Beranda News Disdik Tangsel Soroti Penjualan Seragam Sekolah dengan Harga Tak Wajar, Akan Tindak Tegas Pelanggaran
News

Disdik Tangsel Soroti Penjualan Seragam Sekolah dengan Harga Tak Wajar, Akan Tindak Tegas Pelanggaran

Kegiatan kelas di Sekolah Menengah Pertama.

Tangerang Selatan, Moralita.com Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Deden Deni, mengakui adanya praktik penjualan seragam sekolah dengan harga yang tidak wajar di sejumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Fenomena tersebut disebutnya hampir selalu terjadi setiap tahun, terutama setelah berakhirnya proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Sudah sejak sebelum PPDB kami berulang kali mengingatkan pihak sekolah bahwa tren pasca-PPDB hampir selalu diwarnai keluhan soal penjualan seragam. Ini menjadi perhatian serius kami,” ujar Deden saat ditemui wartawan, Rabu (16/7).

Menurut Deden, ketentuan mengenai jenis dan pengadaan seragam sekolah sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud), yang secara jelas membedakan antara seragam nasional dan seragam khusus. Ia menegaskan bahwa seragam nasional harus bisa dibeli secara bebas oleh orang tua siswa di pasaran, tanpa adanya paksaan untuk membeli melalui sekolah atau koperasi sekolah.

Baca Juga :  Polemik PPDB di SMA Negeri 3 Tangsel: Kepala Sekolah Klarifikasi, Warga Ancam Tutup Akses Jalan

“Untuk seragam umum seperti putih biru dan pramuka, biarkan orang tua membeli sendiri di luar. Tidak boleh ada kewajiban membeli di sekolah,” tegasnya.

Sementara itu, untuk seragam khusus seperti pakaian batik sekolah atau seragam olahraga, Deden menyatakan bahwa pengadaannya memang dapat difasilitasi oleh sekolah, namun tetap harus mengedepankan asas kewajaran dalam penetapan harga. Ia mengingatkan bahwa pihak sekolah dilarang mematok harga seragam secara sepihak yang memberatkan wali murid.

“Seragam yang bersifat khas sekolah memang bisa disediakan, tapi harus dengan harga yang wajar dan transparan. Jangan sampai ada perbedaan harga mencolok antar sekolah negeri yang tidak bisa dijelaskan secara rasional,” jelasnya.

Lebih lanjut, Deden mengakui bahwa hingga kini belum terdapat regulasi yang menetapkan batas harga maksimal untuk penjualan seragam sekolah. Meski begitu, Dinas Pendidikan Tangsel tetap mengedepankan prinsip kewajaran dan akan menindak sekolah yang terbukti melanggar.

Baca Juga :  Memo Wakil Ketua DPRD Banten Budi Prajogo Titipan Siswa di PPDB SMAN Cilegon

“Kami belum memiliki aturan baku soal harga batas atas. Tapi jika ditemukan ada praktik yang tidak sesuai prinsip kewajaran, kami tidak akan segan menindak,” tegasnya.

Ia juga memastikan bahwa pihaknya akan merespons setiap aduan dari orang tua murid. “Setiap laporan akan kami tindaklanjuti secara serius. Bila ditemukan pelanggaran, sanksi administratif bisa dikenakan kepada sekolah yang bersangkutan,” ucap Deden.

Sebelumnya, sejumlah orang tua siswa mengeluhkan mahalnya harga seragam di berbagai SMP Negeri di Tangsel. Di SMPN 1 Tangsel, biaya seragam untuk siswa laki-laki mencapai Rp1.140.000, sementara untuk siswa perempuan sebesar Rp1.350.000. Di SMPN 8, harga seragam mencapai Rp1.445.000 per siswa.

Baca Juga :  KPK Dorong Reformasi Kebijakan untuk Cegah Praktik Pungli dan Korupsi dalam PPDB

Lebih mencengangkan, wali murid di SMPN 11 mengungkapkan bahwa mereka diwajibkan membeli seragam seharga Rp950.000 secara tunai, tanpa opsi cicilan. Sementara di SMPN 12 Tangsel, total biaya yang harus dibayarkan wali murid bahkan mencapai Rp1.700.000. Jumlah ini mencakup pembelian seragam olahraga, batik, seragam muslim, atribut sekolah, serta biaya untuk kegiatan tambahan seperti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) dan tes IQ.

Deden menyatakan bahwa praktik-praktik seperti ini berpotensi menciptakan beban ekonomi yang tidak seharusnya ditanggung orang tua, apalagi bagi kalangan kurang mampu. Oleh karena itu, ia kembali mengingatkan seluruh kepala sekolah untuk menaati aturan dan prinsip keadilan dalam pengelolaan sekolah negeri.

“Imbauan ini kami tegaskan kembali menjelang tahun ajaran baru. Jangan sampai semangat pendidikan inklusif dan gratis dikotori oleh praktik komersialisasi seragam,” pungkasnya.

Sebelumnya

Kuota FLPP 2025 Naik Jadi 350 Ribu Unit, BP Tapera Siapkan Anggaran Rp35,2 Triliun

Selanjutnya

KPK Panggil Sejumlah Kepala Desa Terkait Dugaan Korupsi Dana Hibah Pemprov Jatim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Moralita.com
Bagikan Halaman