Pertamina Investigasi Dugaan Gangguan Mesin Usai Pengisian Pertalite di Tuban dan Bojonegoro
Surabaya, Moralita.com – PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) bergerak cepat menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan gangguan mesin kendaraan setelah pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di sejumlah SPBU wilayah Kabupaten Tuban dan Bojonegoro.
Laporan pertama diterima pada Sabtu, 25 Oktober 2025, setelah sejumlah pengguna motor mengeluhkan kendala teknis pada mesin tak lama usai mengisi BBM bersubsidi tersebut. Kasus ini kemudian ramai di media sosial dan menimbulkan kekhawatiran publik mengenai mutu dan standar distribusi BBM di lapangan.
Menanggapi isu tersebut, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rahedi, menegaskan bahwa proses penyaluran BBM dari Fuel Terminal hingga SPBU telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) dan regulasi mutu produk energi.
“Prioritas utama kami adalah menjamin keamanan suplai serta mutu produk BBM yang diterima masyarakat sesuai dengan regulasi yang berlaku. Setiap tahapan distribusi dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan untuk memastikan kualitas produk tetap terjaga,” ujar Ahad dalam keterangannya, Senin (27/10/2025).
Sebagai tindak lanjut, Pertamina telah mengambil sampel bahan bakar dari SPBU dan Fuel Terminal Tuban untuk dilakukan pengujian laboratorium lanjutan. Langkah ini dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian spesifikasi Pertalite dengan ketentuan SNI dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2019 tentang Standar dan Mutu BBM Jenis Bensin dan Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Ahad memastikan bahwa penyaluran BBM ke masyarakat tetap berlangsung normal, dengan jaminan tidak ada gangguan terhadap kebutuhan energi harian di wilayah tersebut.
“Pertamina menjamin pasokan BBM ke masyarakat tetap berjalan normal. Pemeriksaan sedang dilakukan terhadap sampel produk dari Fuel Terminal Tuban untuk memastikan kesesuaian spesifikasi Pertalite dengan standar nasional,” ujarnya.
Secara hukum, kasus semacam ini berada dalam ranah tanggung jawab korporasi terhadap konsumen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Pasal 7 huruf b UUPK mengatur bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang dan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan.
Sementara Pasal 19 ayat (1) menegaskan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan atau kerugian akibat penggunaan barang yang diproduksi atau diperdagangkan.
Apabila hasil laboratorium nantinya membuktikan adanya penurunan kualitas bahan bakar akibat kelalaian distribusi, maka tanggung jawab Pertamina dapat melekat berdasarkan prinsip strict liability (tanggung jawab mutlak).
Namun jika terbukti mutu produk sesuai standar, maka penyebab kerusakan kendaraan bisa mengarah pada faktor lain seperti kontaminasi di tangki SPBU atau penyalahgunaan produk.
Di sisi lain, Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berwenang melakukan audit teknis apabila terdapat indikasi pelanggaran terhadap Permen ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Pengawasan terhadap Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.
Jika ditemukan unsur kelalaian dalam proses penyimpanan atau distribusi yang menyebabkan gangguan teknis kendaraan secara massal, hal itu berpotensi dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, karena mengakibatkan kerugian nyata terhadap konsumen.
Untuk menjaga transparansi, Pertamina membuka kanal resmi Pertamina Contact Center 135 guna menampung seluruh aduan masyarakat. Setiap laporan akan diverifikasi dan ditindaklanjuti melalui mekanisme technical field inspection dan product quality review.
“Kami mengimbau masyarakat untuk melaporkan setiap keluhan atau masukan terkait produk dan layanan melalui Pertamina Contact Center 135 agar dapat segera ditindaklanjuti sesuai prosedur,” kata Ahad.
Ahad juga menegaskan bahwa pengawasan berlapis dilakukan secara sistemik, mulai dari uji mutu di laboratorium sebelum pengiriman, kontrol suhu dan tekanan dalam transportasi BBM, hingga pengecekan kualitas di tangki SPBU.
Pengamat kebijakan publik, Wiwit Hariyono, menilai kasus ini sebagai alarm penting bagi tata kelola mutu BBM nasional. Ia menilai Pertamina perlu memperkuat integrated fuel quality monitoring system agar setiap anomali produk dapat dideteksi secara cepat dan transparan.
“Transparansi rantai distribusi energi adalah kunci. Konsumen tidak bisa dibiarkan menanggung risiko akibat potensi kelalaian sistemik. Negara harus hadir melalui mekanisme audit independen,” tegasnya.
Kasus dugaan gangguan mesin usai pengisian Pertalite di Tuban dan Bojonegoro menjadi uji kredibilitas Pertamina sebagai badan usaha milik negara dalam menjaga standar mutu, akuntabilitas publik, dan kepercayaan konsumen.








