Kejari Lamongan Periksa Ketua BPD Sugihwaras Terkait Dugaan Pungli Program PTSL 2024
Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 15 Juli 2025 12:04 WIB; ?>

Kantor Kejaksaan Negeri Lamongan.
Lamongan, Moralita.com – Penyelidikan atas dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024 di Desa Sugihwaras, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, terus berlanjut. Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan kini memeriksa Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sugihwaras berinisial FNR, beserta sejumlah anggota BPD lainnya, menyusul pemanggilan sebelumnya terhadap Kepala Desa dan sejumlah perangkat desa setempat.
Pemeriksaan yang dilakukan pada Jumat (11/7) di Kantor Kejari Lamongan difokuskan pada laporan masyarakat yang menduga adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam pengumpulan biaya PTSL.
“Kami dimintai keterangan terkait pelaksanaan program PTSL dan mekanisme pengumpulan biaya di Desa Sugihwaras. Secara umum, kami dari BPD tidak mengetahui secara detail teknis proses tersebut,” ungkap FNR kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan.
Lebih lanjut, FNR menyatakan bahwa pemanggilan ini menjadi momentum bagi BPD untuk memperkuat pengawasan dan akuntabilitas kinerja aparatur desa. Menurutnya, BPD memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan program pemerintah berjalan sesuai dengan regulasi dan kepentingan masyarakat.
“Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban kepentingan pribadi maupun kelompok yang menyalahgunakan kewenangan. Kami berharap proses hukum berjalan transparan agar menjadi pembelajaran bagi desa-desa lainnya,” tegas FNR.
FNR juga menyoroti adanya ketidaksesuaian antara Peraturan Bupati (Perbup) Lamongan Nomor 22 Tahun 2018 dengan regulasi nasional yang mengatur pelaksanaan PTSL. Meskipun Perbup tersebut memberi ruang penambahan biaya, ia menegaskan bahwa penarikan dana harus melalui prosedur yang sah dan transparan.
“Dalam praktik di lapangan, banyak mekanisme yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. Bahkan, beberapa pernyataan tertulis yang digunakan dalam proses PTSL terkesan manipulatif dan tidak memiliki kekuatan hukum,” jelasnya.
Ia menambahkan, berdasarkan laporan warga, biaya yang dikenakan dalam program PTSL bervariasi dan melebihi ketentuan. Biaya untuk pengurusan sertifikat PTSL dipatok sebesar Rp800.000, sedangkan biaya tambahan lain seperti ‘lintor’ (biaya administrasi tambahan) berkisar antara Rp1 juta hingga Rp2 juta, tergantung jenis sertifikat yang diurus.
Menurut FNR, pengumpulan dana di luar ketentuan resmi tersebut dapat dikategorikan sebagai pungutan liar dan harus ditindaklanjuti secara hukum.
Kasus dugaan pungli ini telah dilimpahkan oleh Kejari Lamongan kepada Inspektorat dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kabupaten Lamongan untuk dilakukan pendalaman dan tindak lanjut pemeriksaan administratif.
BPD Sugihwaras menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, dan mendesak agar seluruh pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Kami berharap aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus ini secara objektif, agar menjadi preseden positif dalam pengelolaan program PTSL di masa depan. Kami dari BPD siap mengawal sampai tuntas,” pungkas FNR.
Artikel terkait:
- KPK Ungkap Atlet dan Tenaga Kesehatan Asing Jadi Korban Pemerasan Izin Kerja di Kemnaker
- Setelah Dua Tahun Buron, Tersangka Korupsi Proyek Urukan Tanah Gedung DTPHP Lamongan Ditangkap
- Viral Pungutan Uang Gedung Rp 1,5 Juta di SMKN 1 Jombang, Sekolah Sebut Hasil Kesepakatan Komite
- KPK Dalami Dugaan Pungli Rp75 Juta per Jemaah dalam Kasus Kuota Haji Khusus 2024, Potensi Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar