Politik

Komdigi Siapkan Regulasi Baru untuk Ciptakan Keseimbangan antara Media Konvensional dan Digital

Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail.

Jakarta, Moralita.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah merumuskan serangkaian kebijakan strategis guna menciptakan ekosistem media yang adil dan berkelanjutan di tengah disrupsi digital yang semakin masif. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap ketimpangan yang kian mencolok antara media konvensional dan media digital, yang berimbas langsung pada keberlangsungan industri dan nasib para pekerja media, khususnya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menyampaikan bahwa pemerintah menyadari betul tantangan yang dihadapi industri media konvensional, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi dan pergeseran pola konsumsi informasi masyarakat. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Ketenagakerjaan, dalam mencari solusi konkret untuk mengatasi gelombang PHK di sektor media.

“Kami di Komdigi bersama Kementerian Ketenagakerjaan bersepakat untuk merumuskan langkah-langkah konstruktif dalam merespons fenomena PHK massal di industri media. Prinsipnya, setiap proses PHK harus tetap mengacu pada peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, tidak dilakukan secara sewenang-wenang, dan memperhatikan asas keadilan bagi para pekerja,” ujar Ismail dalam webinar bertajuk “Badai PHK Media Terjang Industri Media, Salah Siapa?” yang diselenggarakan Universitas Mercu Buana secara daring, Senin (16/6).

Baca Juga :  Gubernur Khofifah dan Alim Markus Bahas Stabilitas Ekonomi dan Pencegahan PHK di Jawa Timur

Lebih lanjut, Ismail menekankan bahwa di tengah arus transformasi digital yang deras, eksistensi media konvensional—termasuk televisi dan media cetak—masih sangat relevan dan dibutuhkan sebagai penjaga kualitas informasi serta pilar utama demokrasi.

Sebagai salah satu langkah konkret, Komdigi saat ini tengah melakukan kajian mendalam terhadap berbagai regulasi yang dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan dinamika industri media modern. Kajian tersebut mencakup kemungkinan revisi hingga ke tingkat undang-undang untuk menciptakan level playing field antara media digital dan konvensional.

“Pemerintah tengah meninjau kembali sejumlah regulasi yang ada, bahkan membuka kemungkinan revisi kebijakan di tingkat legislasi, dengan tujuan membangun keseimbangan yang sehat antara dua ekosistem media. Harmonisasi kebijakan ini sangat penting agar keduanya dapat tumbuh secara berdampingan dan berdaya saing,” paparnya.

Baca Juga :  Kemnaker Imbau Masyarakat Waspadai Penipuan Lowongan Kerja Online

Regulasi baru tersebut dirancang untuk mencegah ketimpangan yang semakin dalam antara kebutuhan kuantitas konten digital dengan kualitas pemberitaan media konvensional. Pemerintah, kata Ismail, juga tengah menyusun strategi jangka panjang untuk menjaga kesinambungan industri media sekaligus memberikan perlindungan yang layak bagi para pekerjanya.

Ia juga menekankan bahwa perubahan lanskap media saat ini merupakan keniscayaan akibat kemajuan teknologi digital dan pergeseran gaya hidup masyarakat global. Transformasi ini telah mengubah secara fundamental cara masyarakat mengakses informasi, serta memaksa industri media beradaptasi dengan model bisnis baru, termasuk dalam hal monetisasi dan distribusi konten.

“Teknologi digital telah mengubah perilaku masyarakat secara signifikan, terutama generasi muda yang kini lebih memilih mengonsumsi berita melalui platform digital. Akibatnya, media konvensional seperti televisi mengalami penurunan jumlah penonton dan pendapatan iklan,” jelas Ismail.

Kendati demikian, Ismail menegaskan bahwa media konvensional tetap memainkan peran penting dalam menjamin akurasi dan kualitas informasi, terutama di tengah menjamurnya konten digital yang belum tentu terverifikasi. Ia menilai media arus utama masih memegang teguh etika jurnalistik dan prinsip verifikasi berita yang ketat.

Baca Juga :  BPJS Ketenagakerjaan Tolak 17% Klaim JKP Sepanjang 2025, Dokumen Tidak Valid Jadi Penyebab Utama

“Media konvensional masih menjadi rujukan utama kebenaran informasi karena konsisten menjalankan standar etika jurnalistik yang ketat. Hal ini sangat penting untuk menjaga integritas ruang publik di tengah membanjirnya informasi yang tidak selalu dapat dipertanggungjawabkan di era digital,” ujarnya.

Mengakhiri paparannya, Ismail mengajak seluruh pemangku kepentingan—baik dari kalangan industri, akademisi, hingga organisasi pekerja media—untuk terlibat aktif dalam proses perumusan kebijakan yang lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan zaman.

“Sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk menyusun kebijakan media yang inklusif, adil, dan berorientasi pada keberlanjutan. Kita harus memastikan bahwa transformasi digital ini membawa manfaat bagi semua pihak tanpa meninggalkan siapa pun di belakang,” pungkasnya.

Sebelumnya

PGN Siap Dukung Energi Bersih di Desa Tropodo, Sidoarjo Gantikan Bahan Bakar Limbah Plastik

Selanjutnya

KPK Ungkap Uang Pembelian Jet Pribadi Dibawa dalam 19 Koper dari Papua

Moralita
Bagikan via WhatsApp
Share
WhatsApp