Senin, 4 Agu 2025
light_mode
Home » News » Direktur Klaim BPR Majatama Mojokerto Sehat, Benarkah? Begini Analisa Praktisi!

Direktur Klaim BPR Majatama Mojokerto Sehat, Benarkah? Begini Analisa Praktisi!

Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 26 April 2025 21:02 WIB

Mojokerto, Moralita.com – Secara kasat mata BPR Majatama ini mencatatkan Cash Ratio sebesar 18,89% yang dilaporkan pada dokumen RUPS 2024. Hal ini menunjukkan kondisi likuiditasnya sehat namun, di saat bersamaan, Mengapa pihak manajemen BPR Majatama malah mengajukan permintaan penyertaan modal tambahan kepada Pemerintah Kabupaten Mojokerto?

Cash Ratio tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut memiliki banyak likuiditas atau dana tunai yang tersedia.

Menurut Analisa Praktisi Lembaga Keuangan Surabaya, M. Ichwan, kondisi ini menjadi kontradiktif dan mengundang tanda tanya besar dari hasil analisa keuangan BPR Majatama.

“Cash Ratio sehat kok minta tambahan Modal ke Pemda? Ada Apa? Apakah angka-angka tersebut hanya diatas kertas tetapi realita likuditasnya tidak demikian?,” tanya Ichwan.

Cash Ratio Tinggi, Sekadar Ilusi?

Menurut pria yang saat ini juga menjabat sebagai Manager salah satu lembaga keuangan dibawah kendali Himbara, dalam industri perbankan, Apabila Cash Ratio suatu Bank di atas 8% akan dianggap memadai untuk menjamin kemampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendek. Dengan Cash Rasio hampir 19%, seharusnya BPR Majatama tidak mengalami tekanan likuiditas serius.

Namun, data lain mengungkapkan potret berbeda. Non-Performing Loan (NPL) Bruto BPR Majatama tercatat sebesar 6,47% dan NPL Net sebesar 5,82%, keduanya melebihi ambang batas sehat maksimal 5% yang ditetapkan oleh OJK dalam POJK No.3/POJK.03/2022.

Data Loan to Deposit Ratio (LDR) yakni rasio antara total pinjaman yang diberikan oleh bank dengan total simpanan yang dimiliki oleh nasabah BPR Majatama 176,52% (Laporan RUPS 2024 BPR Majatama)

Baca Juga :  Pemkab Mojokerto Siapkan Legalitas 60 Koperasi Desa Merah Putih Tahap I, Akan Segera Dilaunching Bupati Mojokerto

Standar sehat: Ideal antara 90%-110% (khusus BPR maksimal 110% dalam banyak praktik pengawasan OJK).

“Sangat berisiko, Artinya jumlah kredit yang disalurkan melebihi jumlah simpanan yang dihimpun, sehingga berpotensi menyebabkan ketidakstabilan likuiditas jangka pendek,” tegasnya.

Menurutnya, dengan angka LDR 176,52% diartikan BPR Majatama sangat agresif menyalurkan kredit kepada nasabah melebihi kemampuan dana yang simpanan dari pihak ketiga.
“Ini menjadi indikator bahwa tekanan likuiditas sebenarnya bersifat laten dan berpotensi menciptakan krisis keuangan internal jika terjadi rush (penarikan dana besar-besaran),” cetusnya.

Kontradiktif! Cash Ratio Tinggi Vs Minta Tambahan Penyertaan Modal dari Pemda, Indikasi Krisis Tersembunyi

M. Ichwan menyebut permintaan tambahan modal ke pemerintah daerah dalam kondisi ‘Neraca Kosmetik’ seolah menegaskan bahwa likuiditas BPR Majatama hanya kuat secara statistik, tetapi lemah dan rapuh dalam realita operasional.

