KPK Ungkap Modus Korupsi DPRD dan Kadis PUPR Oku, Minta Fee Proyek untuk THR sampai Sulap Pokir

Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik suap yang melibatkan anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur.
Mereka yang terlibat adalah tiga anggota DPRD OKU, Kepala Dinas PUPR Pemkab OKU, serta dua rekanan swasta. Keenam tersangka tersebut yakni:
1. Ferlan Juliansyah (Anggota Komisi III DPRD OKU, PDIP)
2. M. Fahrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU, Partai Hanura)
3. Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD OKU, PPP)
4. Nopriansyah (Kepala Dinas PUPR Pemkab OKU)
5. M. Fauzi (Pelaksana Proyek Swasta)
6. Ahmad Sugeng Santoso (Pelaksana Proyek Swasta)

Modus Suap Pokir DPRD Disulap Jadi Proyek Infrastruktur Rp 35 Miliar
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2025 pada Januari 2025. Dalam prosesnya, beberapa anggota DPRD OKU meminta jatah pokok-pokok pikiran (Pokir) kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKU sebagai syarat pengesahan RAPBD.
Setelah kesepakatan dicapai, jatah pokir tersebut kemudian dialihkan menjadi proyek fisik di Dinas PUPR dengan total nilai Rp 35 miliar. Dari jumlah tersebut, disepakati adanya commitment fee sebesar 22 persen, dengan rincian:
- 20 persen atau sekitar Rp 7 miliar untuk anggota DPRD OKU
- 2 persen untuk Dinas PUPR
Dampaknya, alokasi APBD 2025 untuk Dinas PUPR melonjak drastis, dari semula hanya Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
“Kenaikan ini terjadi karena adanya kesepakatan pokir dengan DPRD, yang kemudian dikondisikan melalui Dinas PUPR,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (16/3).
Penyedia Proyek Dikondisikan, Uang Suap Mengalir ke DPRD
Setelah APBD 2025 disahkan, Kepala Dinas PUPR Nopriansyah menawarkan 9 proyek strategis kepada dua rekanan swasta, yakni M. Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso. Selain itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga diarahkan untuk menggunakan beberapa perusahaan asal Lampung Tengah.
Berikut adalah sembilan proyek yang dikondisikan dalam skema suap ini:
1. Rehabilitasi rumah dinas bupati – Rp 8,3 miliar (CV Royal Flush)
2. Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati – Rp 2,4 miliar (CV Rimbun Embun)
3. Pembangunan Kantor Dinas PUPR OKU – Rp 9,8 miliar (CV Daneswara Satya Amerta)
4. Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur – Rp 983 juta (CV Gunten Rizky)
5. Peningkatan Jalan Poros Desa Tanjung Mangkus – Bandar Agung – Rp 4,9 miliar (CV Danewara Satya Amerta)
6. Peningkatan Jalan Desa Panai Makmur – Guna Makmur – Rp 4,9 miliar (CV Adhya Cipta Nawasena)
7. Peningkatan Jalan Unit 16 Kedatuan Timur – Rp 4,9 miliar (CV MDR Corporation)
8. Peningkatan Jalan Letnan Muda MCB Juned – Rp 4,8 miliar (CV Berlian Hitam)
9. Peningkatan Jalan Desa Makarti Tama – Rp 3,9 miliar (CV MDR Corporation)
Modus yang digunakan adalah “pinjam nama dan bendera perusahaan”, namun pengerjaan proyek sepenuhnya dilakukan oleh M. Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso.
OTT KPK Uang Suap Rp 3,7 Miliar dan Mobil Fortuner Disita
Menjelang Hari Raya Idulfitri 1446 H, Ferlan Juliansyah, M. Fahrudin, dan Umi Hartatik mulai menagih fee proyek pokir kepada Kadis PUPR Nopriansyah. Pada 11-12 Maret 2025, Fauzi mencairkan uang muka dari beberapa proyek dan menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah.
Sebelumnya, pada awal Maret 2025, Ahmad Sugeng juga telah lebih dulu menyerahkan Rp 1,5 miliar kepada Nopriansyah. Uang suap itu kemudian disimpan oleh seorang PNS berinisial A di Dinas PUPR Pemkab OKU.
Melalui operasi tangkap tangan (OTT), KPK berhasil menyita total Rp 3,7 miliar, yang sebagian sudah digunakan untuk membeli satu unit Toyota Fortuner oleh salah satu tersangka.
Anggota DPRD dan Kepala Dinas Dijerat UU Tipikor
Atas perbuatan tersebut, KPK menjerat para tersangka dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan KUHP, sebagai berikut:
Untuk Anggota DPRD OKU dan Kadis PUPR (Penerima Suap)
Pasal 12 huruf a, b, f, atau Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Untuk Rekanan Swasta (Pemberi Suap)
Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
KPK: Bukti Masih Maraknya Korupsi Pokir di Daerah
Ketua KPK, Setyo Budiyanto menegaskan bahwa kasus ini adalah bukti masih maraknya praktik korupsi berbasis pokir di DPRD daerah. Ia menekankan bahwa pola seperti ini tidak hanya terjadi di OKU, tetapi juga berpotensi terjadi di banyak daerah lain.
“KPK akan terus mengawasi dan menindak tegas siapa pun yang menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi,” pungkas Setyo.