Blitar, Moralita.com – 20 minimarket berjaringan yang diduga beroperasi secara ilegal merebak di Kota Blitar, memunculkan pertanyaan besar tentang keberanian pihak pengelola dalam menjalankan bisnis tanpa izin resmi. Isu yang berkembang menyebutkan bahwa minimarket-minimarket tersebut diduga menyetor sejumlah uang dalam jumlah besar untuk meloloskan operasional mereka.
Tidak hanya itu, beredar pula dugaan bahwa minimarket ilegal tersebut mendapat dukungan dari pihak-pihak berpengaruh di Kota Blitar, sehingga mampu beroperasi tanpa khawatir dirazia atau disegel.
Ketua Komisi II DPRD Kota Blitar, Yohan Tri Waluyo, mengaku telah menerima laporan terkait isu ini. “Ironisnya, ada informasi yang tidak bisa kami pastikan kebenarannya, bahwa terdapat pungutan-pungutan dalam jumlah besar untuk meloloskan izin beberapa minimarket modern agar bisa beroperasi,” ujarnya, Sabtu (18/1).
DPRD Kota Blitar Tegaskan Tidak Terlibat
DPRD Kota Blitar turut menjadi sorotan atas tudingan adanya pungutan liar terkait legalisasi minimarket-minimarket tersebut. Namun, Yohan menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam praktik tersebut.
“Kami yang berada di lembaga ini juga ikut dikaitkan. Padahal, teman-teman di Komisi II sama sekali tidak menerima apa pun,” tegas Yohan.
Ia mendesak pihak berwenang untuk segera mengambil langkah tegas, mengingat Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2018 telah menetapkan jumlah maksimal minimarket yang diizinkan beroperasi di Kota Blitar sebanyak 22 unit.
“Hal semacam ini harus segera disikapi dengan serius agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat,” pungkasnya.
DPMPTSP Kota Blitar Bantah Tuduhan
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Blitar, Heru Eko Pramono, membantah adanya pungutan liar atau keterlibatan pihaknya dalam meloloskan izin minimarket ilegal. Heru menyatakan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan proses verifikasi ulang terhadap izin operasional minimarket-minimarket tersebut.
“Kami bersama tim sedang melakukan proses verifikasi perizinan, khususnya minimarket yang tidak memiliki branding, yang disinyalir merupakan bagian dari jaringan minimarket besar,” jelasnya.
Heru juga menegaskan bahwa aturan dalam Perda No. 1 Tahun 2018 menetapkan jarak minimal 100 meter antara satu minimarket dengan minimarket lainnya, yang sering kali dijadikan celah oleh pengelola untuk membuka lebih banyak toko.
Langkah Koordinasi dan Transparansi
DPMPTSP berkomitmen untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait guna mencari solusi atas permasalahan ini. Heru menekankan bahwa pihaknya akan bekerja secara transparan dan tidak berpihak.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada tendensi tertentu dalam proses ini. Kami juga berharap persoalan ini tidak menjadi preseden buruk yang menghambat investasi di Kota Blitar,” tegas Heru.
Mengimbangi Kepentingan Ekonomi dan Aturan Hukum
Kasus ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan penegakan aturan. Dengan adanya langkah konkret dari DPRD dan DPMPTSP, diharapkan masalah ini dapat diselesaikan secara adil dan profesional, tanpa mengorbankan iklim investasi di Kota Blitar.
Kepatuhan terhadap regulasi dan transparansi dalam pengelolaan perizinan menjadi kunci untuk menjaga tata kelola yang baik di Bumi Bung Karno.
Discussion about this post