Rabu, 10 Sep 2025
light_mode
Beranda » News » KPK Soroti Ketidaksinkronan RUU KUHAP dengan UU KPK, Dorong Penegasan Lex Specialis dalam Pemberantasan Korupsi

KPK Soroti Ketidaksinkronan RUU KUHAP dengan UU KPK, Dorong Penegasan Lex Specialis dalam Pemberantasan Korupsi

Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 12 Juli 2025 09:29 WIB

Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan keprihatinannya atas ketidaksesuaian sejumlah ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan Undang-Undang KPK yang berlaku saat ini. Lembaga antikorupsi tersebut menilai bahwa beberapa pasal dalam RUU KUHAP berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan serta menghambat efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa sebagai respons atas permasalahan tersebut, KPK telah menginisiasi diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) yang melibatkan para pakar hukum pidana dan tata negara.

“Benar, pada Kamis, 10 Juli 2025, KPK menyelenggarakan FGD dengan menghadirkan sejumlah ahli hukum untuk membahas implikasi RUU KUHAP, khususnya pada pasal-pasal yang dinilai tidak sinkron dengan tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujar Budi dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Antara, Jumat (11/7).

Baca Juga :  KPK Ungkap Modus Korupsi DPRD dan Kadis PUPR Oku, Minta Fee Proyek untuk THR sampai Sulap Pokir

Budi menjelaskan, ketidaksinkronan tersebut merujuk pada perbedaan substansi antara RUU KUHAP dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa KPK memiliki kewenangan khusus dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Dalam FGD tersebut, para ahli hukum secara umum sepakat bahwa tindak pidana korupsi harus diposisikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang membutuhkan pendekatan hukum lex specialis, sebagaimana yang telah diterapkan KPK selama ini.

Baca Juga :  KPK Pelototi Dugaan Korupsi Proyek Digitalisasi Pajak Coretax Senilai Rp1,3 Triliun

“Tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crime yang tidak dapat disamakan penanganannya dengan tindak pidana umum. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan khusus dalam KUHAP sebagai bentuk lex specialis yang konsisten dengan kewenangan KPK yang telah ditegaskan pula melalui putusan Mahkamah Konstitusi,” terang Budi.

Di sisi lain, RUU KUHAP saat ini tengah dalam proses pembahasan di Komisi III DPR RI sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025. Komisi III DPR RI telah menyelesaikan tahap penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang mencakup 1.676 poin permasalahan. Pembahasan tersebut rampung pada Kamis, 10 Juli 2025.

Baca Juga :  KPK Sita Dua Rumah Mewah Senilai 3,2M di Mojokerto Surabaya Terkait Korupsi Dana Hibah Pokmas Pemprov Jatim

Selanjutnya, proses revisi RUU KUHAP akan dilanjutkan ke tahap perumusan dan sinkronisasi oleh Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, yang terdiri dari perwakilan DPR dan Pemerintah. Tim ini bertugas merapikan naskah pasal demi pasal berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya.

KPK berharap, dalam proses legislasi ke depan, DPR dan Pemerintah tetap mempertahankan prinsip-prinsip pemberantasan korupsi yang telah terbukti efektif serta menjamin tidak terjadinya pelemahan terhadap institusi penegak hukum antikorupsi.

  • Penulis: Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less