Kamis, 28 Agu 2025
light_mode
Beranda » News » FDA Temukan Kontaminasi Radioaktif pada Udang Indonesia, Pemerintah Diminta Bertindak Cepat

FDA Temukan Kontaminasi Radioaktif pada Udang Indonesia, Pemerintah Diminta Bertindak Cepat

Oleh Redaksi Moralita — Senin, 25 Agustus 2025 12:17 WIB

Jakarta, Moralita.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) melaporkan temuan mengejutkan terkait produk udang beku asal Indonesia. Produk yang diproses oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) dilaporkan mengandung zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137), meski pada kadar di bawah ambang batas bahaya.

Menurut laporan resmi FDA, produk yang terkontaminasi dipasarkan dengan merek Great Value Frozen Raw Shrimp, sebagian besar melalui jaringan ritel Walmart di berbagai negara bagian Amerika Serikat (AS). Produk tersebut teridentifikasi dalam lot kode 8005540-1, 8005538-1, dan 8005539-1 dengan tanggal kedaluwarsa 15 Maret 2027.

Produk bermasalah tersebut tersebar di sejumlah negara bagian utama, seperti Alabama, Arkansas, Florida, Georgia, Kentucky, Louisiana, Missouri, Mississippi, Ohio, Oklahoma, Pennsylvania, Texas, dan West Virginia.

Selain itu, FDA juga menyebutkan bahwa Southwind Foods LLC telah menarik (recall) berbagai produk udang beku, baik mentah maupun matang, yang berasal dari Indonesia. Penarikan mencakup distribusi ke negara bagian lain, termasuk Arizona, California, Massachusetts, Minnesota, Utah, Virginia, dan Washington.

Meski demikian, FDA menegaskan hingga saat ini tidak ada produk dengan hasil uji positif Cs-137 yang lolos ke pasar AS. Namun, investigasi awal mengindikasikan adanya kelemahan serius dalam proses penyimpanan maupun pengolahan di fasilitas milik BMS Foods.

“Produk dari PT Bahari Makmur Sejati dinilai melanggar Federal Food, Drug, and Cosmetic Act karena diduga disiapkan, dikemas, atau disimpan dalam kondisi tidak layak sehingga berpotensi terkontaminasi Cs-137,” tulis FDA dalam laporan resminya, Jumat (22/8).

Baca Juga :  Pemerintah Luncurkan Paket Deregulasi Tahap I: Relaksasi Impor Diberlakukan untuk 10 Komoditas Strategis

Sebagai tindak lanjut, FDA telah memasukkan BMS Foods ke daftar peringatan impor terbaru (import alert) untuk kategori kontaminasi kimia. Dengan demikian, seluruh produk dari perusahaan tersebut ditolak masuk ke AS sampai perusahaan dapat membuktikan perbaikan terhadap prosedur produksi dan rantai pasoknya.

Dalam laporan yang sama, FDA menjelaskan kadar Cs-137 yang terdeteksi mencapai 68 Bq/kg, jauh di bawah ambang batas intervensi sebesar 1.200 Bq/kg. Walaupun tidak menimbulkan bahaya akut, paparan radiasi dalam jangka panjang tetap dapat meningkatkan risiko kanker akibat kerusakan DNA sel.

Temuan FDA ini langsung mendapat atensi dari Pemerintah Indonesia. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk melakukan investigasi menyeluruh.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan perlunya peningkatan standar keamanan pangan agar kasus serupa tidak berulang.

“Standar keamanan pangan internasional sangat ketat. Kita harus benar-benar mempersiapkan diri dengan baik agar ke depan tidak lagi terjadi persoalan seperti ini,” kata Budi di Jakarta, Rabu (20/8).

Kemendag hingga kini belum memberlakukan pembatasan ekspor terhadap BMS Foods, karena masih menunggu hasil verifikasi dari Bapeten.

Baca Juga :  Operasi Kemendag Dimulai, Distributor Nakal MinyaKita Disegel

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga menyiapkan langkah antisipasi. Jubir Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menyebut pihaknya telah membentuk tim khusus lintas kementerian untuk menyelidiki dugaan kontaminasi. Tim ini melibatkan KKP dan Bapeten guna memastikan investigasi dilakukan secara menyeluruh, mulai dari produksi hingga distribusi.

Dosen Teknologi Hasil Perikanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Indun Dewi Puspita, menilai kasus ini bukan sekadar isu keamanan pangan, tetapi juga menyangkut reputasi Indonesia di pasar global.

“Penolakan produk ekspor menimbulkan kerugian besar, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga citra Indonesia di perdagangan internasional. Kepercayaan pasar adalah hal yang paling penting,” ujarnya.

Indun menekankan pentingnya penerapan sistem traceability atau pelacakan rantai pasok yang transparan. Ia juga mengingatkan bahwa Cs-137 tidak terbentuk secara alami, melainkan berasal dari aktivitas manusia seperti uji coba nuklir atau kebocoran reaktor.

Meski kadar yang ditemukan masih di bawah ambang batas, sikap tegas FDA menunjukkan bahwa importir tidak akan berkompromi terkait keselamatan konsumen.

Ekonom senior Indef, Tauhid Ahmad, memperingatkan bahwa isu ini dapat mengganggu rantai pasok ekspor Indonesia, mengingat AS merupakan salah satu pasar utama udang nasional. Tahun lalu, AS menyerap sekitar 17–18 persen ekspor udang Indonesia.

“Kalau masalah ini tidak segera diatasi, dampaknya signifikan bagi neraca perdagangan. Amerika bisa saja beralih ke pemasok lain jika kasus serupa berulang,” tegas Tauhid.

Baca Juga :  Pemerintah Luncurkan Paket Deregulasi Tahap I: Relaksasi Impor Diberlakukan untuk 10 Komoditas Strategis

Namun, ia menilai Indonesia masih memiliki ruang untuk memperbaiki situasi, karena ketergantungan AS terhadap udang Indonesia mencapai lebih dari 50 persen, sehingga mencari alternatif pemasok tidak dapat dilakukan secara cepat.

Sementara itu, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, menilai kasus ini perlu dikaji lebih dalam. Ia mempertanyakan kemungkinan adanya unsur politik dagang di balik temuan FDA.

“Kalau penyakit udang, mungkin masuk akal. Tapi kalau Cesium-137, yang kita tahu merupakan zat radioaktif, justru menimbulkan tanda tanya. Indonesia juga tidak punya fasilitas nuklir besar yang bisa jadi sumber kontaminasi,” ujarnya.

Menurut Susan, standar kebersihan di pabrik pengolahan udang umumnya cukup ketat. Karena itu, kajian akademik independen perlu dilakukan untuk memastikan titik rawan dalam rantai produksi.

Kasus dugaan kontaminasi radioaktif pada udang Indonesia menjadi peringatan serius bagi industri perikanan nasional. Selain berpotensi mengganggu ekspor ke pasar utama seperti AS, Eropa, dan Jepang, insiden ini juga bisa merusak citra Indonesia sebagai pemasok pangan global.

Transparansi investigasi, penguatan standar mutu, dan respons cepat pemerintah menjadi kunci utama untuk mengembalikan kepercayaan pasar internasional sekaligus melindungi daya saing ekspor perikanan Indonesia.

  • Penulis: Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less