Jumat, 22 Agu 2025
light_mode
Beranda » News » Warga Desa Nilai Tukar Guling Lahan Tol di Nganjuk Diduga Sarat Rekayasa

Warga Desa Nilai Tukar Guling Lahan Tol di Nganjuk Diduga Sarat Rekayasa

Oleh Redaksi Moralita — Senin, 23 Juni 2025 17:43 WIB

Nganjuk, Moralita.com – Proses tukar guling lahan imbas pembangunan jalan tol di Desa Mojorembun, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, kembali menuai protes warga.

Sejumlah warga menyuarakan dugaan ketidaktransparanan hingga muncul indikasi kecurangan yang berpotensi merugikan masyarakat pemilik lahan.

Dugaan penyimpangan ini mencuat dari perbedaan mencolok antara nilai lahan terdampak proyek dengan tanah pengganti yang diberikan kepada warga. Selain itu, beberapa lahan pengganti yang dijanjikan diduga bukan aset negara, melainkan milik pihak ketiga, yang menimbulkan persoalan hukum baru.

“Sampai hari ini kami tidak pernah menerima dokumen resmi terkait tukar guling. Informasinya sudah disetujui, tapi kami tidak pernah diajak musyawarah terbuka sebagai pihak yang terdampak langsung,” ujar SY, warga Desa Mojorembun, Senin (23/6). Ia meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.

Menurut penuturan SY, tidak sedikit warga yang menduga adanya pihak-pihak tertentu yang justru mendapatkan kompensasi tanpa hak. Bahkan, terdapat nama-nama yang disebut menerima uang ganti rugi meskipun bukan pemilik sah lahan yang digunakan untuk proyek tol.

Baca Juga :  Nganjuk Cetak Rekor: 100% Koperasi Merah Putih Terdaftar di SABH Kemenkumham, Jadi Teladan Tata Kelola di Jawa Timur

“Yang aneh, beberapa orang yang tak punya tanah di lokasi terdampak justru disebut ikut menerima ganti rugi. Sedangkan pemilik sah malah tak diberi kejelasan,” imbuhnya.

Saat dikonfirmasi, seorang perangkat Desa Mojorembun menyebut bahwa proses tukar guling dilakukan pada masa lalu dan dijalankan oleh panitia lelang yang dibentuk kala itu. Pihak desa, kata dia, hanya mendapatkan informasi dari internal dan tidak memiliki wewenang teknis dalam pelaksanaan.

“Kami hanya tahu sebatas informasi dari kantor desa. Kalau soal teknis atau jika ada dugaan kecurangan, itu di luar kendali kami,” jawabnya singkat melalui pesan WhatsApp.

Warga berharap agar aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Nganjuk, turun langsung untuk menyelidiki proses tukar guling yang dinilai cacat prosedur dan berpotensi menimbulkan konflik agraria berkepanjangan.

Baca Juga :  Wabup Nganjuk Apel Perdana Peringatkan ASN, Komitmen Wujudkan Pemerintahan Bersih dan Bebas Korupsi

Camat Rejoso saat ini, Teguh Ovi Andriyanto, saat dikonfirmasi mengakui pernah mendengar proses tukar guling lahan imbas pembangunan jalan tol. Namun, menurutnya, peristiwa tersebut terjadi saat dirinya belum menjabat.

“Saya hanya tahu proses itu terjadi pada masa Camat Harianto tahun 2015. Kalau soal teknis dan detailnya saya kurang paham karena belum menjabat saat itu,” ujar Teguh.

Sementara itu, Harianto yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Nganjuk dan saat itu menjabat sebagai Camat Rejoso, membenarkan bahwa proses tukar guling memang terjadi saat dirinya masih menjabat. Namun ia menegaskan tidak terlibat dalam struktur panitia lelang.

“Benar, itu sudah lama, sekitar tahun 2018. Saya hanya memberikan saran waktu itu. Kalau terkait permasalahan lanjutan, itu menjadi tanggung jawab internal Desa,” kata Harianto singkat melalui pesan WhatsApp.

Baca Juga :  59 Persen Tanah Indonesia Dikuasai 1 Persen Penduduk, Pemerintah Dorong Reformasi Agraria

Kasus ini menambah daftar panjang persoalan pertanahan yang muncul akibat pembangunan infrastruktur strategis nasional. Praktik tukar guling tanpa transparansi, tidak adanya musyawarah, serta tidak jelasnya status hukum lahan pengganti mencerminkan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan proyek-proyek besar di tingkat desa.

Pakar hukum agraria dari Universitas Airlangga, Dr. M. Ahsin Sholih, menyebut bahwa proses tukar guling lahan negara atau milik warga dalam proyek publik harus memenuhi asas transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

“Jika lahan pengganti bukan milik negara atau tidak ada berita acara musyawarah, maka potensi pelanggaran administratif hingga pidana bisa terjadi,” katanya saat dihubungi secara terpisah.

  • Penulis: Redaksi Moralita

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less