Selasa, 22 Jul 2025
light_mode
Home » News » KPK Ungkap Modus Layering dalam Kasus Korupsi Pengadaan Mesin EDC di BRI, Negara Rugi Rp744 Miliar

KPK Ungkap Modus Layering dalam Kasus Korupsi Pengadaan Mesin EDC di BRI, Negara Rugi Rp744 Miliar

Oleh Redaksi Moralita — Selasa, 22 Juli 2025 10:23 WIB

Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan praktik korupsi yang melibatkan skema layering atau penggunaan perantara dalam proses pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di lingkungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) pada periode 2020–2024. Modus ini dinilai telah menyebabkan pembengkakan harga pengadaan dan berujung pada kerugian keuangan negara dalam skala besar.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa dalam mekanisme yang semestinya, BRI dapat melakukan pengadaan mesin EDC secara langsung dari principal atau produsen. Namun, dalam praktiknya, BRI justru melibatkan pihak perantara yang tidak memiliki relevansi langsung terhadap kebutuhan teknis pengadaan.

“Dalam perkara ini, ditemukan bahwa BRI tidak melakukan pembelian langsung kepada principal. Sebaliknya, mereka menggunakan layering atau perantara yang seharusnya tidak diperlukan,” ujar Budi dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/7).

Baca Juga :  Kejaksaan Agung Limpahkan 9 Tersangka dan Barang Bukti Kasus Korupsi Impor Gula ke JPU

Budi menjelaskan bahwa keterlibatan perantara menyebabkan terjadinya pembengkakan harga. Selain menambah biaya, kehadiran pihak ketiga juga membuka ruang praktik manipulasi dan penyalahgunaan wewenang.

“Skema ini membuat nilai mesin EDC menjadi lebih mahal karena adanya pihak perantara yang turut memfasilitasi proses pengadaan,” ungkapnya.

KPK menduga terdapat kesepakatan jahat (meeting of mind) antara sejumlah pihak dalam upaya memperkaya diri sendiri maupun kelompok tertentu. Skema korupsi ini dilacak dalam berbagai bentuk pengadaan, baik melalui sistem beli putus maupun skema sewa.

“Saat ini tim penyidik masih mendalami keseluruhan proses pengadaan mesin EDC selama periode 2020 hingga 2024, termasuk keterlibatan sejumlah penyedia barang dan jasa, baik dalam skema beli putus maupun sewa,” jelas Budi.

Baca Juga :  Kejari Bojonegoro Naikkan Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa Drokilo ke Tahap Penyidikan: Sinyal Kuat Lemahnya Akuntabilitas di Tingkat Desa

Sebagai bagian dari penyidikan, KPK telah memeriksa empat orang saksi pada Senin (21/7), untuk mengungkap peran masing-masing dalam proses pengondisian pengadaan oleh internal BRI maupun pihak swasta.

Empat saksi yang diperiksa meliputi:

  • Widhayati Darmawan, Direktur PT Prima Vista Solusi (2014–sekarang);
  • Handayani, Direktur Bisnis Konsumer BRI (2017–sekarang);
  • Aditya Prabhaswara, EVP Payment Solution & Service di PT Bringin Inti Teknologi;
  • Dyah Nopitaloka, pegawai pusat BRI sekaligus mantan sekretaris Catur Budi Harto.

Hingga saat ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam perkara ini, dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp744 miliar. Mereka adalah:

  1. Catur Budi Harto (CBH) – Mantan Wakil Direktur Utama BRI;
  2. Indra Utoyo – Mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi & Operasi BRI;
  3. Dedi Sunardi – Mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI;
  4. Elvizar – Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi;
  5. Rudy Suprayudi Kartadidjaja – Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi.
Baca Juga :  KPK Periksa Eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR BI dan OJK

KPK menegaskan bahwa penyidikan masih berlangsung untuk mendalami lebih lanjut aliran dana, pola kerja sama antarpihak, serta potensi keterlibatan pelaku lain. KPK juga mengingatkan bahwa praktik layering seperti ini merupakan bentuk pengelabuan sistem pengadaan yang secara sistematis merugikan keuangan negara.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less