Kamis, 28 Agu 2025
light_mode
Beranda » News » Skema Kredit Rumah untuk Buruh Ditolak, Said Iqbal: Tidak Bisa Dipaksakan Kolektif

Skema Kredit Rumah untuk Buruh Ditolak, Said Iqbal: Tidak Bisa Dipaksakan Kolektif

Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 4 Juli 2025 12:08 WIB

Jakarta, Moralita.com Usulan skema pembiayaan perumahan bagi pekerja melalui mekanisme attachment earning atau pemotongan gaji otomatis untuk cicilan rumah mendapat penolakan dari kalangan buruh. Presiden Partai Buruh yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak dapat diterapkan secara seragam dan kolektif terhadap seluruh pekerja.

Menurut Said Iqbal, skema pemotongan gaji hanya dapat diberlakukan atas dasar persetujuan individu dari masing-masing buruh. Penerapan secara menyeluruh tanpa persetujuan akan melanggar hak-hak privat pekerja.

“Kalau mau memotong gaji seorang buruh, maka buruh tersebut harus memberikan persetujuan tertulis. Ini adalah urusan yang sifatnya privat dan individual, tidak bisa diberlakukan secara kolektif,” ujar Said Iqbal dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (4/7).

Baca Juga :  Presiden Prabowo Subianto Teken PP No. 6 Tahun 2025, Pekerja Terkena PHK Dapat Manfaat 60% Gaji Selama 6 Bulan

Said Iqbal juga mengkritisi asumsi dasar dari usulan tersebut, yang dianggap tidak memperhitungkan keragaman kondisi dan kebutuhan para buruh. Menurutnya, tidak semua buruh memerlukan fasilitas perumahan karena sebagian dari mereka sudah memiliki rumah pribadi.

“Ada buruh yang sudah punya rumah. Jika skema ini dipaksakan berlaku umum, maka justru akan menimbulkan ketidakadilan dan masalah baru di lapangan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Said Iqbal menyoroti lemahnya dasar hukum dari usulan tersebut. Ia menilai baik dalam bentuk Peraturan Presiden maupun Surat Keputusan Menteri, kebijakan pemotongan gaji tanpa persetujuan tetap tidak memiliki kekuatan legal yang dapat memaksa buruh tunduk.

Baca Juga :  Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja Batalkan Aksi Unjuk Rasa 3 Juni, Dialog dengan Pemerintah dan DPR Dijadwalkan

“Sekalipun bentuknya Perpres atau SK Menteri, tetap tidak bisa langsung dipakai untuk memotong gaji buruh tanpa ada persetujuan tertulis dari yang bersangkutan,” tegasnya.

Dari sisi pelaksanaan teknis, ia juga meragukan efektivitas implementasi skema tersebut di tingkat perusahaan. Sistem pemotongan gaji individu yang berbeda-beda dinilai akan membebani administrasi perusahaan dan tidak efisien untuk dijalankan.

“Sistem pemotongan gaji per individu akan sangat rumit dan tidak efisien. Tidak semua perusahaan bersedia melakukannya. Ini bukan seperti iuran BPJS atau kontribusi serikat pekerja yang sifatnya kolektif dan sudah diatur dalam sistem,” tutup Said Iqbal.

Baca Juga :  Ribuan Buruh dan Pensiunan PT Pos Indonesia Akan Gelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Istana dan DPR RI

Sebelumnya, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, menyampaikan gagasan attachment earning sebagai solusi untuk memperluas akses perumahan layak bagi buruh. Skema ini diharapkan dapat menjadi bagian dari program pembiayaan berkelanjutan untuk sektor perumahan pekerja.

Namun, penolakan dari kalangan buruh menandakan perlunya evaluasi mendalam terhadap kebijakan tersebut, terutama dari sisi kebutuhan nyata buruh, kemampuan finansial, dan aspek legalitas dalam pelaksanaannya.

  • Penulis: Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less