Warga Kediri Diintimidasi karena Menolak Karnaval Sound Horeg, Rumah Diteror dan Difitnah di Medsos
Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 2 Agustus 2025 16:19 WIB; ?>

Penolakan terhadap kegiatan karnaval dengan sound system bervolume tinggi atau sound horeg di Kabupaten Kediri berbuntut panjang bagi seorang warga.
Kediri, Moralita.com – Penolakan terhadap kegiatan karnaval dengan sound system bervolume tinggi atau sound horeg di Kabupaten Kediri berbuntut panjang bagi seorang warga. Eko Mariyono, warga Desa Kepung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, mengaku mengalami intimidasi serius akibat sikap konsistennya yang menolak kegiatan tersebut di lingkungannya.
Kepada awak media, Eko menuturkan bahwa sejak tahun 2022 ia telah menyampaikan keberatannya secara langsung kepada perangkat desa atas penyelenggaraan acara yang dianggap mengganggu ketertiban umum dan kenyamanan warga. Namun, respons yang ia terima sangat minim, bahkan cenderung diabaikan.
“Tahun 2022 saya sudah protes ke desa, tapi tidak digubris. Tahun berikutnya, 2023, saat malam takbir Idulfitri, ada sekelompok pemuda membawa sound system besar. Alih-alih bertakbir, mereka malah memutar musik remix keras-keras. Saya tegur, justru saya hampir dikeroyok,” ungkap Eko, Jumat (1/8).
Akibat insiden tersebut, Eko sempat melaporkan kejadian itu ke Polsek Kepung. Sejak saat itu, ia semakin vokal menolak penyelenggaraan sound horeg di wilayahnya. Puncaknya, pada Maret 2025, Eko mendapat informasi akan digelarnya kembali pawai serupa. Ia pun mengirimkan surat penolakan kepada Bupati Kediri, Polres Kediri, hingga Gubernur Jawa Timur.
Namun sayangnya, menurut Eko, seluruh tanggapan dari instansi terkait terkesan normatif dan tidak menyentuh substansi persoalan. Bersama sang istri, ia kemudian menggagas petisi penolakan yang berhasil menghimpun sekitar 800 tanda tangan warga.
Alih-alih mendapat dukungan, langkah tersebut justru memicu tekanan sosial yang semakin intens. Eko menyebut bahwa fotonya dan istrinya disebarluaskan di media sosial dan dituding sebagai biang keladi sulitnya perizinan karnaval sound horeg di Kediri. Bahkan, lokasi rumahnya dikabarkan dipetakan oleh sejumlah pihak yang tidak dikenal.
“Rumah saya diteror. Tanggal 26 Maret 2025, sound system diarahkan langsung ke rumah saya dengan volume tinggi. Kami sebenarnya sempat berencana mengungsi ke hotel, tapi orang tua saya tidak mau rumah dibiarkan kosong, akhirnya kami bertahan,” tutur Eko.
Ia menambahkan bahwa keberadaan sound horeg tidak hanya merugikan dari sisi kesehatan—terutama bagi orang tuanya yang berusia lanjut—tetapi juga dinilai berpotensi merusak moral anak-anak.
“Sering kali terlihat remaja berjoget dengan pakaian tidak pantas. Euforianya kelewat batas, bahkan tak tertutup kemungkinan ada konsumsi minuman keras,” lanjutnya.
Tidak berhenti di situ, Eko juga menjadi sasaran ancaman di media sosial. Beberapa akun anonim secara terbuka mengajak warga untuk mendatangi rumahnya sebagai bentuk intimidasi.
Peristiwa ini mencerminkan persoalan serius terkait penyelenggaraan kegiatan publik yang melibatkan sound system berkapasitas besar tanpa regulasi yang jelas. Di sisi lain, kasus ini juga menyoroti lemahnya perlindungan terhadap warga yang bersikap kritis demi menjaga ketertiban dan kenyamanan lingkungan.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment