Konsesi Tambang Salah Satu Pemicu Gejolak PBNU, Gus Yahya Setuju Kembalikan
Jakarta, Moralita.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf akhirnya memberikan pernyataan terkait wacana pengembalian konsesi tambang yang selama ini menjadi salah satu polemik internal organisasi. Dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (11/11/2025),
Gus Yahya menegaskan bahwa PBNU pada prinsipnya tidak keberatan apabila konsesi tambang yang diberikan pemerintah tersebut harus dikembalikan.
Namun, ia menekankan bahwa seluruh proses dan keputusan terkait isu strategis ini harus dibahas dan ditetapkan secara kolektif oleh pimpinan organisasi.
“Iya, itu (mengembalikan konsesi tambang) enggak masalah, tetapi semua harus dibicarakan bersama, karena keputusannya ini juga keputusan bersama,” ujar Gus Yahya.
Pernyataan tersebut disampaikan sebagai respons atas meningkatnya desakan sejumlah pihak yang menilai bahwa konsesi tambang adalah salah satu faktor yang memicu perdebatan, ketegangan, hingga polarisasi internal di tubuh PBNU.
Menanggapi isu tersebut, Gus Yahya tidak menutup kemungkinan bahwa persoalan tambang memang memberikan kontribusi terhadap dinamika internal, namun ia menegaskan bahwa konflik tersebut tidak semata-mata dipicu oleh isu tambang.
“Mungkin, mungkin saja, tapi bukan cuma itu. Ada yang lain,” ungkapnya.
Di tengah mencuatnya ketegangan internal, Gus Yahya menyerukan kebutuhan mendesak untuk melakukan islah atau proses rekonsiliasi antarkelompok yang berseberangan di PBNU.
Menurutnya, langkah ini sangat krusial untuk memastikan bahwa Muktamar NU tahun depan dapat berlangsung sesuai norma konstitusi organisasi dan tidak terganggu oleh friksi internal yang berkepanjangan.
“Tidak ada jalan lain selain islah, daripada nanti muktamarnya jadi bermasalah, jadi tidak legitimated,” ujar Gus Yahya.
Ia menegaskan bahwa Muktamar harus difungsikan sebagai ruang deliberatif tertinggi untuk menyelesaikan seluruh problem dan menemukan titik temu di antara para pihak. Dengan demikian, setiap perbedaan dapat diselesaikan secara bermartabat dalam kerangka mekanisme organisasi yang sah.
“Kita selesaikan sampai muktamar, selesaikan di muktamar saja. Kita selesaikan pada saat itu saja. Ini bukan soal yang lain-lain. Masalah pasti ada, tapi kita selesaikan. Bisa, bisa kita selesaikan,” ucapnya.
Gus Yahya menambahkan bahwa PBNU harus menghindari segala bentuk persepsi tentang perkubuan. Ia menekankan bahwa pengurus tidak boleh terjebak dalam dikotomi kelompok, melainkan harus fokus mempertahankan integritas dan tatanan organisasi sebagai amanah sosial dan keagamaan.
“Tak ada kubu mengkubu. Kami menghindari, menghindari persepsi sebagai kubu. Kami hanya ingin mempertahankan integritas tatanan organisasi,” tegasnya.
Desakan untuk mengembalikan konsesi tambang yang diterima PBNU dari pemerintah mencuat bersamaan dengan memanasnya dinamika internal organisasi.
Salah satu dorongan paling menonjol datang dari 40 warga NU yang merupakan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), yang merilis sebuah Petisi Terbuka berisi keprihatinan mendalam terhadap eskalasi konflik di dalam PBNU.
Dalam petisi tersebut, para alumni menilai konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU pada tahun sebelumnya telah menjadi sumber ketegangan baru, memunculkan kecurigaan, serta merusak kepercayaan publik terhadap netralitas dan integritas organisasi.
Mereka menyebut konflik antara jajaran tertinggi Syuriah dan Tanfidziyah sebagai sebuah petaka internal yang sesungguhnya telah mereka peringatkan sejak awal pemberian konsesi tambang tersebut.
Petisi itu juga menyoroti bahwa NU sebagai organisasi keagamaan seharusnya tidak terlibat dalam aktivitas ekstraktif, mengingat sektor tersebut sangat rentan terhadap konflik kepentingan, kerusakan ekologis, dan penyimpangan tata kelola.
“NU sebagai organisasi keagamaan tidak semestinya terlibat dalam bisnis ekstraktif yang sarat risiko konflik kepentingan dan kerusakan lingkungan. Konsesi tambang membawa jauh lebih banyak mudharat daripada manfaat,” demikian salah satu pernyataan dalam petisi tersebut.
Empat Tuntutan Utama dalam Petisi Terbuka Alumni NU UGM
Dalam dokumen itu, para alumni menyampaikan empat tuntutan utama kepada PBNU:
1. PBNU diminta segera mengembalikan konsesi tambang kepada pemerintah, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan komitmen etis terhadap keadilan sosial-ekologis.
2. Pengurus PBNU yang dianggap tidak selaras dengan prinsip keadilan ekologis diminta untuk mundur, demi menjaga integritas organisasi.
3. Mendesak percepatan pelaksanaan Muktamar tanpa melibatkan aktor-aktor yang terlibat dalam konflik internal, agar forum dapat berjalan objektif dan bebas bias.
4. Mengembalikan NU pada peran asasinya sebagai penjaga umat dan penjaga alam, sebagaimana nilai dasar dan mandat historis organisasi.






