Mojokerto, Moralita.com – Maraknya fenomena aparat penegak hukum (APH), yang diduga meminta proyek kepada pemerintah daerah (Pemda), menjadi perhatian serius dalam tata kelola pemerintahan dan supremasi hukum di Indonesia.
Praktik ini tidak hanya mencoreng integritas lembaga penegak hukum, tetapi juga berpotensi melemahkan pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah, serta membuka celah korupsi yang lebih luas.
Pengamat Kebijakan Hukum dan Politik Pemerintah Daerah, Mustiko Romadhoni PW, SH, MH, menilai bahwa keterlibatan aparat hukum dalam proyek-proyek Pemda merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang merusak prinsip keadilan dan akuntabilitas.
“Ketika APH ikut bermain proyek, maka fungsi pengawasan mereka terhadap penggunaan anggaran menjadi tumpul. Ini menciptakan konflik kepentingan yang menghambat proses hukum jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek,” ujar Mustiko, Senin (17/3).
Praktik ini semakin mengkhawatirkan karena terjadi secara sistemik di berbagai daerah. Aparat hukum yang seharusnya menjadi pilar utama dalam pemberantasan korupsi justru diduga ikut serta dalam skema permainan proyek.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana birokrasi di tingkat daerah menjadi medan transaksi antara pejabat daerah dan aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan dampak negatif yang cukup luas.
Proyek Bermasalah, Korupsi Merajalela, APH Tumpul
1. Kualitas Proyek Infrastruktur dan Pelayanan Publik Menurun
Ketika proyek diberikan kepada oknum aparat hukum, mekanisme lelang dan pengadaan barang/jasa menjadi tidak transparan. Proyek sering kali diberikan kepada kontraktor yang bukan berdasarkan kompetensi, tetapi karena kedekatan dengan aparat hukum. Akibatnya, banyak proyek yang mangkrak, kualitas infrastruktur rendah, serta pelayanan publik menjadi buruk.
2. Korupsi Semakin Terstruktur dan Sulit Dibongkar
Dengan keterlibatan jaksa dan polisi dalam proyek Pemda, kasus dugaan korupsi sulit diungkap karena pihak yang seharusnya mengawasi justru ikut bermain. Ini mengakibatkan sistem pengawasan menjadi lumpuh, karena tidak ada keberanian dari pejabat daerah atau masyarakat untuk melaporkan penyimpangan yang terjadi.
3. Integritas Hukum dan Kepercayaan Publik Menurun
Jika aparat penegak hukum terlibat dalam proyek pemerintah daerah, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum. Akibatnya, masyarakat akan semakin skeptis terhadap upaya pemberantasan korupsi dan cenderung tidak percaya pada sistem peradilan yang ada.
4. Persekongkolan Pejabat Daerah dan APH Menghambat Reformasi Birokrasi
Pemda yang merasa ‘terlindungi’ oleh aparat hukum yang bermain proyek akan semakin sulit untuk diawasi secara objektif. Pejabat daerah akan lebih fokus mencari cara untuk mengakomodasi kepentingan APH dibandingkan menjalankan program pembangunan dengan baik dan benar.
Instruksi Jaksa Agung dan Tantangan Implementasi
Jaksa Agung ST Burhanuddin, dalam instruksinya tertanggal 28 Februari 2025, telah mengeluarkan peringatan keras agar jaksa tidak terlibat dalam proyek pemerintah daerah. Namun, implementasi dari instruksi ini masih menjadi tantangan besar.
Mustiko Romadhoni PW, SH, MH, menegaskan bahwa instruksi Jaksa Agung harus dibarengi dengan sistem pengawasan yang lebih ketat dari lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI.
“Instruksi ini penting, tetapi tanpa pengawasan yang ketat, pelanggaran akan terus terjadi. KPK dan Ombudsman harus secara aktif melakukan investigasi dan penindakan terhadap aparat yang masih bermain proyek di daerah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mustiko juga mengusulkan adanya mekanisme pelaporan yang lebih efektif bagi masyarakat atau pejabat daerah yang merasa ditekan oleh aparat hukum yang meminta proyek.
“Harus ada perlindungan bagi pejabat daerah yang melaporkan dugaan intervensi proyek oleh APH. Jika tidak, maka praktik ini akan terus berlangsung tanpa ada yang berani bersuara,” tambahnya.
Saatnya Penegakan Hukum Dibersihkan dari Mafia Proyek
Fenomena jaksa dan polisi meminta proyek ke Pemda merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sangat berbahaya bagi sistem hukum di Indonesia. Tanpa tindakan tegas, praktik ini akan semakin mengakar dan merusak integritas lembaga penegak hukum serta sistem pemerintahan daerah.
Pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dan Polri, harus segera mengambil langkah konkret dalam memastikan bahwa aparat hukum benar-benar bertindak sebagai pengawas yang independen, bukan pelaku dalam skema korupsi di daerah.
“Jika negara ingin bersih dari korupsi, maka harus dimulai dari para penegak hukumnya sendiri. Jika aparat hukum sudah ikut bermain proyek, maka keadilan akan semakin sulit ditegakkan,” tutur Mustiko.
Tantangan terbesar bukan hanya bagaimana memberantas mafia proyek di Pemda, tetapi juga bagaimana memastikan bahwa aparat penegak hukum benar-benar bekerja untuk menegakkan hukum, bukan malah menjadi bagian dari masalah.
“Kepada Pejabat Pemda, jangan takut menolak apabila ada oknum APH minta-minta jatah proyek, jika tak berani menolak berarti pejabat itu juga turut bermain dan ingin pengamanan dari APH,” pungkasnya.
Discussion about this post