Dr. H. M. Afif Zamroni, Lc., M.E.I berikan Kuliah Umum Pascasarjana Unair, Paparkan Astacita Presiden Pembangunan Desa sebagai Kunci Kemajuan Bangsa
Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 10 Mei 2025 15:44 WIB; ?>

Penyerahan Cinderamata Kuliah Umum Pascasarjana Unair kepada Dr. H. M. Afif Zamroni, Lc., M.E.I, Staf Khusus Menteri DesaPDT dari Prof. Badri Munir Sukoco, SE., MBA., Ph.D, Direktur Sekolah Pascasarjana Unair, Sabtu, (10/5).
Surabaya, Moralita.com – Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) menggelar kuliah umum bertema Kepemimpinan Strategis untuk Pembangunan Desa Berkelanjutan, yang disampaikan oleh Dr. H. M. Afif Zamroni, Lc., M.E.I., Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), pada Sabtu, (10/5).
Acara ini bertempat di Ruang Kuliah Internasional V-Dharmawangsa, Lantai 2, Gedung Sekolah Pascasarjana, Kampus B Unair, Jl. Airlangga 4–6 Surabaya.
Dalam kuliah umumnya, Dr. Afif Zamroni menekankan pentingnya desa sebagai fondasi utama pembangunan nasional. Mengutip pernyataan proklamator sekaligus Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta, ‘Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tetapi akan bercahaya karena lilin-lilin di desa,’ ia menegaskan bahwa pembangunan desa adalah kunci pemerataan kesejahteraan dan ketahanan bangsa.
Urgensi Strategi Kepemimpinan dalam Pembangunan Desa
Menurut Dr. Afif, keberhasilan pembangunan desa memerlukan pendekatan kepemimpinan yang strategis dan visioner. “Pemimpin desa tidak bisa hanya mengandalkan petunjuk teknis dari pusat. Mereka harus memahami kondisi lokal, menjalin komunikasi yang demokratis dengan masyarakat, dan mampu membuat keputusan berbasis musyawarah,” ujarnya.

Gayeng: Situasi Kuliah Umum Pascasarjana Unair oleh Dr. H. M. Afif Zamroni, Lc., M.E.I., Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).
Kepemimpinan semacam ini diyakini mampu menghindarkan desa dari stagnasi pembangunan dan memperkuat peran masyarakat sebagai subjek dalam setiap proses pembangunan. Ia juga menyoroti pentingnya regulasi yang tidak hanya teknokratik, tetapi juga adaptif terhadap kondisi sosial, budaya, dan ekologis masing-masing desa.
Desa sebagai Pilar Keberlanjutan Peradaban Bangsa
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, Indonesia memiliki 84.048 desa, termasuk Unit Permukiman Transmigrasi. Data ini mencerminkan bahwa lebih dari 91 persen wilayah Indonesia adalah wilayah perdesaan, dan sekitar 43 persen penduduk tinggal di desa (BPS, 2000).
“Artinya, desa bukan hanya unit administratif, melainkan penyangga utama struktur ekonomi, sosial, dan budaya bangsa,” ungkap Dr. Afif.
Kendati demikian, desa juga masih menghadapi tantangan signifikan. Kemiskinan, keterbelakangan infrastruktur, minimnya akses pendidikan dan kesehatan, serta tingginya angka pengangguran menjadi problem kronis. Berdasarkan Jurnal Litbang Vol. 16 No. 1 Juni 2020, angka kemiskinan desa mencapai 16,56%, jauh di atas kemiskinan kota yang sebesar 9,87%.
Fenomena urbanisasi menjadi imbas langsung dari ketimpangan tersebut. Proyeksi BPS menunjukkan tingkat urbanisasi Indonesia diprediksi mencapai 72,9% pada 2045, mengancam eksistensi desa sebagai pusat pertumbuhan berkelanjutan.
“Kita tidak ingin desa-desa di Indonesia bernasib seperti desa-desa di Jepang yang kini menjadi kota hantu karena eksodus penduduk mudanya,” tegasnya.
Paradigma Pembangunan Baru Berbasis Desa
Menyitir visi pembangunan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dalam Asta Cita, Gus Afif sapaan akrabnya menekankan pentingnya membangun Indonesia dari desa. Pendekatan ini merupakan koreksi atas model pembangunan terdahulu yang menimbulkan ‘backwash effect‘, yaitu tersedotnya sumber daya dari desa ke kota, sebagaimana dijelaskan oleh ekonom Gunnar Myrdal.
Gus Afif menambahkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dilandaskan pada tiga pilar utama: lingkungan, sosial, dan ekonomi sebagaimana dirumuskan dalam laporan World Commission on Environment and Development: Our Common Future (WCED, 1987).
“Pembangunan desa harus memperhatikan kesinambungan antar-generasi, keseimbangan ekologis, serta pemberdayaan sosial-budaya,” jelas Gus Afif.
Potensi Ekonomi, Budaya, dan Wisata Desa
Desa tidak hanya menyimpan potensi pertanian dan sumber daya alam, tetapi juga aset budaya dan pariwisata. Desa Penglipuran (Bali), Desa Sade (Lombok), Desa Kembangbelor (Mojokerto), hingga Desa Wae Rebo (Flores) merupakan contoh desa yang berhasil mengintegrasikan nilai tradisi dan ekonomi pariwisata.

Swafoto Bersama, Momen Kuliah Umum Pascasarjana Unair oleh Dr. H. M. Afif Zamroni, Lc., M.E.I., Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) bersama Prof. Badri Munir Sukoco, SE., MBA., Ph.D Direktur Sekolah Pascasarjana Unair.
Namun, pariwisata desa juga berpotensi menimbulkan dampak negatif. Polusi, degradasi lingkungan, over-kapasitas wisata, dan gentrifikasi menjadi ancaman serius. Oleh karena itu, pengembangan desa wisata harus menerapkan prinsip ekowisata dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan destinasi.
Kepemimpinan sebagai Poros Regulasi dan Arah Pembangunan
Di akhir paparannya, Gus Afif menggarisbawahi bahwa keberhasilan pembangunan desa tidak mungkin tercapai tanpa kepemimpinan yang sehat dan partisipatif.
“Kepala desa adalah aktor strategis yang harus memahami nilai lokal, menjembatani kebijakan nasional, dan mewujudkan kesejahteraan warganya melalui kolaborasi lintas sektor,” ucapnya.
Sosok yang juga sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas KH. Abdul Chalim, Mojokerto menutup kuliah umum dengan mengajak seluruh elemen bangsa untuk menempatkan desa sebagai pusat gravitasi pembangunan Indonesia.
“Dengan membangun desa secara berkelanjutan, kita bukan hanya menguatkan fondasi negara, tetapi juga mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghofur,” pungkasnya.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar