KPK Cegah 13 Orang Terkait Dugaan Korupsi EDC BRI, Termasuk Dirut Allo Bank Indra Utoyo
Oleh Redaksi Moralita — Rabu, 2 Juli 2025 15:46 WIB; ?>

Indra Utoyo, Direktur Utama Allo Bank.
Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Langkah ini diambil untuk memastikan kelancaran dan efektivitas proses hukum terhadap perkara yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Pelaksana Harian Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan bahwa salah satu pihak yang dicegah adalah Indra Utoyo, Direktur Utama Allo Bank saat ini, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi di BRI periode 2017–2022.
“Ya, benar (Indra Utoyo termasuk yang dicegah),” ujar Asep saat dikonfirmasi, Rabu (2/7).
Selain Indra, KPK juga mencegah Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI. Catur diketahui telah diperiksa penyidik sebagai bagian dari rangkaian proses penyidikan dalam kasus ini.
Asep menambahkan bahwa total 13 individu yang dicegah terdiri dari unsur penyelenggara negara (PN) dan pihak swasta. Seluruh penyelenggara negara yang masuk daftar pencegahan disebut memiliki latar belakang sebagai pejabat atau eks pejabat di BRI.
“Yang jelas semua PN berasal dari BRI,” tegas Asep.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan inisial ke-13 orang yang dicegah, yakni: CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
“Pencegahan dilakukan karena keberadaan para pihak tersebut di Indonesia dibutuhkan dalam proses penyidikan. Ini penting agar proses hukum berjalan lancar dan efektif,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Selasa (2/7).
Namun demikian, hingga saat ini KPK belum merinci identitas lengkap dari seluruh individu yang dikenakan kebijakan pencegahan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC ini diperkirakan menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp700 miliar, atau sekitar 30 persen dari total nilai proyek sebesar Rp2,1 triliun.
KPK menegaskan bahwa kerugian negara dalam perkara ini tidak berasal dari tindak pidana suap atau gratifikasi, melainkan murni akibat penyimpangan dalam penggunaan anggaran negara. Meski demikian, angka tersebut bersifat sementara dan masih dapat berkembang seiring dengan pendalaman penyidikan.
“Perhitungan kerugian negara masih berlangsung dan dilakukan secara kolaboratif bersama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), serta lembaga terkait lainnya,” jelas Budi.
Kasus ini kembali menjadi sorotan karena melibatkan salah satu bank milik negara terbesar di Indonesia. Langkah pencegahan terhadap sejumlah individu, termasuk mantan petinggi BRI, mencerminkan komitmen KPK dalam menindak tegas setiap penyimpangan, khususnya di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
KPK menyatakan akan terus mengembangkan penyidikan secara bertahap dan profesional, dengan memastikan setiap pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban hukum sesuai bukti dan fakta yang ditemukan.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar