Senin, 4 Agu 2025
light_mode
Home » News » Hak Jawab BPR Majatama Mojokerto Atas Tudingan Negatif

Hak Jawab BPR Majatama Mojokerto Atas Tudingan Negatif

Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 26 April 2025 12:00 WIB

Mojokerto, Moralita.com – Setelah polemik tudingan negatif akhir-akhir ini, PT. BPR Majatama Perseroda akhirnya melayangkan surat hak jawab yang menyatakan keberatan atas pemberitaan di Media Moralita.com pada tanggal 23 April 2025 dengan Judul ‘Terkuak Krisis Kondisi di BPR Majatama Mojokerto, Bupati Harus Bertindak Tegas!’.

Keberatan dan Hak Jawab di kirim tertulis ke Redaksi Moralita.com oleh Direktur Utama PT. BPR Majatama Perseroda, Tri Hardianto pada Sabtu (26/4).

Menurut Tri Hardianto isi berita yang ditanggapi berbunyi ‘Kondisi BPR Majatama Mojokerto memprihatinkan, tingginya rasio kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) serta disinyalir langgar aturan tata kelola BUMD terkuak tabir buruknya manajemen dan pengawasan di tubuh lembaga perbankan plat merah milik Kabupaten Mojokerto tersebut.’

Pihak Majatama menampik dalam suratnya bahwa berita diatas tidaklah benar, PT. BPR Majatama Perseroda tidak langgar aturan, saat ini PT. BPR Majatama Perseroda dalam kondisi SEHAT, yang dapat kami buktikan dari hasil penilaian Tingkat Kesehatan BPR sesuai dengan tata cara penilaian yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.03/2022 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

“PT BPR Majatama Perseroda juga selama ini telah menjalankan Penerapan Tata Kelola yang baik sebagaimana di atur dalam POJK Nomor 9 Tahun 2024 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah,” jelas Tri dalam suratnya.

Isi berita yang memuat bahwa ‘Berdasar Laporan RUPS 2024 BPR Majatama, mengungkap serangkaian indikasi pelanggaran serius terhadap aturan perbankan dan prinsip tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG), yang berpotensi menimbulkan risiko hukum dan kerugian bagi keuangan Pemkab Mojokerto.’

Menurutnya isi berita tersebut tidaklah berdasar, karena tidak terdapat pelanggaran serius yang dilakukan oleh PT, BPR Majatama. RUPS Tahunan Tahun Buku 2024 telah dijalankan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, sebagaimana diatur pada Undang Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 66, Permendagri No 21 Tahun 2024 Tentang Pengelolaan Bank Perekonomian Rakyat Milik Pemerintah Daerah dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah Milik Pemerintah Daerah Pasal 62 dan 63, serta Perda Kabupaten Mojokerto No 4 Tahun 2020 Tentang Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Majatama (Perseroda) pasal 101.

Selanjutnya isi berita yang memuat bahwa ‘Tingginya rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) BPR Majatama yang tercatat sebesar 6,47% bruto dan 5,82% net per 31 Desember 2024. Angka tersebut melampaui batas maksimal 5% yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR.’

Baca Juga :  Begini Analisa Ahli Hukum Pidana terkait Kasus Jual-Beli Jabatan di Pemkab Mojokerto, Berpotensi Jerat Pelaku dan Pemberi Suap

“Ini menjadi indikator kegagalan manajemen BPR Majatama dibawah komando Sekdakab Teguh Gunarko sebagai Komisaris Utama, lemahnya pengawasan internal atau sengaja dilemahkan sehingga peluang terjadinya fraud dalam pemberian kredit manipulatif terjadi,” ujar Ketua FKI-1, Wiwit Hariyono, Rabu (23/4)”.

Menurut Tri tudingan Wiwit Hariyono yang dimuat dalam isi berita tersebut tidaklah berdasar, penyebutan dalam berita bahwa POJK No. 12/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BPR adalah salah, yang benar POJK No. 12/POJK.03/2016 adalah Tentang Kegiatan Usaha dan Wilayah Jaringan Kantor Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Modal Inti.

