Debitur Kasus Korupsi LPEI Bertambah Jadi 15, KPK Terus Dalami Potensi Kerugian Negara
Oleh Tim Redaksi Moralita — Kamis, 3 Juli 2025 12:32 WIB; ?>

Newin Nugroho, Direktur Utama PT Petro Energy, salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia(LPEI).
Jakarta, Moralita.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa jumlah debitur yang terlibat dalam dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kini bertambah menjadi 15 entitas. Penambahan ini terjadi setelah penyidik menemukan adanya perluasan jaringan perusahaan yang terkait dalam kasus tersebut.
“Sejauh ini sudah 15 karena ada pengembangan perusahaannya lagi,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (3/7).
Sebelumnya, KPK hanya mencatat 11 debitur dalam proses penyidikan yang mengakibatkan dugaan kerugian negara sebesar Rp11,7 triliun. Namun, dengan adanya penambahan jumlah debitur, KPK membuka kemungkinan bahwa nilai kerugian negara bisa bertambah.
“Kami masih terus mendalami. Nilai kerugian negara belum bisa dipastikan karena penyidikan masih berjalan dan sangat bergantung pada bukti serta keterangan saksi,” tambah Budi.
Dalam pengusutan perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari pejabat internal LPEI dan pihak swasta. Kelima tersangka tersebut adalah:
- Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana I LPEI
- Arif Setiawan, Direktur Pelaksana IV LPEI
- Jimmy Masrin, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal dan Komisaris Utama PT Petro Energy
- Newin Nugroho, Direktur Utama PT Petro Energy
- Susy Mira Dewi Sugiarta, Direktur PT Petro Energy
Dua dari lima tersangka, yakni Newin dan Susy, telah resmi ditahan oleh penyidik KPK sejak Kamis, 20 Maret 2025.
Salah satu entitas utama yang menjadi sorotan dalam kasus ini adalah PT Petro Energy, perusahaan yang disebut sebagai debitur bermasalah dalam pemberian kredit oleh LPEI. Perusahaan ini dinyatakan tidak layak mendapatkan pembiayaan, namun tetap memperoleh kredit atas intervensi internal di LPEI.
Berdasarkan perhitungan awal, pemberian kredit kepada PT Petro Energy diperkirakan menimbulkan kerugian negara sebesar 60 juta dolar AS, atau sekitar Rp900 miliar (kurs Rp15.000 per dolar).
KPK menduga, dalam proses persetujuan pembiayaan tersebut, LPEI tidak menjalankan kontrol verifikasi terhadap penggunaan kredit sesuai Manual Prosedur Pembiayaan (MAP). Bahkan, pejabat tinggi LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap mencairkan pembiayaan meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi kriteria.
Kini, KPK tengah mendalami 14 debitur lainnya untuk dimintai pertanggungjawaban hukum atas dugaan penyalahgunaan fasilitas pembiayaan dari LPEI. Penyidikan dilakukan dengan mengumpulkan bukti dokumen serta keterangan dari saksi-saksi dan ahli keuangan.
“Penyidik terus bekerja secara sistematis untuk membongkar skema korupsi ini dan memastikan kerugian negara bisa dikalkulasi secara akurat,” tegas Budi.
Sebagai lembaga negara yang didirikan untuk mendukung pembiayaan ekspor nasional, LPEI atau yang lebih dikenal dengan Indonesia Eximbank, memiliki mandat strategis untuk memberikan pembiayaan kepada pelaku ekspor. Namun, kasus ini menunjukkan adanya penyimpangan sistemik dalam tata kelola pembiayaan, yang kini menjadi fokus perbaikan dan pengawasan.
KPK menegaskan bahwa upaya penegakan hukum tidak hanya ditujukan untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk mendorong reformasi kelembagaan dalam pengelolaan dana publik.
Artikel terkait:
- ICW Laporkan Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Haji 2025 ke KPK, Soroti Pengadaan Katering Jemaah
- KPK Periksa Eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR BI dan OJK
- Kejari Bojonegoro Naikkan Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa Drokilo ke Tahap Penyidikan: Sinyal Kuat Lemahnya Akuntabilitas di Tingkat Desa
- Kejaksaan Agung Geledah Lagi Apartemen Staf Khusus Eks Mendikbudristek Terkait Dugaan Korupsi Chromebook
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar