KPK Dalami Dugaan Korupsi PT KAPM dalam Proyek Jalur Kereta Api Jawa Tengah

Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api di wilayah Jawa bagian tengah. Kasus ini melibatkan lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan RI pada Tahun Anggaran 2018 hingga 2022.
Salah satu fokus penyidikan adalah dugaan keterlibatan korporasi milik negara, PT KA Properti Manajemen (KAPM), yang merupakan anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Pada Kamis (12/6), penyidik KPK memeriksa Suharjo, Manajer Perencanaan dan Evaluasi pada Bagian Konstruksi Jalan Rel dan Jembatan PT KAPM, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami dugaan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh korporasi tersebut.
“Penyidik mendalami indikasi keterlibatan PT KAPM dalam praktik-praktik melawan hukum terkait proyek pembangunan jalur kereta. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya penelusuran peran korporasi,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/6).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan satu tersangka dalam kasus ini, yakni Yofi Oktarisza, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang kemudian menjadi BTP Semarang, pada periode 2017–2021.
Penetapan Yofi sebagai tersangka merupakan pengembangan dari perkara suap yang melibatkan pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS), yang terbukti memberikan suap kepada dua pejabat DJKA, yaitu Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).
Dalam proses penyidikan, KPK juga menyita sejumlah aset milik Yofi Oktarisza, yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Aset tersebut meliputi tujuh buah deposito senilai total Rp10 miliar, satu kartu ATM, uang tunai sebesar Rp1 miliar, logam mulia, produk reksa dana, serta delapan bidang tanah beserta sertifikatnya yang tersebar di Jakarta, Semarang, dan Purwokerto, dengan nilai estimasi mencapai Rp8 miliar.
Atas perbuatannya, Yofi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
KPK menyatakan bahwa proses penyidikan masih akan terus berlanjut, termasuk kemungkinan penetapan pihak atau korporasi lain yang turut bertanggung jawab dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara ini.