Revisi RTRW Mojokerto Terkendala Sinkronisasi Lahan, Pemkab Minta Dukungan Kementerian ATR/BPN
Oleh Redaksi Moralita — Selasa, 22 Juli 2025 18:45 WIB; ?>

Bupati Mojokerto, Muhammad Albarraa(Gus Barra).
Mojokerto, Moralita.com – Revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mojokerto mengalami stagnasi akibat ketidaksinkronan antara Pemerintah Kabupaten Mojokerto dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait status lahan seluas lebih dari 1.100 hektare yang tercantum dalam draf regulasi yang sebelumnya telah disetujui bersama oleh DPRD.
Bupati Mojokerto, Muhammad Albarraa, mengakui bahwa keterlambatan pengesahan Perda RTRW ini berdampak langsung terhadap lambatnya arus investasi ke wilayahnya. Ia menyebut Mojokerto sebagai salah satu kawasan yang sangat potensial bagi para investor, namun terhambatnya legalisasi RTRW menjadi kendala utama dalam percepatan pembangunan.
“Keinginan kami dan para investor adalah menjadikan Mojokerto sebagai kawasan primadona investasi. Namun, hambatan dalam revisi RTRW ini berdampak pada tertundanya berbagai proyek pembangunan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (22/7).
Sebagai langkah strategis, Pemerintah Kabupaten Mojokerto telah melakukan koordinasi intensif dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) guna mencari solusi percepatan finalisasi dokumen RTRW tersebut.
Menurut Gus Barra —sapaan akrab Bupati Mojokerto— perbedaan persepsi antara Pemkab dan Pemprov Jatim terutama terletak pada status zonasi lahan. Sebagai contoh, suatu kawasan yang di tingkat kabupaten ditetapkan sebagai zona kuning (permukiman atau industri), justru di tingkat provinsi dikategorikan sebagai zona hijau (pertanian atau konservasi).
“Ketidaksinkronan status ini cukup signifikan, bahkan mencapai luas 1.100 hektare. Masalah serupa juga dihadapi Kabupaten Gresik dan Kabupaten Pasuruan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa banyak lahan yang sudah lebih dulu dibangun—seperti kawasan industri—sebelum RTRW provinsi ditetapkan. Kondisi ini menciptakan ketimpangan regulasi yang berisiko menurunkan kepercayaan investor.
“Jika persoalan ini tidak segera dijembatani dan dicarikan solusi, para investor bisa menarik diri. Dari hasil audiensi kami dengan ATR/BPN, pemerintah pusat siap memediasi penyelarasan dengan pihak provinsi agar Perda RTRW segera disahkan,” terang Gus Barra.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pengesahan RTRW sangat penting karena menjadi dasar hukum dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang akan mempercepat proses perizinan investasi. Hal ini sangat krusial mengingat Kabupaten Mojokerto merupakan daerah penyangga utama di Jawa Timur.
“Kami ini daerah penyangga. Bahkan, UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) Mojokerto 2025 termasuk lima tertinggi di Jawa Timur, yakni sebesar Rp4.856.026. Artinya, daerah ini memiliki daya saing tinggi dan harus didukung oleh regulasi tata ruang yang jelas,” imbuhnya.
Gus Barra juga menepis kekhawatiran terkait konversi lahan hijau ke non-pertanian. Menurutnya, produktivitas pertanian di Mojokerto justru mengalami surplus, meski terjadi penyusutan lahan secara fisik.
“Kalau ada anggapan bahwa lahan pertanian makin sempit lalu produksi menurun, itu tidak terjadi di sini. Produksi pertanian kita justru surplus hingga 30 ribu ton. Artinya, tidak ada masalah dalam aspek produktivitas,” pungkasnya.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment