Pemprov Jatim Siapkan Regulasi Khusus Atasi Polemik Sound Horeg
Oleh Tim Redaksi Moralita — Sabtu, 26 Juli 2025 12:19 WIB; ?>

Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah merumuskan regulasi serta membentuk tim khusus guna menangani fenomena “sound horeg” yang terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Timur.
Surabaya, Moralita.com – Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah merumuskan regulasi serta membentuk tim khusus guna menangani fenomena ‘sound horeg’ yang belakangan marak terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Timur. Fenomena ini dinilai menimbulkan berbagai dampak sosial, budaya, dan kesehatan di tengah masyarakat.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan rapat koordinasi lintas sektor dengan melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Kepolisian Daerah (Polda) Jatim, serta sejumlah perangkat daerah lainnya. Forum tersebut membahas sound horeg dari beragam sudut pandang untuk merumuskan pendekatan yang menyeluruh.
“Kami menyerap pandangan dari aspek keagamaan, lingkungan, budaya, hukum hingga kesehatan. Semua ini bertujuan mencari jalan tengah agar solusi yang ditetapkan bisa diterima semua pihak,” ujar Khofifah dalam keterangannya di Surabaya, Jumat (25/7).
Khofifah menuturkan, fenomena sound horeg banyak dijumpai di daerah seperti Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, dan Malang. Kegiatan ini seringkali menggunakan sistem tata suara yang menghasilkan tingkat kebisingan sangat tinggi, bahkan melebihi batas aman standar kesehatan, yakni di atas 85 hingga 100 desibel, dan berlangsung dalam durasi panjang.
“Kita butuh payung hukum yang tegas. Entah itu dalam bentuk Peraturan Gubernur, Surat Edaran, atau Surat Edaran Bersama. Yang terpenting konsideran regulasinya lengkap dan komprehensif,” imbuhnya.
Menurutnya, penting untuk membedakan antara penggunaan sound system biasa dengan sound horeg. Ia menekankan bahwa definisi sound horeg perlu ditekankan pada tingkat intensitas suara dan durasi penggunaannya, bukan semata pada nama atau istilah yang digunakan.
“Kalau tidak tinggi skala desibelnya, jangan langsung kita sebut horeg. Kriteria teknis ini harus tercantum jelas dalam regulasi,” jelas Khofifah.
Ia juga menargetkan agar regulasi tersebut dapat difinalisasi dan diberlakukan pada 1 Agustus 2025, seiring dengan meningkatnya kegiatan masyarakat menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Pemerintah kabupaten/kota disebut sangat menantikan kebijakan ini sebagai acuan hukum yang jelas dalam menertibkan penggunaan sound horeg.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak, menuturkan bahwa tim khusus yang dibentuk akan bekerja secara intensif bersama jajaran Polda Jatim, MUI, Kanwil Kemenkumham, kalangan medis, dan berbagai stakeholder lainnya.
“Gubernur telah mengawal proses ini secara langsung sejak awal dan menegaskan bahwa tim ini harus menghasilkan panduan hukum yang pasti, baik berupa peraturan maupun surat edaran,” terang Emil.
Ia menambahkan, perbedaan pandangan mengenai terminologi “horeg” memang masih ditemukan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan teknis dan legal dalam regulasi sangat penting.
“Masyarakat butuh kepastian hukum. Sound system itu pada prinsipnya diperbolehkan, tapi penggunaannya harus sesuai aturan. Maka kita kembali pada regulasi untuk memastikan batas-batas yang diperkenankan,” pungkas Emil.
Dengan langkah ini, Pemprov Jatim berharap dapat mengatur penggunaan tata suara secara proporsional tanpa mengganggu ketertiban umum, serta tetap menghormati nilai-nilai budaya dan kesehatan masyarakat.
Artikel terkait:
- Diperiksa 8,5 Jam di Polda Jatim, Gubernur Khofifah Akui Banyak Ditanya Soal Kepala Dinas Pemprov
- Pemkab Pasuruan Terbitkan Aturan Ketat Penggunaan Sound System dalam Karnaval dan Hiburan Umum
- Gubernur Khofifah Bantah Isu PHK Massal di PT Gudang Garam, Tegaskan Hanya Pensiun Dini
- Pemprov Jatim Siapkan Dapur Umum 10.500 Porsi per Hari Pascakerusuhan Surabaya
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar