IJTI Respon Penetapan Direktur Jak TV sebagai Tersangka, Waspadai Kriminalisasi Pers dan Ancaman terhadap Demokrasi
Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 22 April 2025 21:58 WIB; ?>

Direktur Jak TV, Tian Bahtiar dikawal petugas usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, (22/4).
Jakarta, Moralita.com – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan keprihatinannya atas penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi timah dan impor gula oleh Kejaksaan Agung.
Dalam pernyataannya, Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan menyatakan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum, namun juga mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap kerja-kerja jurnalistik.
“IJTI mendukung penuh penegakan hukum terhadap siapa pun yang terlibat korupsi. Namun, kami menyoroti langkah penetapan tersangka yang jika didasarkan pada aktivitas jurnalistik, patut diuji terlebih dahulu melalui mekanisme yang sah menurut Undang-Undang Pers,” ujar Herik, Selasa (22/4).
Jurnalisme sebagai Pilar Demokrasi
Herik menegaskan bahwa produk jurnalistik, termasuk konten yang kritis terhadap lembaga negara, adalah bagian dari fungsi kontrol sosial media yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Bila tuduhan terhadap Tian Bahtiar berkaitan dengan isi pemberitaan atau siaran, maka semestinya Kejaksaan Agung berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dewan Pers untuk memastikan bahwa yang bersangkutan bertindak dalam kapasitas jurnalistik.
“UU Pers memberi mandat bahwa Dewan Pers adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menilai apakah suatu produk adalah karya jurnalistik atau bukan. Mengabaikan prosedur ini sama saja mencederai kemerdekaan pers dan membuka ruang kriminalisasi terhadap jurnalis,” tegas Herik.
Potensi Ancaman terhadap Demokrasi
Menurut IJTI, proses pidana terhadap wartawan tanpa terlebih dahulu melibatkan Dewan Pers, membuka preseden berbahaya yang bisa digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menekan media. Hal ini dikhawatirkan akan memperlemah independensi dan keberanian media dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan.
“Pemidanaan terhadap aktivitas jurnalistik yang sah tanpa dasar hukum yang kuat dan tanpa prosedur sesuai UU Pers adalah bentuk ancaman terhadap kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan pada akhirnya terhadap demokrasi itu sendiri,” lanjut Herik.
IJTI menyerukan seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik dan menjaga profesionalisme dalam bertugas. Selain itu, IJTI juga akan segera melakukan koordinasi dengan Dewan Pers guna memastikan perlindungan terhadap jurnalis dalam koridor hukum yang berlaku.
Kronologi Direktur Jak TV dengan Dugaan Perintangan Penyidikan
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi, yakni Tian Bahtiar (Direktur Pemberitaan Jak TV), serta dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saebih.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Tian diduga menggunakan jabatannya untuk menyebarkan narasi yang bertujuan melemahkan penanganan kasus korupsi yang sedang ditangani penyidik Jampidsus.
“Dia (Tian) mendapat uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur Jak TV karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” ujar Harli.
Penyidikan menemukan bahwa Marcella dan Junaedi memproduksi serta membiayai narasi negatif yang kemudian disebarkan melalui pemberitaan di Jak TV, dengan tujuan mengganggu jalannya penyidikan kasus korupsi tata niaga timah dan impor gula, serta menciptakan opini publik bahwa Kejagung bekerja tidak profesional.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menambahkan bahwa para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menggagalkan proses hukum. Mereka bahkan disebut mendanai demonstrasi dan seminar untuk membentuk opini publik yang bias terhadap Kejagung.
“Tujuan mereka adalah menggiring opini negatif, melemahkan konsentrasi penyidik, dan berharap perkara yang sedang berjalan di persidangan dapat dibebaskan atau minimal mengalami gangguan proses,” ujar Abdul Qohar.
Di tengah situasi ini, IJTI menegaskan bahwa kebebasan pers tidak boleh dijadikan tameng bagi aktivitas kriminal non-jurnalistik. Namun, penanganan setiap dugaan pelanggaran harus melalui jalur yang konstitusional dan prosedural.
“Kami mengingatkan seluruh jurnalis agar tetap memegang teguh kode etik jurnalistik, dan juga meminta aparat penegak hukum untuk tidak bersikap represif terhadap kerja-kerja jurnalistik yang sah,” tutup Herik.
Artikel terkait:
- Eks Sekda Cilacap Awaluddin Muuri Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Pembelian Aset BUMD, Negara Rugi Rp237 Miliar
- KPK Ungkap Dugaan Korupsi Dana CSR BI dan OJK, Anggota DPR RI Satori dan Heri Gunawan Jadi Tersangka
- Empat Tersangka Korupsi Chromebook Kemendikbudristek Ditetapkan Kejaksaan Agung, Dua Ditahan
- Kejaksaan Agung Limpahkan Berkas Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah di Pertamina ke Jaksa Penuntut Umum
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar