Selasa, 22 Jul 2025
light_mode
Home » News » Ijazah Salah Satu Anggota DPRD Kabupaten Kediri Disinyalir Palsu, FKI-1 Ungkap Hasil Investigasinya

Ijazah Salah Satu Anggota DPRD Kabupaten Kediri Disinyalir Palsu, FKI-1 Ungkap Hasil Investigasinya

Oleh Redaksi Moralita — Minggu, 20 Juli 2025 14:16 WIB

Kediri, Moralita.com – Dugaan penggunaan ijazah palsu oleh seorang anggota DPRD Kabupaten Kediri inisial A mencuat ke publik setelah Ketua Organisasi Masyarakat Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1), Wiwit Hariyono, membeberkan hasil investigasinya.

Temuan ini disebut berkaitan dengan dokumen administrasi persyaratan yang dilampirkan saat proses pencalonan DPRD di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kediri.

Menurut Wiwit, dugaan pemalsuan ijazah muncul setelah pihaknya menelusuri dokumen lampiran administrasi calon legislator yang bersangkutan saat proses pencalonannya di KPU, khususnya ijazah SMA yang bersangkutan yang digunakan sebagai syarat pencalonan.

Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam struktur dan isi ijazah tersebut, mulai dari nomenklatur, format legalisasi, hingga aspek historis lembaga penerbitnya.

Wiwit memaparkan bahwa pada bagian atas ijazah tertulis ‘STTB Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA)’, namun dalam keterangan di bawahnya justru menyebutkan bahwa yang bersangkutan adalah lulusan ‘Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas (SMEA) Jaya Sakti Surabaya’.

Ketidaksesuaian tersebut dinilai fatal apabila lolos verifikasi administratif dan faktual KPU karena menyangkut dokumen identitas lembaga pendidikan.

Baca Juga :  Kok bisa Ijazah SMAN Colomadu Ditemukan Sebagai Bungkus Lele Bakar di Klaten, Begini Kronologinya

Lebih lanjut, ijazah tersebut tercatat diterbitkan pada tahun 1993. Namun, stempel sekolah yang tertera sudah menggunakan sistem Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), padahal sistem tersebut baru diberlakukan secara nasional melalui Keputusan Balitbang Depdiknas Nomor 3574/G.G4/KL/2009.

“Seharusnya pada periode 1990–2008, lembaga pendidikan swasta masih menggunakan Nomor Statistik Sekolah (NSS),” jelasnya kepada wartawan Moralita.com di kantornya, Minggu (20/7).

Tidak hanya itu, menurutnya ijazah yang dilampirkan salah satu anghota DPRD Kabupaten Kediri ini juga telah dilegalisasi menggunakan stempel sekolah yang dinilai mencurigakan.

“Legalisir ijazah tersebut tidak mencantumkan tanggal maupun tahun, dan tanda tangan penanggung jawab tidak jelas,” ucapnya.

Dugaan Ijazah Palsu salah satu Anggota DPRD Kabupaten Kediri

Diketahui pula, sekolah Jaya Sakti telah mengalami merger dengan SMA Mardi Siswi sejak 2014 karena minimnya peserta didik. Wiwit menyebut hal ini menimbulkan pertanyaan hukum,  apakah institusi yang sudah tidak eksis secara administratif masih memiliki kewenangan mengeluarkan legalisasi dokumen resmi?

Baca Juga :  High Risk! DPRD Jatim Dorong Bupati Segera Audit, FKI-1 Imbau Kades Tarik Dana Siltap dari Bank Majatama Mojokerto

Menanggapi temuan ini, FKI-1 mendesak KPU Kabupaten Kediri untuk melakukan klarifikasi dan investigasi menyeluruh. Verifikasi dapat dilakukan melalui pengecekan arsip seperti rapor, buku induk, atau database resmi Dispendik terkait riwayat yang bersangkutan sekolah.

Wiwit menekankan bahwa jika terbukti, penggunaan ijazah palsu dalam proses pencalonan legislatif dapat dikategorikan sebagai tindak pidana serius. Hal ini sesuai dengan:

  • Pasal 263 KUHP yang mengatur pidana maksimal 6 tahun penjara bagi siapa pun yang membuat atau menggunakan surat palsu yang dapat menimbulkan hak atau perikatan hukum.
  • Pasal 264 KUHP, Memperberat ancaman jika pemalsuan dilakukan atas akta otentik atau surat resmi.
  • Pasal 520 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu: Mengancam hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda hingga Rp72 juta bagi calon legislatif yang menggunakan dokumen palsu.
Baca Juga :  Ternyata Gunakan Mobil Milik Perusahaan Putrinya saat Jokowi Laporkan Dugaan Ijazah Palsu, Begini Datanya

“KPU Kabupaten Kediri harus bersikap transparan. Publik berhak tahu apakah yang bersangkutan benar-benar bersekolah di institusi tersebut. Jika ditemukan pemalsuan, sanksi pidana dan etik wajib diterapkan,” tegas Wiwit.

Dalam proses investigasinya, Wiwit menyebut bahwa polemik ini disinyalir ditutup dengan sangat rapat dan rapi, beberapa pejabat terkait Kabupaten Kediri bungkam dan terkesan menutupi.

Sampai berita ini ditayangkan, awak media berusaha mengkonfirmasi pihak DPRD dan KPU Kabupaten Kediri namun pihak tersebut belum memberikan keterangan resminya.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less