KPAI Ungkap Eksploitasi Terselubung terhadap PRT Anak, Desak Perlindungan Tegas dalam RUU PPRT

Jakarta, Moralita.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap masih maraknya praktik eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga (PRT) yang berusia anak, terutama yang terjadi secara terselubung melalui relasi kekeluargaan. Hal ini disampaikan Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), pada Rabu (21/5).
Menurut Ai, isu pekerja anak, khususnya anak yang dipekerjakan sebagai PRT, merupakan salah satu masalah krusial yang harus menjadi perhatian utama dalam pembahasan RUU tersebut. Ia menekankan bahwa banyak praktik eksploitasi terhadap anak disamarkan dalam bentuk relasi kekeluargaan dan bahkan diklaim sebagai bentuk “perlindungan” bagi anak.
“Fenomena ini kami sebut sebagai praktik eksploitasi terselubung. Eksploitasi yang dilakukan dalam balutan relasi kekeluargaan sering kali dimanipulasi seolah-olah memberikan perlindungan, padahal pada kenyataannya merampas hak-hak dasar anak,” ujar Ai dalam forum rapat tersebut.
Ia mencontohkan bentuk eksploitasi yang kerap terjadi, seperti praktik menitipkan anak dari keluarga tidak mampu kepada kerabat yang lebih sejahtera dengan dalih memberikan akses pendidikan dan kebutuhan dasar. Namun, dalam praktiknya, anak tersebut justru dilibatkan dalam pekerjaan domestik secara penuh layaknya pekerja rumah tangga dewasa.
“Empat prinsip dasar hak anak, yaitu non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup dan tumbuh kembang, serta partisipasi anak, semuanya berbenturan dengan realitas ini. Anak-anak tersebut kerap mengalami stigma sosial, seperti disebut sebagai ‘anak babu’, yang membekas dalam interaksi sosial dan psikologis mereka,” jelasnya.
Berdasarkan data KPAI, sepanjang tiga tahun terakhir, yakni dari tahun 2021 hingga 2023, tercatat 303 laporan kasus eksploitasi anak, termasuk kasus eksploitasi anak dalam bentuk pekerjaan rumah tangga. Selain itu, hasil pengawasan KPAI pada tahun 2020 mengungkap bahwa sekitar 15,8 persen dari anak yang bekerja sebagai PRT tergolong sebagai korban eksploitasi, baik dalam bentuk ekonomi maupun kekerasan seksual.
“Data ini menunjukkan bahwa eksploitasi terhadap anak dalam bentuk pekerjaan rumah tangga tidak hanya berlangsung dalam konteks ekonomi, tetapi juga mengandung risiko kekerasan seksual,” ujar Ai menambahkan.
Menanggapi kondisi tersebut, KPAI merekomendasikan agar RUU PPRT disusun selaras dengan standar perlindungan internasional, khususnya yang tertuang dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO), seperti Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum Bekerja dan Konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga.
“Kami mendorong agar RUU PPRT menetapkan batas usia minimum pekerja rumah tangga minimal 18 tahun. Hal ini penting sebagai langkah preventif untuk mencegah eksploitasi anak. Selain itu, substansi RUU harus disinkronisasi dengan ketentuan dalam Konvensi ILO 189, khususnya Pasal 4, yang menjamin kerja layak bagi pekerja rumah tangga,” tegas Ai dalam penutup pernyataannya.
KPAI menekankan pentingnya pembentukan regulasi yang tidak hanya mengatur perlindungan pekerja dewasa, tetapi juga memberikan jaminan khusus bagi anak-anak agar tidak menjadi korban eksploitasi terselubung yang mengabaikan hak-hak dasar mereka.