Neraca Kosmetik’ adalah istilah non-teknis dalam dunia keuangan dan akuntansi yang menggambarkan kondisi laporan keuangan yang tampak bagus di atas kertas, tetapi tidak mencerminkan kondisi keuangan sebenarnya.

Neraca adalah laporan posisi keuangan perusahaan: aset, utang, dan ekuitas.

Kosmetik di sini artinya ada upaya ‘merias’ atau ‘mempercantik’ tampilan laporan keuangan agar terlihat sehat, stabil, atau baik di mata publik, pemegang saham, regulator, atau pemberi pinjaman, padahal sebenarnya ada masalah laten di dalam.

Baca Juga :  Triwulan Pertama 2025, PAD Kabupaten Mojokerto Tembus Rp195 Miliar, capai 23,7 Persen dari Target Tahunan

Ichwan mengungkapkan kondisi BPR Majatama menurut analisanya, dipermukaan terlihat likuid (punya banyak uang kas), tetapi sebenarnya struktur keuangan sudah rapuh karena:
– Kredit macet tinggi.
– Likuiditas disokong utang, bukan dana organik.
– Meminta tambahan modal padahal indikator ‘kas’ seharusnya cukup.

“Kenapa berbahaya? Memberikan kesan palsu kepada stakeholder dan regulator. Bisa menipu investor, pemegang saham, atau masyarakat,” tegasnya.

Pihaknya mengibaratkan jika Cash Ratio tinggi tanpa memperhatikan NPL dan LDR adalah seperti rumah yang tampak kokoh dari luar, tetapi di dalamnya keropos dengan risiko roboh.

“Tanpa tindakan penyelamatan dari Pemda yang berdasar kondisi dilapangan bukan laporan ‘kosmetik’, maka resiko ‘roboh’ BPR Majatama diprediksi akan segera dialami,” ujarnya.

Bank Majatama mungkin akan kesulitan memenuhi kewajiban likuiditas jangka pendeknya, seperti membayar deposito nasabah saat ditagih, atau kesulitan memenuhi permintaan kredit. Ini bisa disebabkan oleh manajemen aset yang tidak baik, atau karena terlalu banyak aset yang tidak likuid.

Potensi Bahaya Sistemik
Menurut Ichwan, jika kondisi ini dibiarkan tanpa intervensi struktural, maka:
– Risiko gagal bayar kredit juga akan meningkat.
– Kepercayaan publik terhadap BPR Majatama akan menurun drastis.
– Potensi kerugian keuangan daerah dari penyertaan modal baru yang disuntikkan tanpa perbaikan manajemen risiko akan sia-sia.

Baca Juga :  RSUD Prof. Dr. Soekandar Raih Review Pelayanan Positif 2025 dari Inspektorat, Bukti Transformasi Layanan Kesehatan Digital dan Humanis

Secara hukum, Pemerintah Daerah sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2024 dan PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa penyertaan modal daerah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan berdasarkan audit risiko yang terukur.

Permintaan Modal dan Likuiditas Harus Diperketat

Merujuk pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), permintaan tambahan modal oleh BPR Majatama seharusnya disertai:
– Audit dari lembaga independen terhadap kualitas aset (kredit).
– Review menyeluruh terhadap praktik manajemen risiko.
– Rencana restrukturisasi keuangan yang komprehensif.
– Rencana aksi pemulihan rasio likuiditas dan kesehatan kredit.

Menutup keterangannya, Ichwan menyebut kondisi BPR Majatama saat ini masuk kategori peringatan keras bahwa indikator keuangan tidak boleh dinilai secara parsial. Pemerintah Daerah harus segera bertindak melalui evaluasi total terhadap jajaran Direksi dan Komisaris, demi menyelamatkan aset daerah sehingga resiko kerugian negara bisa diminimalisir sebelum membesar.

Tim Redaksi Moralita.com berusaha menghubungi pihak BPR Majatama, sampai berita ini ditayangkan belum ada tanggapan resmi dari BPR Majatama.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less