Jakarta, Moralita.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menyatakan bahwa kepala daerah yang baru dilantik hasil Pilkada 2024 akan diizinkan segera melakukan mutasi pegawai.
Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat efektivitas pemerintahan daerah dengan menghadirkan tim kerja yang solid dan selaras dengan visi kepala daerah terpilih.
Menurut Tito, pelantikan yang dipercepat memungkinkan kepala daerah definitif segera bekerja dengan jajaran yang loyal dan memiliki keselarasan visi dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Setiap pemimpin tentu memiliki preferensi dan selera tersendiri terhadap tim kerja mereka. Dengan tim yang solid dan satu visi, efektivitas pemerintahan dapat terwujud lebih baik,” ujar Tito saat gelar RDP dengan Komisi II DPR RI, Rabu (22/1).
Pelantikan Kepala Daerah Dipercepat
Dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Mendagri menyepakati percepatan pelantikan kepala daerah terpilih yang awalnya dijadwalkan berlangsung pada 7–10 Februari 2025 menjadi 6 Februari 2025. Percepatan ini berlaku bagi daerah yang hasil Pilkadanya tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Semakin lama masa transisi pemerintahan berlangsung, semakin rawan terjadinya penyimpangan, terutama dalam hal mutasi pegawai. Dengan percepatan pelantikan, potensi ini dapat diminimalkan,” jelasnya.
Larangan Mutasi oleh Pj Kepala Daerah
Tito juga menegaskan pentingnya menjaga integritas pemerintahan selama masa transisi. Dalam aturan perundang-undangan, penjabat (Pj.) Kepala Daerah dilarang melakukan mutasi pegawai, kecuali dalam kondisi tertentu yang membutuhkan persetujuan langsung dari Mendagri.
“Saya sangat berhati-hati dalam memberikan izin mutasi selama masa transisi. Mutasi hanya diperbolehkan jika jabatan kosong dapat menimbulkan stagnasi signifikan dalam pemerintahan,” tegas Tito.
Untuk memastikan transparansi, Mendagri telah menginstruksikan agar Pj. Kepala Daerah berkonsultasi dengan kepala daerah terpilih sebelum melakukan mutasi. Surat persetujuan tertulis dari kepala daerah terpilih menjadi syarat utama Kemendagri untuk melanjutkan proses tersebut.
“Jika kepala daerah terpilih tidak setuju, maka mutasi tidak akan kami izinkan. Namun, jika disetujui, kami akan mendukung demi keberlangsungan pemerintahan yang efektif,” tambahnya.
Bagi daerah yang diperkirakan menghadapi sengketa panjang di MK, Tito menginstruksikan pembentukan panitia seleksi pegawai. Proses ini bertujuan untuk memastikan setiap keputusan dilakukan secara transparan dan objektif, sehingga mencegah stagnasi dalam pemerintahan.
“Kami memastikan bahwa seleksi ini dilakukan secara adil dan hanya dalam kondisi yang benar-benar diperlukan untuk menjaga kelancaran pemerintahan,” ungkapnya.
Sanksi bagi Pelanggar
Mendagri menegaskan bahwa sanksi tegas akan diberikan kepada Pj atau kepala daerah yang melanggar aturan terkait mutasi pegawai.
“Jika ada Pj yang melanggar, sanksinya adalah pencopotan dari jabatannya. Sementara, kepala daerah definitif yang melakukan pelanggaran mutasi tanpa izin Kemendagri harus siap menghadapi gugatan,” kata Tito.
Untuk mendukung tindakan hukum tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) akan menghadirkan saksi ahli dalam proses persidangan.
“Kami akan memastikan bahwa kebijakan yang melanggar aturan harus dianulir. Kepala daerah baru juga akan diberikan kewenangan untuk mengatur kembali struktur pemerintahan agar sesuai dengan kebutuhan dan visinya,” terang Tito.
Kebijakan ini merupakan komitmen Mendagri untuk menciptakan pemerintahan daerah yang efektif, efisien, dan berintegritas. Percepatan pelantikan dan pengaturan mutasi pegawai diharapkan mampu mendorong stabilitas politik dan memastikan roda pemerintahan berjalan optimal.
“Kami berupaya mempersiapkan transisi yang lancar demi terciptanya pemerintahan daerah yang lebih baik,” tutup Tito.
Discussion about this post