Skema Kredit Rumah untuk Buruh Ditolak, Said Iqbal: Tidak Bisa Dipaksakan Kolektif
Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 4 Juli 2025 12:08 WIB; ?>

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Jakarta, Moralita.com – Usulan skema pembiayaan perumahan bagi pekerja melalui mekanisme attachment earning atau pemotongan gaji otomatis untuk cicilan rumah mendapat penolakan dari kalangan buruh. Presiden Partai Buruh yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak dapat diterapkan secara seragam dan kolektif terhadap seluruh pekerja.
Menurut Said Iqbal, skema pemotongan gaji hanya dapat diberlakukan atas dasar persetujuan individu dari masing-masing buruh. Penerapan secara menyeluruh tanpa persetujuan akan melanggar hak-hak privat pekerja.
“Kalau mau memotong gaji seorang buruh, maka buruh tersebut harus memberikan persetujuan tertulis. Ini adalah urusan yang sifatnya privat dan individual, tidak bisa diberlakukan secara kolektif,” ujar Said Iqbal dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (4/7).
Said Iqbal juga mengkritisi asumsi dasar dari usulan tersebut, yang dianggap tidak memperhitungkan keragaman kondisi dan kebutuhan para buruh. Menurutnya, tidak semua buruh memerlukan fasilitas perumahan karena sebagian dari mereka sudah memiliki rumah pribadi.
“Ada buruh yang sudah punya rumah. Jika skema ini dipaksakan berlaku umum, maka justru akan menimbulkan ketidakadilan dan masalah baru di lapangan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Said Iqbal menyoroti lemahnya dasar hukum dari usulan tersebut. Ia menilai baik dalam bentuk Peraturan Presiden maupun Surat Keputusan Menteri, kebijakan pemotongan gaji tanpa persetujuan tetap tidak memiliki kekuatan legal yang dapat memaksa buruh tunduk.
“Sekalipun bentuknya Perpres atau SK Menteri, tetap tidak bisa langsung dipakai untuk memotong gaji buruh tanpa ada persetujuan tertulis dari yang bersangkutan,” tegasnya.
Dari sisi pelaksanaan teknis, ia juga meragukan efektivitas implementasi skema tersebut di tingkat perusahaan. Sistem pemotongan gaji individu yang berbeda-beda dinilai akan membebani administrasi perusahaan dan tidak efisien untuk dijalankan.
“Sistem pemotongan gaji per individu akan sangat rumit dan tidak efisien. Tidak semua perusahaan bersedia melakukannya. Ini bukan seperti iuran BPJS atau kontribusi serikat pekerja yang sifatnya kolektif dan sudah diatur dalam sistem,” tutup Said Iqbal.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, menyampaikan gagasan attachment earning sebagai solusi untuk memperluas akses perumahan layak bagi buruh. Skema ini diharapkan dapat menjadi bagian dari program pembiayaan berkelanjutan untuk sektor perumahan pekerja.
Namun, penolakan dari kalangan buruh menandakan perlunya evaluasi mendalam terhadap kebijakan tersebut, terutama dari sisi kebutuhan nyata buruh, kemampuan finansial, dan aspek legalitas dalam pelaksanaannya.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar