Selasa, 5 Agu 2025
light_mode
Home » News » MPR Akan Panggil Mendikdasmen dan Menag, Bahas Penguatan Toleransi di Dunia Pendidikan

MPR Akan Panggil Mendikdasmen dan Menag, Bahas Penguatan Toleransi di Dunia Pendidikan

Oleh Redaksi Moralita — Minggu, 3 Agustus 2025 20:05 WIB

Jakarta, Moralita.com Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) berencana memanggil sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) serta Menteri Agama (Menag), guna memastikan bahwa nilai-nilai toleransi dan kerukunan benar-benar ditanamkan dan diterapkan secara sistematis di lingkungan pendidikan nasional.

Langkah ini diambil menyusul insiden intoleransi dan perusakan tempat ibadah di Kota Padang, Sumatra Barat, yang memunculkan kembali keprihatinan terhadap rapuhnya semangat hidup berdampingan dalam masyarakat majemuk. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, dalam konferensi pers di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Minggu (3/8).

“Kami berencana mengundang Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Perguruan Tinggi dan Riset, Menteri Agama, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), serta Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Tujuannya jelas, yakni untuk memastikan bahwa penanaman nilai-nilai kebangsaan dan toleransi berlangsung nyata dan konsisten,” ujar Muzani.

Menurut Muzani, kasus di Padang mencerminkan bahwa kesadaran hidup dalam perbedaan belum sepenuhnya mengakar, khususnya dalam praktik keseharian masyarakat. Ia menegaskan bahwa pembelajaran nilai toleransi tidak cukup jika hanya dibatasi pada kurikulum formal.

Baca Juga :  Pengamat: DPR Wajib Respons Usulan Pemakzulan Wapres Gibran Sesuai Mandat Konstitusi

“Kesadaran hidup berdampingan harus terus dibangun. Masyarakat harus diajak untuk senantiasa saling menghormati dan menghargai perbedaan, tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga lewat budaya, tradisi, dan praktik sosial sehari-hari,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa rencana pemanggilan sejumlah pejabat negara tersebut akan difokuskan pada penguatan pendidikan karakter dan penanaman wawasan kebangsaan sejak usia dini. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari komitmen MPR dalam membangun fondasi sosial yang inklusif dan tolera

Dalam kesempatan yang sama, Muzani turut menyoroti peran ganda media sosial dalam dinamika sosial-politik Indonesia. Di satu sisi, platform digital dapat menjadi sarana efektif dalam menyebarkan nilai-nilai persatuan dan gotong royong. Namun di sisi lain, media sosial juga rentan dimanfaatkan untuk menyebarkan kebencian dan mengembangkan paham intoleransi.

“Fenomena intoleransi seringkali tidak hanya muncul di institusi formal, tetapi justru menguat di ruang-ruang informal, termasuk di media sosial. Karena itu, pembentukan karakter harus menyasar seluruh spektrum kehidupan masyarakat,” katanya.

Baca Juga :  Mendikdasmen Kirim Inspektorat Investigasi Dugaan Siswa Titipan di SMA Cilegon, PKS Copot Wakil Ketua DPRD Banten

Menanggapi gagasan Menteri Agama, Nasaruddin Umar, terkait pentingnya kurikulum pendidikan cinta, Ahmad Muzani menyatakan dukungannya. Menurutnya, penguatan materi pendidikan yang mengajarkan cinta, toleransi, dan keberagaman menjadi sangat relevan dalam menjawab tantangan sosial saat ini.

“MPR mendukung setiap upaya penambahan materi pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kebersamaan, rasa hormat antarumat beragama, serta pemahaman tentang pentingnya hidup dalam keberagaman,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa upaya ini juga sejalan dengan program sosialisasi Empat Pilar MPR — Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika — yang selama ini terus digalakkan. Menurutnya, keberlanjutan sosialisasi ini tidak boleh hanya bersifat seremonial, tetapi harus terintegrasi dalam kehidupan nyata masyarakat.

“Kadang saat suasana rukun, sosialisasi empat pilar dianggap tidak mendesak. Tapi ketika muncul gesekan seperti ini, barulah kita sadari betapa pentingnya nilai-nilai itu ditanamkan sejak dini,” ujar Muzani.

Sebagaimana diketahui, tindakan intoleransi yang memicu keprihatinan nasional terjadi di Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatra Barat, pada Minggu (27/7). Saat itu, sebuah rumah doa yang tengah digunakan untuk ibadah orang dewasa dan kegiatan pengajaran bagi sekitar 30 anak diserang oleh sekelompok warga.

Baca Juga :  Ahmad Muzani Buka Peluang Kepala Daerah Dipilih DPRD

Pelaku merusak rumah doa dengan melempar kursi, memecahkan jendela kaca menggunakan kayu, mematikan aliran listrik, dan menghancurkan sejumlah barang di dalam ruangan. Anak-anak yang berada di lokasi pun panik dan berhamburan keluar dengan histeris.

Dalam peristiwa tersebut, dua anak — masing-masing berusia 9 dan 11 tahun — menjadi korban kekerasan fisik. Salah satu anak diduga dipukul dengan kayu pada bagian kaki, sementara anak lainnya mengalami luka di bagian bahu.

MPR menilai bahwa insiden ini tidak boleh dianggap sebagai peristiwa tunggal atau lokal semata, melainkan sebagai peringatan serius bagi semua pihak untuk memperkuat nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less