Jakarta, Moralita.com – Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Rabu (22/1).
Agenda utama rapat tersebut adalah membahas jadwal dan mekanisme pelantikan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024.
“Hari ini agenda kita adalah membahas pelantikan kepala daerah hasil pemilihan serentak nasional 2024,” ujar Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dalam rapat tersebut.
Pentingnya Kepastian Hukum dan Jadwal Pelantikan
Rapat kerja ini diharapkan mampu menghasilkan keputusan strategis untuk memastikan proses pelantikan kepala daerah berlangsung lancar, tertib, dan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Rifqi menegaskan bahwa saat ini beberapa daerah masih menghadapi sengketa hasil Pilkada yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Rifqi, terdapat tiga klaster besar terkait sengketa hasil Pilkada yang diajukan ke MK:
1. Klaster pertama: 23 perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHP) gubernur dan wakil gubernur yang melibatkan 16 provinsi.
2. Klaster kedua: 238 perkara PHP bupati dan wakil bupati.
3. Klaster ketiga: 49 perkara PHP wali kota dan wakil wali kota di 233 kabupaten/kota.
“Kita perlu memastikan semua proses hukum, termasuk sengketa di MK, dapat diselesaikan secara tepat waktu, sehingga pelantikan kepala daerah definitif bisa dilakukan sesuai jadwal,” ujar Rifqi.
Aturan dan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah
Dalam rapat tersebut, Rifqi juga menyoroti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024 yang menjadi dasar pelaksanaan pelantikan kepala daerah. Berdasarkan Perpres tersebut, pelantikan gubernur dan wakil gubernur dijadwalkan berlangsung pada 7 Februari 2025, sedangkan pelantikan bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota akan dilaksanakan pada 10 Februari 2025.
Namun, ia mengingatkan bahwa Putusan MK Nomor 46-47 Tahun 2024 menggarisbawahi pentingnya pelantikan serentak, kecuali jika terdapat situasi yang memaksa, seperti pemungutan suara ulang, penghitungan ulang, atau kondisi force majeure di sejumlah daerah.
“Kita harus mencari solusi yang memastikan pelantikan dapat segera dilaksanakan tanpa melanggar aturan undang-undang, sembari menghormati putusan MK,” tegasnya.
Discussion about this post