Tulungagung, Moralita.com – Rencana pembangunan Sekolah Rakyat di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem, hingga kini masih menghadapi hambatan signifikan pada tahap awal, yakni pengadaan lahan.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung sebelumnya telah mengusulkan sebidang tanah seluas 7,1 hektare yang terletak di sebelah barat SMP Negeri 5 Tulungagung. Namun, lahan tersebut belum mendapat persetujuan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI), lantaran sejumlah kendala teknis.
Menurut Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tulungagung, Wahiyd Masrur, lahan yang diusulkan merupakan area persawahan dengan elevasi yang lebih rendah dari permukaan jalan. Hal ini memicu perlunya pengurukan tanah setinggi 1 hingga 2 meter sebelum dapat digunakan sebagai tapak bangunan sekolah.
“Dalam rilis resmi dari Kementerian Sosial, dinyatakan bahwa lahan yang ditawarkan memang tidak memenuhi kriteria teknis karena posisinya lebih rendah. Maka diperlukan proses pengurukan yang cukup signifikan,” ujar Wahiyd, Kamis (29/5/2025).
Ia menambahkan, proses pengurukan ini memerlukan pembahasan lebih lanjut antarinstansi, khususnya untuk menentukan pihak mana yang akan bertanggung jawab atas biaya dan pelaksanaannya. Mengingat luas lahan mencapai 7,1 hektare, estimasi anggaran pengurukan pun dinilai cukup besar.
“Hal ini harus dibicarakan secara serius dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pelaksana teknis pembangunan Sekolah Rakyat,” tambahnya.
Wahiyd juga mengungkapkan bahwa kondisi ini telah dilaporkan kepada Bupati Tulungagung sebagai upaya mempercepat tindak lanjut di tingkat daerah. Sementara itu, sejumlah daerah lain di Indonesia yang telah memulai program Sekolah Rakyat cenderung lebih siap karena memanfaatkan gedung-gedung lama yang sudah ada.
“Di daerah lain, pemanfaatan gedung eksisting hanya memerlukan renovasi ringan seperti pengecatan atau perbaikan atap. Biayanya jauh lebih kecil dibandingkan pembangunan baru,” jelas Wahiyd.
Di sisi lain, Pemkab Tulungagung sebelumnya sempat mengajukan alternatif berupa bekas bangunan sekolah yang tidak lagi difungsikan. Namun, opsi tersebut ditolak karena tidak memenuhi syarat minimum luas lahan yang ditetapkan oleh Kemensos RI, yakni 5 hektare. Rata-rata bangunan sekolah yang diajukan hanya memiliki lahan seluas 2 hektare.
“Konsep Sekolah Rakyat adalah model pendidikan berasrama (boarding school), yang mencakup fasilitas lengkap seperti dapur, asrama, ruang belajar, dan ruang terbuka. Maka kebutuhan lahannya pun cukup besar,” terang Wahiyd.
Hingga saat ini, belum ada progres lebih lanjut terkait persiapan pelaksanaan program, termasuk proses penerimaan siswa. Berdasarkan rencana awal, Sekolah Rakyat Tulungagung akan membuka delapan rombongan belajar (rombel) untuk jenjang SMP dan delapan rombel untuk jenjang setingkat SMA.
Wahiyd berharap Kemensos RI dapat segera memberikan kejelasan arah kebijakan terkait pembangunan sekolah ini, agar Pemkab Tulungagung bisa mengambil langkah lanjutan.
“Jika sudah ada arahan dari pemerintah pusat, bukan tidak mungkin kebutuhan anggaran dapat dimasukkan dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK),” pungkasnya.
Sebagai informasi, lahan seluas 7,1 hektare di Desa Rejosari, Kecamatan Gondang, merupakan satu-satunya aset Pemkab Tulungagung yang memenuhi syarat minimal pembangunan Sekolah Rakyat. Oleh karena itu, lahan tersebut tetap menjadi prioritas utama dalam pengusulan lokasi pembangunan.
Discussion about this post