Penjelasan Tri dalam suratnya menyebut POJK yang benar dan digunakan untuk menilai tingkat kesehatan BPR adalah POJK No.3/POJK.03/2022 tentang tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dimana indikator penilaian tingkat kesehatan tidak hanya diukur dari NPL saja, tetapi menggunakan pendekatan risiko dengan cakupan penilaian terhadap 4 faktor yaitu profil risiko, tata kelola, rentabilitas, dan permodalan serta secara akumulatif penilaian bahwa PT. BPR Majatama Perseroda dalam kondisi SEHAT.

Dalam berita yang memuat statemen Wiwit Hariyono bahwa ‘Masalah semakin kompleks dengan fakta bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mojokerto, Teguh Gunarko menjabat sebagai Komisaris Utama BPR Majatama, didampingi Kepala Inspektorat, Poedji Widodo sebagai Komisaris. Menurut Wiwit, hal ini bertentangan dengan Pasal 68 ayat (1) Permendagri No. 94 Tahun 2017 secara tegas mensyaratkan bahwa komisaris harus bebas dari conflict of interest dan tidak boleh merangkap jabatan yang memengaruhi independensi pengawasan Bank Daerah.

“Posisi Sekda dan Kepala Inspektorat sebagai pejabat struktural aktif yang memiliki kewenangan dalam penganggaran dan pengawasan keuangan daerah menabrak etika pengelolaan keuangan publik,” tambah Wiwit. Apalagi, Kepala Inspektorat yang seharusnya bertindak sebagai auditor justru berada dalam struktur yang diaudit, menimbulkan anomali fungsi dan mencederai prinsip objektivitas audit internal.’

Masih kata Tri dalam suratnya menyebut, tudingan tidaklah berdasar, bahwa Pasal 68 Permendagri Nomor 94 Tahun 2017 sebagaimana disampaikan dalam berita adalah salah dan isinya bukan tentang persyaratan bahwa komisaris harus bebas dari conflict of interest dan tidak boleh merangkap jabatan yang memengaruhi independensi pengawasan Bank Daerah.

Bahwa Permendagri Nomor 94 Tahun 2017 saat ini juga sudah tidak berlaku lagi, sesuai asas hukum “lex posterior derogate legi priori; peraturan baru menggantikan peraturan lama”; dan telah digantikan dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Pengelolaan Bank Perekonomian Rakyat Milik Pemerintah Daerah dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah Milik Pemerintah Daerah.

Baca Juga :  Reses DPRD Elia Joko Sambodo: Bahas Solusi Ekonomi UMKM hingga Sektor Kreatif Pariwisata Kabupaten Mojokerto

“Kami memastikan bahwa pengangkatan dan pelaksanaan tugas Bp. Teguh Gunarko dan Bp. Poedji Widodo sebagai Komisaris PT. BPR Majatama Perseroda telah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, yang terdokumentasi secara baik dari pembentukan Panitia seleksi, proses seleksi, Fit & Proper Test oleh OJK sampai dengan RUPS LB pengangkatan yang bersangkutan, begitu juga dalam melaksanakan Tupoksi sebagai Dewan Komisaris di PT. BPR Majatama Perseroda juga dilakukan sebaik mungkin dan secara professional,” beber Tri dalam suratnya.

Terkait tudingan yang dilayangkan Wiwit Hariyono dalam isi berita ‘FKI-1 dalam investigasinya menemukan sejumlah pelanggaran administratif yang berdampak sistemik terhadap kredibilitas pengelolaan BPR Majatama, antara lain: Keterlambatan Penyampaian Laporan BPR Majatama, Indikasi Manipulatif Laporan tersebut disampaikan melebihi batas aturan, seharusnya maksimal 30 hari kerja setelah penutupan tahun buku, serta tidak dipublikasikan kepada publik dalam 15 hari kerja pasca pengesahan, melanggar Pasal 78 Permendagri 94/2017, Distribusi Laba Melanggar Aturan, Persentase tantiem, jasa produksi, dan dana kesejahteraan diduga melampaui batas maksimal kumulatif 25% sebagaimana diatur Pasal 82 ayat (3), Honorarium Pegawai Berlebihan, Indikasi pengeluaran gaji dan insentif melebihi ambang batas efisiensi 40% dari pendapatan, melanggar Pasal 70 ayat (3).’

Tri juga menampik bahwa tudingan dalam berita tersebut tidaklah benar, Manajemen BPR Majatama tidak melanggar Pasal 78 Permendagri Nomor 94 Tahun 2017 yang saat ini sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2024. Frasa kalimat 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud Pasal 78 angka (5) Permendagri Nomor 94 Tahun 2017 secara lengkap berbunyi ‘Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disahkan oleh Kepala Daerah atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima’, bukan sebagaimana dimaksut di isi berita yaitu 30 hari kerja setelah penutupan tahun buku.
Tudingan dalam isi berita bahwa Laporan Tahunan tidak dipublikasikan kepada publik dalam 15 hari kerja pasca pengesahan juga tidak benar, karena BPR telah mempublikasikan Laporan Keuangan Tahunan pada tanggal 26 Maret 2025 di Koran Jawa Pos Radar Mojokerto (5 hari kerja setelah pengesahan), pada Koran Memo Tgl 10 April 2025 (7 hari kerja setelah pengesahan dengan adanya libur hari raya idul fitri), serta melaporkan melaporkan laporan Tahunan dan Transparasi Tata Kelola (GCG) pada webiste BPR dan Media Perbarindo sebelum 15 belas hari kerja setelah pengesahan.

Penjelasan Tri dalam suratnya menyebut, BPR juga telah mengalokasikan alokasi laba berupa deviden, cadangan, CSR, Tantiem, Jasa Produksi dan dana kesejahteraan sesuai dengan Permendagri Nomor 94 Tahun 2017 yang saat ini diubah dengan Permendagri 21 Tahun 2024 dan Perda BPR Nomer 4 Tahun 2020 sehingga isi berita tidaklah benar.

Baca Juga :  KPK Ungkap Modus Potongan 20 Persen Dana Hibah Pokmas DPRD Jatim, Proyek Dikecilkan untuk Hindari Lelang

Menurutnya Pengeluaran Gaji/Penghasilan kepada Pengurus dan Pegawai BPR telah sesuai dengan Pasal 89 Permendagri Nomor 94 Tahun 2017 (yang saat ini sudah tidak belaku dan di ganti dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2024), yaitu Pemberian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2), Pasal 59 ayat (2) dan Pasal 70 ayat (3) serta biaya tenaga kerja lainnya bagi Dewan Pengawas/Dewan Komisaris, Direksi dan Pegawai tidak melebihi 40% (empat puluh persen) dari total realisasi pendapatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan.

Tercatat Biaya Tenaga Kerja Tahun 2024 yaitu sebesar Rp. 7.116.210.544,- dan jika dibandingkan dengan Pendapatan Tahun 2022 yaitu sebesar Rp. 27.367.275.052,- maka komposisi perbandingannya adalah 26% dan dibawah 40% sehingga tudingan Wiwit Hariyono dalam isi berita tersebut salah dan tidak berdasar.

Selanjutnya tudingan narasumber dalam isi berita yang memuat bahwa ‘Fakta mencengangkan, Direktur BPR Majatama, Tri Hardianto yang kini masih menjabat, ternyata sudah menjabat 4 periode “Ini jelas melanggar Pasal 17 Permendagri No. 37 Tahun 2018 pasal 51 yang membatasi masa jabatan maksimal dua periode (10 tahun).’

Hal tersebut menurutnya tidaklah sesuai dengan fakta sebenarnya, Periodeisasi Direktur Utama Tri Hardianto di PT. BPR Majatama telah melalui proses dan persyaratan yang diatur Dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, yaitu:

– Pasal 51 ayat (1) huruf (b) dinyatakan dalam hal anggota Direksi memiliki keahlian khusus dan/ atau prestasi yang sangat baik, dapat diangkat untuk masa jabatan yang ketiga.

– Pasal 59 ayat (2); Dewan Pengawas, Komisaris, dan Direksi yang telah diangkat sebelum peraturan pemerintah mengenai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diundangkan, tidak termasuk dalam periodesasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (1).

Tri juga menjelaskan dalam suratnya bahwa saat ini jabatannya sebagai Direktur Utama adalah periode ke 3 bukan ke 4 sebagaimana isi berita, yang dihitung sejak peraturan pemerintah mengenai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diundangkan pada Tahun 2018, Periode 1 (2015 – 2019), Periode II (2019 – 2024) dan Periode III (2024 – 2029).

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less