyalir langgar aturan tata kelola BUMD terkuak tabir buruknya manajemen dan pengawasan di tubuh lembaga perbankan plat merah milik Kabupaten Mojokerto tersebut.
Berdasar Laporan RUPS 2024 BPR Majatama, mengungkap serangkaian indikasi pelanggaran serius terhadap aturan perbankan dan prinsip tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG), yang berpotensi menimbulkan risiko hukum dan kerugian bagi keuangan Pemkab Mojokerto.
Tingginya rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) BPR Majatama yang tercatat sebesar 6,47% bruto dan 5,82% net per 31 Desember 2024. Angka tersebut melampaui batas maksimal 5% yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR.
“Ini menjadi indikator kegagalan manajemen BPR Majatama dibawah komando Sekdakab Teguh Gunarko sebagai Komisaris Utama, lemahnya pengawasan internal atau sengaja dilemahkan sehingga peluang terjadinya fraud dalam pemberian kredit manipulatif terjadi,” ujar Ketua FKI-1, Wiwit Hariyono, Rabu (23/4).
Masalah semakin kompleks dengan fakta bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mojokerto, Teguh Gunarko menjabat sebagai Komisaris Utama BPR Majatama, didampingi Kepala Inspektorat, Poedji Widodo sebagai Komisaris.
Menurut Wiwit, hal ini bertentangan dengan Pasal 68 ayat (1) Permendagri No. 94 Tahun 2017 secara tegas mensyaratkan bahwa komisaris harus bebas dari conflict of interest dan tidak boleh merangkap jabatan yang memengaruhi independensi pengawasan Bank Daerah.
“Posisi Sekda dan Kepala Inspektorat sebagai pejabat struktural aktif yang memiliki kewenangan dalam penganggaran dan pengawasan keuangan daerah menabrak etika pengelolaan keuangan publik,” tambah Wiwit.
Apalagi, Kepala Inspektorat yang seharusnya bertindak sebagai auditor justru berada dalam struktur yang diaudit, menimbulkan anomali fungsi dan mencederai prinsip objektivitas audit internal.
FKI-1 dalam investigasinya menemukan sejumlah pelanggaran administratif yang berdampak sistemik terhadap kredibilitas pengelolaan BPR Majatama, antara lain:
Keterlambatan Penyampaian Laporan BPR Majatama, Indikasi Manipulatif
Laporan tersebut disampaikan melebihi batas aturan, seharusnya maksimal 30 hari kerja setelah penutupan tahun buku, serta tidak dipublikasikan kepada publik dalam 15 hari kerja pasca pengesahan, melanggar Pasal 78 Permendagri 94/2017.
Dokumen Laporan Tidak Lengkap
Laporan tidak mencantumkan komponen wajib seperti laporan CSR, rincian penghasilan direksi-komisaris, dan informasi distribusi laba, bertentangan dengan Pasal 80 ayat (1).
Distribusi Laba Melanggar Aturan
Persentase tantiem, jasa produksi, dan dana kesejahteraan diduga melampaui batas maksimal kumulatif 25% sebagaimana diatur Pasal 82 ayat (3).
Honorarium Pegawai Berlebihan
Indikasi pengeluaran gaji dan insentif melebihi ambang batas efisiensi 40% dari pendapatan, melanggar Pasal 70 ayat (3).
Tanggung Jawab Bupati Mojokerto sebagai Pemegang Saham Pengendali
Dalam konteks Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Bupati Mojokerto memegang posisi strategis sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) sesuai Permendagri No. 94 Tahun 2017 Pasal 5. Oleh karena itu, kepala daerah berkewajiban:
1. Mengevaluasi Susunan Komisaris dan Direksi
Penunjukan Sekda dan Inspektur Daerah sebagai Komisaris bertentangan dengan prinsip profesionalisme dan bebas dari konflik kepentingan.
Fakta mencengangkan, Direktur BPR Majatama, Tri Hardianto yang kini masih menjabat, ternyata sudah menjabat 4 periode.
“Ini jelas melanggar Pasal 17 Permendagri No. 37 Tahun 2018 pasal 51 yang membatasi masa jabatan maksimal dua periode (10 tahun),” tegasnya.
2. Bupati Harus Mengaudit Rasio NPL Tinggi BPR Majatama
Dengan NPL bruto 6,47% dan net 5,82%, BPR Majatama dinilai “tidak sehat” secara teknis berdasarkan parameter P-OJK. Bupati wajib memanggil Direksi, melakukan audit kinerja independen sehingga terungkap fakta-fakta kondisi kesehatan perbankan internal BPR Majatama, dan mengajukan rencana penurunan NPL ke OJK.
3. Transparansi CSR dan Dana Kesejahteraan
Seluruh alokasi dana kesejahteraan dan CSR wajib dilaporkan secara transparan kepada publik dan DPRD Kabupaten Mojokerto..
4. Bupati Wajib Menolak Laporan yang Tidak Sesuai Regulasi
Bupati berhak menolak pengesahan laporan tahunan apabila tidak sesuai standar pelaporan keuangan perbankan dan prinsip transparansi pengelolaan.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, situasi ini dapat berujung pada:
- Sanksi administratif hingga pencabutan izin oleh OJK
- Kerugian keuangan daerah karena penyertaan modal dari APBD
- Tanggung jawab hukum kepada Bupati bila lalai, sebagaimana diatur UU No. 23 Tahun 2014
- Menurunnya kepercayaan publik dan reputasi kelembagaan BPR Majatama sebagai BUMD
Situasi yang terjadi di BPR Majatama adalah cerminan dari lemahnya sistem pengawasan internal dan komitmen terhadap prinsip GCG. Bupati Mojokerto sebagai pengendali mutlak harus segera mengambil tindakan korektif strategis, termasuk restrukturisasi manajemen dan reposisi jabatan yang disinyalir menjadi biang masalah manajemen.
Discussion about this post