Daerah

Gubernur Dedi Mulyadi Tolak Rapat di Hotel: Fokus pada Efisiensi Anggaran dan Pemerataan Fiskal Daerah

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Bandung, Moralita.com Di tengah kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang kembali memperbolehkan pemerintah daerah menggelar rapat di hotel, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, secara tegas menyatakan tetap melarang seluruh jajaran pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk melaksanakan rapat di hotel.

Penegasan tersebut disampaikan Dedi dalam unggahan resmi di akun Instagram pribadinya, @dedimulyadi71, pada Sabtu, (14/6). Menurut Dedi, larangan ini bukan semata-mata soal lokasi, melainkan bagian dari strategi efisiensi anggaran dan upaya mendorong keadilan fiskal antarwilayah.

“Banyak daerah dengan kapasitas fiskal sangat rendah. Pendapatan asli daerah (PAD) mereka kecil dan sebagian besar hanya cukup untuk membayar gaji pegawai,” ujar Dedi.

Ia mencontohkan kondisi Kabupaten Pangandaran yang saat ini tengah mengalami kesulitan anggaran hingga tidak mampu membayarkan tunjangan pegawai selama lima bulan terakhir. “Ibu bupatinya sudah ke Jakarta dan berbagai tempat mencari solusi. Saya juga sedang mencarikan jalan keluar,” ungkap Dedi.

Baca Juga :  Komisi II DPR RI RDP dengan KPU, Bawaslu, Kemendagri Bahas Pelantikan Kepala Daerah Hasil Pilkada

Lebih jauh, Dedi menyoroti ketimpangan fiskal antara kota-kota besar yang memiliki banyak fasilitas dan potensi wisata, dengan daerah-daerah kecil yang mengandalkan sumber daya alam namun mengalami kerusakan lingkungan dan minim penerimaan.

“Daerah perkotaan yang dipenuhi hotel-hotel dan kunjungan wisata cenderung meraup pendapatan tinggi tanpa mengorbankan lingkungan. Sebaliknya, daerah pedesaan yang menggantungkan pendapatan dari tambang pasir, batu, dan hasil hutan justru mengalami kerusakan ekologi, namun kontribusi fiskalnya rendah,” jelasnya.

Ia mempertanyakan urgensi penggunaan dana publik—terutama di daerah-daerah miskin—untuk membiayai kegiatan rapat mewah di hotel-hotel berbintang di kota besar.

“Apakah masuk akal bila kabupaten dengan infrastruktur sekolah yang buruk, jalan rusak, irigasi tak layak, puskesmas terbengkalai, sanitasi rendah, dan BPJS yang menunggak, justru menggunakan pajak rakyatnya untuk menggelar rapat di hotel mahal?” tegasnya.

Baca Juga :  Longsor di Tambang Galian C Cirebon Tewaskan 10 Pekerja, Proses Evakuasi Masih Berlangsung

Dedi kemudian mengimbau seluruh ASN di lingkungan Pemprov Jabar untuk menyelenggarakan rapat secara sederhana di kantor masing-masing. Menurutnya, dana yang biasa dialokasikan untuk kegiatan di hotel bisa dialihkan untuk program prioritas masyarakat, seperti pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

“Rapat itu bisa dilakukan di kantor. Dana yang selama ini dibelanjakan di hotel berbintang dan pusat kota sebaiknya digunakan untuk membangun sekolah, jalan, irigasi, dan puskesmas. Saat kita menikmati toilet hotel mewah, masih banyak rakyat yang bahkan tidak memiliki toilet di rumahnya,” katanya.

Dedi juga menyinggung masalah tunggakan pembayaran iuran BPJS di Provinsi Jawa Barat yang mencapai Rp360 miliar. “Apakah kita tega membiarkan rakyat menanggung dampaknya, sementara anggaran justru dihamburkan untuk kegiatan yang bisa disederhanakan?”

Gubernur Dedi turut mengungkap adanya potensi penyimpangan dalam praktik pelaksanaan rapat di hotel, berdasarkan pengalamannya selama menjabat.

“Saya tahu persis, banyak ketidaksesuaian dalam laporan pertanggungjawaban kegiatan rapat di hotel. Kamar yang dilaporkan lima, tapi yang digunakan hanya tiga. Pesanan makan untuk 10 orang, tapi yang hadir hanya tujuh,” ungkapnya.

Baca Juga :  Tim SAR Gabungan Temukan Dua Jenazah Korban Longsor Tambang Gunung Kuda, Total Korban Tewas Capai 19 Orang

Menurut Dedi, praktik semacam itu mencerminkan lemahnya akuntabilitas dan potensi pemborosan anggaran yang seharusnya dapat ditekan dengan pengelolaan yang lebih efisien dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Melalui kebijakan ini, Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya terhadap pengelolaan anggaran yang efisien dan berkeadilan, dengan memprioritaskan alokasi dana publik untuk program-program nyata yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.

“Pemerintah tidak boleh silau oleh kemewahan fasilitas. Tugas utama kita adalah memastikan setiap rupiah dari rakyat kembali dalam bentuk pelayanan dan pembangunan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama yang berada di wilayah tertinggal,” pungkasnya.

Sebelumnya

Kapolri Bentuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara, Novel Baswedan Ditunjuk sebagai Wakil Kepala

Selanjutnya

KPK Dorong Reformasi Kebijakan untuk Cegah Praktik Pungli dan Korupsi dalam PPDB

Moralita
Bagikan via WhatsApp
Share
WhatsApp