PKB Dorong Presiden Prabowo Ambil Alih 51 Persen Saham BCA, Dikaitkan dengan Skandal BLBI
Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 16 Agustus 2025 13:46 WIB; ?>

Ilustrasi - Gedung BCA.
Jakarta, Moralita.com – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan dukungan penuh terhadap usulan agar Presiden Prabowo Subianto mengambil alih 51 persen saham Bank Central Asia (BCA), bank swasta terbesar di Indonesia. Dukungan ini dilandasi dugaan adanya rekayasa dalam akuisisi saham mayoritas BCA oleh Grup Djarum pada awal 2000-an, yang disebut berhubungan dengan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB, Ahmad Iman Syukri, menegaskan bahwa langkah tersebut perlu segera ditempuh demi menyelamatkan uang negara.
“PKB mendukung penuh usulan agar Presiden Prabowo mengambil alih 51 persen saham BCA. Pengambilalihan ini harus segera dilakukan untuk menyelamatkan uang negara terkait megaskandal BLBI. Jangan sampai bangsa ini terus-menerus dipermainkan,” ujar Ahmad Iman dalam keterangan resminya, Sabtu (16/8/2025).
Anggota Komisi XIII DPR RI periode 2024–2029 itu menjelaskan bahwa pengambilalihan saham BCA seharusnya tidak memerlukan tambahan dana. Menurutnya, pemerintah pada dasarnya telah memiliki 51 persen saham tersebut melalui mekanisme BLBI.
“Pemerintah sudah menyuntikkan dana ke BCA lewat BLBI. Namun karena adanya rekayasa, kepemilikan 51 persen saham justru beralih ke Grup Djarum. Saham yang sejatinya milik pemerintah inilah yang harus dikembalikan. Ironis, pemerintah yang menggelontorkan dana justru tidak memiliki saham,” ungkapnya.
Ahmad Iman mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas dugaan rekayasa dalam akuisisi tersebut. Ia menilai, apabila Presiden Prabowo berani membuka tabir skandal itu, maka persoalan fiskal yang tengah membebani negara dapat sedikit teratasi.
“Masalah ini memerlukan terobosan out of the box. Saya percaya Presiden Prabowo memiliki keberanian untuk mengambil langkah tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa dana BLBI berasal dari uang rakyat. Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu membentuk tim khusus untuk mengungkap dugaan keterlibatan mafia keuangan di balik kasus tersebut.
“Apabila penegakan hukum terkait skandal BLBI-BCA ini jalan di tempat, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa terkikis. Padahal Presiden Prabowo telah berulang kali menegaskan komitmennya dalam memerangi segala bentuk korupsi,” tegasnya.
Sebelumnya, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro, juga mendorong Presiden Prabowo mengambil langkah serupa. Ia menilai pemerintah berhak mengambil kembali 51 persen saham BCA tanpa biaya tambahan, mengingat saham tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari penyelesaian BLBI.
“Angin kencang beberapa kali telah kita tiupkan untuk mengusut kembali kasus BLBI-BCA. Pemerintah memiliki hak untuk mengambil kembali 51 persen saham BCA tanpa harus membayar,” kata Sasmito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/8).
Sasmito menduga adanya rekayasa dalam proses akuisisi saham mayoritas BCA oleh Grup Djarum yang dipimpin konglomerat Budi Hartono pada era Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Pada Desember 2002, nilai saham BCA mencapai Rp117 triliun. Saat itu BCA masih memiliki utang ke negara sekitar Rp60 triliun yang diangsur Rp7 triliun setiap tahun. Namun saham mayoritas justru beralih ke Grup Djarum,” ungkapnya.
Isu ini kemudian ramai diperbincangkan di media sosial dan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Sebagian warganet menyatakan kekhawatiran akan terjadinya penarikan dana besar-besaran (rush) apabila BCA benar-benar diambil alih pemerintah.
Kasus BLBI sendiri merupakan salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia. Dana talangan yang digelontorkan pemerintah saat krisis moneter 1997/1998, yang seharusnya digunakan untuk menstabilkan sistem perbankan nasional, justru banyak diselewengkan. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah, sementara sejumlah kasus hukum yang terkait masih menuai tanda tanya hingga saat ini.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar