Sengketa 13 Pulau di Jawa Timur: Trenggalek dan Tulungagung Berebut Klaim Wilayah, DPRD Desak Kemendagri Segera Bertindak
- account_circle Redaksi Moralita
- calendar_month 20 Juni 2025 pukul 09:45

Surabaya, Moralita.com – Polemik batas wilayah antar daerah kembali mencuat di Provinsi Jawa Timur. Setelah Aceh dan Sumatera Utara, kini giliran dua kabupaten di selatan Jawa Timur, yakni Trenggalek dan Tulungagung, yang terlibat sengketa kepemilikan atas 13 pulau tak berpenghuni di kawasan perairan selatan.
Pulau-pulau yang menjadi objek sengketa itu adalah: Pulau Anak Tamengan, Anakan, Boyolangu, Jewuwur, Karangpegat, Solimo, Solimo Kulon, Solimo Lor, Solimo Tengah, Solimo Wetan, Sruwi, Sruwicil, dan Tamengan.
Berdasarkan citra satelit yang ditelaah, secara geografis gugusan 13 pulau tersebut terletak di wilayah administratif Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tulungagung.
Namun, secara hukum dan regulasi, kepemilikan atas pulau-pulau tersebut masih menjadi perdebatan yang kompleks.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jatim, Lilik Pudjiastuti, menjelaskan bahwa sengketa ini bukanlah persoalan baru. Menurutnya, dualisme status hukum telah muncul sejak lama dan semakin diperkeruh dengan terbitnya regulasi yang saling tumpang tindih.
“Sudah sejak awal memang ada tumpang tindih klaim. Trenggalek memasukkan ke dalam Perda RTRW mereka sejak 2012, sedangkan Tulungagung baru menetapkannya pada RTRW tahun 2023,” ujar Lilik, Rabu (18/6).
Berdasarkan Perda Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012, ketigabelas pulau tersebut dinyatakan sebagai bagian dari wilayah Trenggalek. Namun, Perda Tulungagung Nomor 4 Tahun 2023 juga memasukkan wilayah yang sama ke dalam wilayah administratif mereka.
Kebingungan semakin bertambah setelah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 menyatakan bahwa wilayah tersebut termasuk dalam Kabupaten Tulungagung. Bahkan, regulasi terbaru melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 kembali menetapkan hal serupa.
Di sisi lain, Perda Provinsi Jatim Nomor 10 Tahun 2023 masih menegaskan bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Trenggalek.
Lilik menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah beberapa kali memfasilitasi proses mediasi antara dua pemerintah kabupaten tersebut. Hasil mediasi dan berita acara telah disampaikan ke Kemendagri sejak tahun 2024.
“Kami sudah buatkan berita acara dan komunikasikan ke Kemendagri. Keputusan final ada di pemerintah pusat,” jelasnya.
Meski pulau-pulau itu tidak berpenghuni, posisi geografisnya yang strategis membuat status hukum dan pengelolaannya menjadi penting. Lilik menyatakan pihaknya masih menunggu keputusan resmi dari Kemendagri.
Desakan untuk segera menyelesaikan konflik ini juga datang dari Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono. Ia menilai Pemprov Jatim harus lebih tegas dan aktif mengawal sengketa tersebut.
“Ini soal kredibilitas tata kelola wilayah. Kalau dulu Pemprov mendukung Trenggalek, sekarang harus dikawal hingga tuntas. Jangan lepas tangan,” tegasnya.
Deni juga mempertanyakan validitas Kepmendagri Tahun 2025 yang memindahkan status administratif 13 pulau itu ke Tulungagung. Menurutnya, keputusan tersebut tidak selaras dengan data historis dan faktual yang selama ini menyatakan bahwa wilayah tersebut masuk dalam pengawasan Trenggalek.
“RTRW Provinsi dan kabupaten sejak dulu memasukkan pulau itu ke Trenggalek. Kenapa sekarang tiba-tiba berubah?” ujarnya.
Deni menyoroti kemungkinan adanya potensi sumber daya alam, khususnya minyak dan gas bumi (migas), di kawasan perairan yang disengketakan. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak membuat keputusan berdasarkan kepentingan ekonomi sesaat yang berpotensi mencederai keadilan masyarakat.
“Kalau benar ada indikasi migas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan diam-diam. Ini bukan soal siapa yang punya kuasa, tapi siapa yang benar-benar berhak,” ucapnya.
Secara praktis, Deni menekankan bahwa pulau-pulau tersebut selama ini berada dalam jangkauan operasional TNI Angkatan Laut dan Polairud wilayah Trenggalek, bukan Tulungagung.
“Posisi pulau lebih dekat ke Trenggalek dan selama ini dalam pengawasan keamanan laut Trenggalek,” imbuhnya.
DPRD Jatim mendesak agar Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 direvisi. Deni merujuk pada Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memberi ruang bagi perubahan keputusan apabila terdapat kekeliruan data atau prosedur.
Ia mencontohkan penyelesaian yang dilakukan pemerintah pusat dalam konflik batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara, sebagai preseden yang dapat diterapkan juga dalam kasus ini.
“Jika Presiden bisa merevisi dan mengembalikan hak Aceh atas pulau-pulaunya, maka Trenggalek juga layak mendapatkan perlakuan yang sama,” pungkas Deni.
Hingga berita ini dipublikasikan, Kementerian Dalam Negeri belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik ini. CNNIndonesia.com masih berupaya menghubungi pihak Kemendagri untuk mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut mengenai status final 13 pulau di selatan Jawa Timur tersebut.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar