Mahfud MD: Isu Ijazah Jokowi Tidak Berpengaruh pada Keabsahan Keputusan Jabatan Presidennya untuk Negara
Oleh Redaksi Moralita — Senin, 5 Mei 2025 05:58 WIB; ?>

Mahfud MD saat menjadi keynote speaker di forum hukum UII.
Sleman, Moralita.com – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Mahfud MD, memberikan pandangannya terkait polemik keaslian ijazah Presiden Joko Widodo yang kembali mencuat dan menjadi perdebatan publik.
Dalam pernyataannya, Mahfud menegaskan bahwa meskipun muncul klaim mengenai keaslian ijazah tersebut, hal itu tidak akan serta-merta membatalkan seluruh keputusan presiden dari perspektif hukum tata negara.
“Apabila ijazah Presiden terbukti palsu pun, tidak serta-merta seluruh kebijakan dan keputusan kenegaraan yang telah dibuat menjadi batal demi hukum,” ujar Mahfud dalam forum diskusi hukum UII yang diterima redaksi, Minggu (4/5).
Menurutnya, pendekatan hukum tata negara berbeda dengan pendekatan hukum pidana. Jika terbukti terjadi pemalsuan, maka aspek yang terjerat adalah pidananya secara personal, bukan keabsahan keputusan institusional negara.
Ia mencontohkan, apabila seorang presiden menandatangani undang-undang, mengangkat menteri, atau menandatangani perjanjian internasional, maka tindakan itu tetap sah secara hukum dan administrasi negara.
“Tidak mungkin karena satu dugaan pelanggaran, lalu semua keputusan kenegaraan dibatalkan. Itu tidak masuk akal dalam logika hukum negara yang menjamin kepastian hukum,” katanya.
Mahfud juga mengkritik jalur hukum yang ditempuh oleh pihak-pihak yang menggugat keabsahan ijazah Presiden ke pengadilan perdata maupun Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menjelaskan bahwa pengadilan perdata tidak memiliki kewenangan untuk menilai keabsahan dokumen akademik seperti ijazah, terlebih jika tidak ada hubungan kontraktual atau kerugian pribadi antara penggugat dan tergugat.
“Kalau ingin menggugat keabsahan ijazah, maka institusi yang berwenang adalah perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah tersebut, dalam hal ini Universitas Gadjah Mada (UGM). Bukan ke PTUN atau pengadilan perdata. Ini soal yurisdiksi,” tegasnya.
Ia juga mengimbau UGM agar tidak terseret dalam manuver politik yang tidak relevan secara hukum. Menurut Mahfud, pihak luar tidak memiliki hak hukum untuk memaksa perguruan tinggi membuka dokumen akademik seseorang tanpa landasan legal yang kuat.
Menanggapi tuduhan bahwa dirinya kini membela Presiden Jokowi, Mahfud menyatakan tidak memiliki kepentingan pribadi dalam isu tersebut.
“Berdasarkan logika hukum, dalam konteks ini saya tidak berada dipihak siapa pun, baik Presiden maupun pengadilan. Saya hanya tidak ingin masyarakat disesatkan oleh logika hukum yang salah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mahfud menyarankan agar ke depan, peraturan terkait pencalonan presiden diatur lebih ketat dalam undang-undang, termasuk ketentuan administratif seperti dokumen pendidikan, agar tidak menjadi polemik berulang di kemudian hari.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment