Indonesia Targetkan Operasional PLTN Pertama pada 2032, Pembangunan Fisik Dimulai 2027
Jakarta, Moralita.com – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di tanah air pada tahun 2032. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa sejumlah regulasi pendukung tengah disiapkan guna merealisasikan proyek strategis nasional ini.
“Beberapa regulasi telah kami rampungkan, dan target kami pada awal dekade 2030-an, tepatnya tahun 2032, PLTN ini sudah dapat beroperasi,” ujar Menteri Bahlil dalam Konferensi Pers Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 yang digelar di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Berdasarkan perencanaan tersebut, pembangunan fisik fasilitas nuklir pertama Indonesia dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2027. Fase awal pembangunan akan difokuskan pada reaktor skala kecil dengan kapasitas di bawah 300 megawatt (MW), sebagai langkah mitigasi risiko dan strategi pengembangan bertahap.
“Kami akan memulainya dengan reaktor kecil berkapasitas sekitar 250 MW,” ungkap Bahlil.
Adapun lokasi pembangunan PLTN direncanakan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kedua wilayah tersebut dipilih berdasarkan hasil kajian teknis dan geologis secara komprehensif yang dilakukan oleh tim ahli. Evaluasi mencakup aspek kelayakan, keamanan seismik, serta efektivitas operasional jangka panjang.
“Pemilihan lokasi sudah melalui kajian mendalam oleh tim teknis. Tentu tidak asal pilih, kita pastikan semua aspek kelayakan dan efektivitasnya terpenuhi,” jelasnya.
Dalam mendukung pembangunan PLTN tersebut, Indonesia telah menarik perhatian sejumlah perusahaan internasional yang bergerak di bidang teknologi nuklir. Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Perubahan Iklim, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa lima perusahaan nuklir global telah menyatakan minatnya untuk bekerja sama.
Kelima perusahaan tersebut antara lain Rosatom dari Rusia, China National Nuclear Corporation (CNNC), Rolls-Royce asal Inggris, Électricité de France (EDF) dari Prancis, serta NuScale Power Corporation yang berbasis di Amerika Serikat dan mengembangkan teknologi reaktor modular kecil (SMR).
“Mereka menunjukkan ketertarikan tinggi dan sangat mungkin akan menjalin kemitraan dengan lembaga seperti Danantara,” ungkap Hashim.
Namun demikian, keputusan final mengenai lokasi spesifik pembangunan PLTN masih dalam tahap evaluasi lebih lanjut, mengingat faktor geologi Indonesia yang kompleks. Indonesia berada di zona Cincin Api Pasifik, yang dikenal memiliki aktivitas tektonik dan vulkanik tinggi, sehingga pemilihan lokasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Meski menghadapi tantangan geografis, Hashim menuturkan bahwa wilayah barat Indonesia dinilai cocok untuk pembangunan reaktor skala besar dengan kapasitas hingga 1 gigawatt (GW). Sementara itu, wilayah timur lebih ideal untuk pengembangan reaktor modular kecil (SMR) berbasis teknologi terapung dengan kapasitas hingga 700 MW, yang dinilai lebih fleksibel dalam menghadapi potensi risiko geologi.
Proyek PLTN ini merupakan langkah strategis Indonesia dalam diversifikasi sumber energi nasional dan transisi menuju energi bersih rendah karbon. Selain meningkatkan ketahanan energi, pengembangan teknologi nuklir diharapkan dapat mendukung pencapaian target emisi nol bersih (net zero emissions) pada 2060.






