Jakarta, 3 Juni 2025 — Ribuan buruh yang tergabung dalam Koalisi Serikat Pekerja–Partai Buruh (KSP-PB) bersama sejumlah pensiunan PT Pos Indonesia (Persero) dijadwalkan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Istana Negara dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Selasa, 3 Juni 2025.
Presiden Partai Buruh sekaligus Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa aksi tersebut akan diikuti oleh sekitar 3.000 pekerja dari berbagai daerah di wilayah Jabodetabek. Para peserta aksi terdiri dari pekerja aktif, pekerja mitra, serta para pensiunan PT Pos Indonesia yang merasa diperlakukan tidak adil oleh perusahaan dan oleh sejumlah kebijakan pemerintah.
“Mayoritas peserta aksi adalah mitra kerja dan pensiunan PT Pos Indonesia yang selama ini menghadapi ketidakadilan, baik dalam bentuk kebijakan perusahaan maupun regulasi pemerintah,” ungkap Said Iqbal dalam pernyataan resminya yang dirilis pada Jumat, 30 Mei 2025.
Tiga Tuntutan Utama Aksi
Dalam aksi demonstrasi yang direncanakan, KSP-PB dan para buruh menyuarakan tiga tuntutan utama yang dinilai mewakili kepentingan pekerja dan pensiunan:
- Penolakan terhadap Penghapusan Sejumlah Hak Pensiun
Para demonstran menolak kebijakan penghapusan beberapa komponen kesejahteraan pensiunan, termasuk Tunjangan Pensiun (TP), Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP), kontribusi iuran BPJS Kesehatan, dan pemberian Uang Duka.“Hak-hak tersebut bukan merupakan bentuk kemurahan hati, melainkan hasil dari dedikasi dan pengabdian puluhan tahun. Menghapusnya merupakan bentuk pengingkaran terhadap kontribusi para pensiunan,” tegas Said.
- Penghapusan Sistem Kemitraan di PT Pos Indonesia
Para buruh mendesak agar sistem kemitraan di lingkungan PT Pos Indonesia segera dihapus, karena dinilai sebagai bentuk penyamaran hubungan kerja yang merugikan para pekerja.“Skema kemitraan ini hanya kedok untuk menghindari kewajiban normatif perusahaan terhadap tenaga kerja. Kami menuntut agar seluruh mitra kerja diangkat menjadi karyawan tetap dengan hak-hak sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan,” jelasnya.
- Penolakan terhadap Outsourcing dan Sistem KRIS BPJS Kesehatan
Tuntutan ketiga mencakup penghentian praktik outsourcing (alih daya) yang dianggap merugikan pekerja serta penolakan terhadap implementasi sistem Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) dalam layanan BPJS Kesehatan.Said menilai bahwa sistem KRIS berpotensi menimbulkan berbagai persoalan baru, antara lain waktu tunggu yang lebih lama, keterbatasan ketersediaan kamar, serta risiko peningkatan iuran.
“Penerapan sistem KRIS dalam jaminan kesehatan nasional akan memperparah krisis layanan publik. Hal ini berpotensi mengurangi akses dan kualitas layanan kesehatan bagi kelas pekerja,” ujar Said.
Lebih lanjut, Said juga menggarisbawahi bahwa tuntutan penghapusan sistem outsourcing selaras dengan komitmen Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang dalam pidato peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 menyatakan niatnya untuk menghapus praktik alih daya yang merugikan pekerja.
Discussion about this post